Blurb
Arjuna Syailendra dan Anggita Jelita, menerima perjodohan demi kepentingan masing-masing. Bersama bukan karena cinta, tetapi hanya sebatas azas manfaat.
Akankah rasa berdebar tak terencana tumbuh di hati mereka? Sementara Arjuna hanya menganggap Anggita sebagai pelampiasan dari cinta tak berbalas di masa lalu.
Ikuti kisah mereka yang akan menguras emosi. Selamat membaca🤗.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Senjahari_ID24, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 5a
BAB 5a
"Aku akan mengunjungi tempat budidaya ulat sutra yang akan bekerja sama dengan Royal Textile, juga meninjau lokasi pabrik baru yang sebentar lagi dibangun di Pekalongan," ucap Juna yang berdiri menghadap cermin besar sembari mengancingkan kemeja, sementara Anggi baru selesai membasuh tubuh, masih terbalut bathrobe juga handuk rambut.
"Berapa hari?" tanya Anggi sembari membuka lemari mengambil dalaman juga pakaiannya.
"Mungkin satu minggu," jawab Juna yang baru selesai memasang kancing tangan kemejanya.
Anggi menoleh menatap punggung Juna. "Kalau begitu, bolehkah aku menginap di rumah sakit?" tanya Anggi penuh harap.
Semenjak menikah, baru kali ini Juna akan bepergian cukup lama. Ia ingin menggunakan kesempatan langka ini untuk menunggui ibunya hingga menginap. Setelah berstatus seorang istri, Anggi tak bisa lagi bebas bepergian terlebih lagi keputusan Juna padanya adalah mutlak. Ingin membantah pun percuma. Anggi tak punya daya upaya untuk menentang, ibarat tahanan kesayangan.
"Boleh. Menginaplah. Tapi hanya di tiga hari pertama aku pergi. Selebihnya kamu harus tidur di rumah. Aku tidak mau tertular virus yang mungkin saja kamu bawa dari rumah sakit saat aku pulang nanti. Jangan coba-coba berbohong. Mataku ada di mana-mana!" peringat Juna yang menatap Anggi lurus lewat pantulan cermin.
Mendesah lega juga menyimpulkan senyum begitulah reaksi Anggi. Tiga malam pun tak mengapa. Juna memberinya izin sudah patut disyukuri, kendati rasa sebal merayap mendengar kalimat terakhir dari pria yang tak pernah absen menggaulinya setiap malam. Mungkin benar tentang berita yang tersebar di beberapa artikel, bahwa para pria mampu dengan mudahnya bercinta juga memaksakan hasrat tanpa embel-embel cinta.
"Baiklah. Bila perlu aku mandi desinfektan saat Mas Juna mau pulang nanti!" dengusnya kesal. Anggi memang takut pada Juna, tetapi sesekali tak mampu menahan kekesalannya untuk menyembur.
Juna terkekeh lalu berbalik badan. "Anggita, kemarilah. Pasangkan dasiku," titahnya dengan intonasi memerintah yang kental.
"Tumben? Biasanya juga pakai sendiri," seloroh Anggi dengan mata memicing keheranan.
"Aku tak menerima bantahan. Apalagi yang berasal dari mulutmu. Cepat lakukan! Kecuali jika kamu ingin mulutmu yang tak patuh itu terjebak di antara kedua bibirku hingga membengkak. Silakan pilih," ujar Juna seraya menyeringai miring mengintimidasi.
Anggi menaruh baju yang dipeluknya ke atas meja dekat lemari. Walaupun dongkol, ia memilih patuh dan membungkam mulutnya rapat-rapat. Cekcok di pagi hari hanya membuat harinya buruk. Lagi pula selama beberapa hari ke depan dirinya akan terbebas dari cengkeraman Juna.
Juna menyodorkan dasi warna abu-abu tua bercorak diagonal abu muda ke tangan Anggi.
Anggi berjinjit untuk memasangkan dasi. Tinggi Juna yang berselisih cukup jauh dengannya membuatnya cukup kesulitan. Anggi berusaha berjinjit setinggi-tingginya dan melihat hal itu Juna malah merasa lucu.
Diraihnya pinggang Anggi supaya terangkat hingga tubuh mereka saling menempel satu sama lain.
"Ti-tidak usah begini juga, Mas!" Anggi meronta dan melayangkan protes. Namun, Juna malah tertawa geli lalu mengecup hidungnya gemas.
Bola mata Anggi melebar. Ia membeku. Perlakuan Juna tidak seperti biasanya, terlalu manis dan baginya itu tak normal.
Anggi benci situasi ini, terasa rikuh. Benci pada efeknya. Jantungnya berdegup lebih cepat juga pipinya memanas. Ia lebih suka suaminya yang arogan ketimbang yang bersikap manis seperti sekarang. Jika Juna terus-terusan begini khawatir benteng yang dibangunnya goyah, benteng rapuh hatinya yang berlubang di mana-mana.
Saat Juna tergelak dan rengkuhanya melonggar, dengan cepat Anggi meloloskan diri menjauh. Membuang pandangan ke sembarang arah tak ingin kegugupannya terbaca oleh Juna.
"Hih, Mas. Jangan ketawa terus. Mentang-mentang punya badan tinggi, ngetawain aku yang pendek!" dengusnya sebal.
Juna masih terbahak bahkan nyaris terjengkang. Sudut matanya menyipit bersama kedua sudut bibir yang ditarik kencang ke atas. Wajah Anggi yang merona sungguh menggemaskan.
"Tapi aku suka dengan tinggi badanmu." Tanpa sadar Juna melontarkan kalimat impulsif yang sepertinya merupakan isi hati.
"Udah ah. Selesaikan sendiri. Perutku mulas."
Anggi terbirit-birit melarikan diri ke kamar mandi, sementara Juna kembali terbahak melihat tingkahnya. Dia pun sedikit keheranan, entah mengapa menggoda Anggi seperti tadi ternyata rasanya menyenangkan. Menyelusupkan seberkas hangat di hatinya yang sebeku dan sekeras batu.
TBC
JUNA NYEBELIN TINGKAT TINGGI 😡