Seno adalah seorang anak petani yang berkuliah di Kota. Ketika sudah di semester akhir, ia menerima kabar buruk. Kedua orang tuanya meninggal dalam kecelakaan bus.
Sebagai satu-satunya laki-laki di keluarganya, Seno lebih memilih menghentikan pendidikannya untuk mencari nafkah. Ia masih memiliki dua orang adik yang bersekolah dan membutuhkan biaya banyak.
Karena dirinya tidak memiliki ijasah, Seno tidak akan bisa mendapatkan pekerjaan dengan gaji tinggi. Mengandalkan ijasah SMA-nya pun tidak jauh berbeda. Maka dari itu, Seno lebih memilih mengelola lahan yang ditinggalkan mendiang kedua orang tuanya.
Ketika Seno mulai menggarap ladang mereka, sebuah kejutan menantinya.
----
“Apa ini satu buah wortel dihargai tujuh puluh ribu.” Ucap seorang warganet.
“Mahal sekali, melon saja harga lima puluh ribu per gramnya. Ini bukan niat jualan namanya tapi merampok.” Ucap warganet yang lainnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dyoka, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
PH 9 Babak Belur
Setelah mengirimkan wortel khusus itu ke rumah Miranda beserta beberapa sayuran lainnya sebagai bonus, Seno pergi ke pasar. Ia ingin menjual stok sayur miliknya ke pedagang yang ada di sana. Memang sebelum ini Seno sudah mendapatkan tujuh belas juta dari Miranda.
Tetapi Seno ingin mendapatkan penghasilan lebih banyak lagi. Ini semua untuk membiayai kedua adiknya. Renata memiliki cita-cita menjadi dokter. Kuliah pada jurusan kedokteran itu tidak murah. Jadi Seno sebisa mungkin menabung banyak untuk memepersiapkan dana pendidikan adiknya itu.
Selain itu, Seno masih harus mengumpulkan uang untuk mengembalikan uang milik Ferdi yang sudah ia pakai. Jika Seno berhasil menjual semua sayur yang tersimpan di kotak penyimpanan sistem miliknya, pasti saldo di rekeningnya akan bertambah beberapa juta.
Pasar tujuan Seno adalah pasar tani yang paling dekat dengan rumahnya. Pasar ini cukup besar. Banyak sayuran yang dibawa ke sini. Setelah mermarkirkan motornya, Seno kemudian menghampiri pedagang sayur yang ada di sana.
Laki-laki itu menawarkan sayur dari kebunnya kepada pedagang. Ia juga membawa beberapa ikat sayurnya, dengan harapan mereka bisa tahu bahwa kualitas sayur milik Seno sangat baik. Tetapi Seno tidak mendapatkan respon yang ia harapkan. Ia malah dianggap remeh oleh pedagang.
“Harganya kemahalan Mas. Masih murah ke tengkulak yang lainnya. Kalo Mas-nya ngasih aku harga segitu, gimana aku bisa ambil untung Mas.” Ucap seorang ibu pedagang sayuran.
“Tetapi Bu, kualitas sayur dariku ini bagus. Lihat saja ini segar-segar dan warnanya hijau segar seperti ini. Jika ibu mengambil sayur dariku, maka aku akan mengirimkan sayur yang dipanen di sore harinya. Jadi, ketika Ibu menjualnya di pagi hari, sayur-sayurnya masih segar.”
Ibu pedagang sayur tersebut malah memandang Seno dengan pandangan mencemooh. Ia kemudian memegang sayuran yang dijadikan Seno sebagai contoh itu.
“Ini beneran hasil dari kebun punya Mas? Kok ini kayak yang ada di supermarket ya? Jangan-jangan Mas ini beli di supermarket lalu ngaku-ngaku hasil kebun sendiri ya?”
“Enggak Bu, sumpah ini hasil kebun saya sendiri.” Ucap Seno sembari mengangkat kedua jarinya membentuk huruf V.
“Nggak ah Mas. Aku nggak akan ambil. Itu kemahalan menurutku. Meski benar kualitas sayur kebun milik Mas sebagus itu, tetapi itu tidak cocok di jual di pasar tradisional seperti ini.” Jelas ibu pedagang sayuran.
Meski Seno sudah pindah ke beberapa lapak penjual sayur, respon yang mereka berikan tidak jauh berbeda. Mereka bilang bahwa harga yang Seno berikan terlalu mahal untuk mereka. Jadi, mereka tidak akan mengambil sayur milik Seno.
Beberapa pedagang memang berminat mengambil sayur dari Seno, tetapi mereka meminta Seno menurunkan harganya. Seno tidak bisa melakukan hal itu. Kualitas sayur miliknya ini jauh lebih baik daripada sayur pada umumnya. Jadi cukup wajar jika harganya lebih tinggi dari yang lain.
“Ternyata susah sekali menjual sayur langsung seperti ini. Jika begini, aku akan memiliki banyak stok tetapi tidak ada yang terjual. Meski panenku cepat, jika tidak menjadi penghasilan itu sama saja.” Gumam Seno.
Ketika Seno akan menuju ke parkiran. Tiga orang laki-laki menghadangnya. Wajah mereka cukup garang. Beberapa tato juga terlihat menghiasi kulit mereka. Seno berpikiran postif mengenai hal ini. Kemungkinan mereka hanya berpapasan saja dengannya.
“Permisi, maaf mau lewat.” Ucap Seno sembari mencoba melewati preman pasar tersebut.
Tetapi mereka juga bergerak menghadang jalan yang akan Seno ambil. Hal itu membuat Seno mengerutkan keningnya. Kenapa para preman pasar ini menghadangnya sekarang?
“Ada apa ini Mas? Kok menghadangku. Aku mau lewat, permisi.” Ucap Seno sekali lagi.
“Serahin duitmu dulu baru bisa lewat.” Ucap salah satu preman yang ada di sana.
Mendengar hal itu, Seno mengambil uang dua puluh ribu dari saku miliknya. Ia kemudian menyerahkannya kepada preman di depannya. “Ini Mas.”
“Apa-apaan ini. Cuma dua puluh ribu. Kamu pikir kami anak SD bisa seneng di kasih duit segitu. Ternyata Kamu ini minta dihajar rupanya.”
Tanpa menunggu Seno memberikan respon, ketiga preman tersebut kemudian mengerumuni Seno. Bergantian ketiganya melayangkan pukulan ke tubuh Seno.
Entah kenapa sekarang Seno bisa melihat pergerakan yang ketiga preman itu lakukan. Bahkan pergerakan kecil sekalipun bisa ia lihat. Hal itu tiba-tiba membuat Seno memikirkan wortel yang sebelumnya ia makan.
Wortel itu membuat matanya dapat memandang pergerakan seseorang secara mendetail. Ia baru sadar sekarang. Ternyata wortel itu tidak hanya menyembuhkan penyakit mata, tetapi juga membuat matanya memiliki kemampuan seperti ini.
Meskipun Seno seakan bisa membaca pergerakan mereka karena bisa melihat gerakan kecil yang mereka lakukan, tubuhnya tidak dapat mengimbangi kecepatan matanya menangkap pergerakan mereka.
Jadi, setelah beberapa kali berhasil menangkis serangan dari ketiga preman tersebut, pada akhirnya pukulan mereka mengenai tubuh Seno. Jika seperti ini, yang bisa Seno lakukan adalah melindungi bagian vital tubunya agar tidak terluka parah.
Andaikan Seno memiliki kemampuan bela diri, pasti sekarang dirinya akan bisa bertahan dari serangan ketiga preman tersebut. Wajah, perut, dan kaki Seno menjadi sasaran dari ketiga preman tersebut. Meski sebisa mungkin menghindar dan melindungi tubuhnya. Beberapa pukulan mereka akhirnya mengenai tubuh Seno.
Beberapa orang melihat kejadian pemukulan tersebut. Tetapi tidak ada satupun dari mereka yang berniat menolong. Mereka tidak mau menjadi sasaran kemarahan ketiga preman tersebut. Apalagi kebanyakan yang datang ke pasar ini adalah ibu-ibu.
Jadi, mereka hanya bisa melihat Seno dihajar oleh ketiga preman tersebut. Tiga orang preman tersebut baru berhenti setelah Seno tersungkur di tanah. Sebelum pergi, preman tersebut mengambil sisa uang milik Seno yang ada di dompetnya.
“Mangkanya, jangan membantah orang lain kalo dimintai sesuatu. Turuti aja maunya. Sekarang Kamu tahu sendiri akibatnya jika melawan.” Bisik salah satu preman tersebut sebelum pergi dari sana.
Mendengar hal itu, Seno tahu bahwa pemalakan tadi hanyalah sebuah alasan. Tujuan utama mereka adalah menghajar Seno. Ada seseorang yang menyuruh mereka melakukan hal itu.
Pantas saja para preman itu meminta lebih ketika Seno memberi mereka uang dua puluh ribu. Biasanya mereka menerima saja uang yang diberikan. Tidak menarget seperti sekarang. Semua itu karena mereka ingin menjadikan Seno yang memberi uang kecil, sebagai alasan mereka menghajarnya.
Setelah preman itu benar-benar pergi, beberapa orang yang baik hati mendatangi Seno. Mereka membantu laki-laki itu bangkit dan menanyakan keadaanya.
“Mas nggak papa?” tanya seseorang.
“Makasih sudah membantu. Aku baik-baik saja. Terima kasih semuanya.”
“Mas lebih baik Mas periksakan diri ke rumah sakit. Takutnya entar ada yang luka parah.” Ucap seorang Ibu ikut menolong Seno.
“Baik terima kasih semuanya.”
Seno mengecek isi dompetnya. Selain uang sebesar tiga ratus ribu di dompetnya, tidak ada yang berkurang dari dompetnya. Seno lalu menyimpan
Setelah itu dengan sedikit terseok-seok, Seno melangkah menuju motor miliknya. Sepertinya tadi salah satu preman menginjak kakinya dengan keras. Saat ini salah satu kakinya terasa sakit. Seno memaksakan dirinya untuk mengendarai motornya menuju ke rumah sakit.
Seno ingin melakukan visum sekarang. Hasil dari pemeriksaan tersebut nantinya akan ia bawa ke kantor polisi untuk melaporkan pemukulannya ini. Itu akan menjadi bukti yang cukup kuat untuk menjebloskan ketiga preman tadi ke penjara. Lebih bagus lagi jika dalang di balik semua ini juga ikut masuk penjara.
Hasil pemeriksaan dari rumah sakit menunjukkan bahwa tidak ada luka yang serius di tubuh Seno. Hanya lebam-lebam di wajahnya saja yang membutuhkan waktu lama untuk sembuh dan tidak berbekas.
Setelah dari rumah sakit, Seno langsung menuju ke kantor polisi terdekat. Laporan dari Seno langsung diproses oleh polisi. Beberapa pertanyaan Seno terima dari polisi yang menerima laporannya.
Semua proses tersebut membutuhkan waktu yang cukup lama. Seno baru kembali ke rumahnya ketika hari menjelang gelap. Apalagi dengan keadaannya yang sekarang, Seno tidak bisa memacu motor miliknya dalam kecepatan tinggi.
Ketika sampai di rumah, lampu ruang tamunya sudah menyala. Itu berarti adiknya sudah pulang. Jika mereka melihat Seno dengan kondisi seperti ini, kedua adiknya pasti khawatir. Ini berarti, Seno harus bisa menenangkan kedua adiknya setelah ini.