Tak ada cinta yang tersisa di dalam hati seorang Digo Uparengga. Semenjak pengkhianatan yang dilakukan oleh sang istri dengan adik kandungnya sendiri bukan hanya meninggalkan luka yang menganga di dalam hati Digo, tetapi kelainan impoten yang membuat dirinya di cap sebagai lelaki anomali.
Berbagai cara telah dia lakukan untuk menyembuhkan kelainannya. Namun, tak ada satupun yang berhasil. Hingga, ia bertemu dengan seorang gadis mabuk yang membuatnya Turn on untuk sekian lama. Tanpa pikir panjang, untuk meyakini dirinya telah sembuh dia pun meminta permintaan gila kepada gadis itu, yaitu menikah dengannya.
Apakah gadis itu bersedia menikah dengan Digo?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Miss Merveille, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sebuah Penawaran
Mulut Arumi menganga tak percaya dengan upah yang di minta Digo. Lelaki yang sudah ia juluki dengan Bule gadungan itu Meskipun Arumi tau jika Digo memiliki lima puluh persen darah Belanda tetapi tak menutup fakta jika dia lahir di citayam Bogor, yang mana itu menandakan jika darah dalam diri Digo tidak seratus murni darah orang barat, sudah gila meminta Arumi menjadi istrinya. Mana mungkin Arumi mau menikah dengan lelaki impoten.
"Lo gila. Gak waras asli." Tubuh Arumi memutar. Dia membuang pandangannya sembari memijat keningnya pening. Bukan pening karena efek hangover. Justru pening menghadapi lelaki aneh bin ajaib di depannya.
"Ayolah jadi bini gue. Gue bakal mencintai lo apa adanya. Gak peduli lo tolol karena pernah di tipu mantan pacar. Duit di bawa kabur dan tabungan bures gak tersisa."
Bruk...
"Rumi, sakit." Digo memekik cukup kencang takkala Arumi menginjak kaki Digo kencang.
"Lo itu benar-benar nyebelin banget, sih."
Muak, kesal, dan frustasi Arumi ngeloyor begitu saja berjalan meninggalkan Digo. Digo yang sejatinya memang ingin memastikan dirinya telah sembuh dari kelainan impotennya mengubur harga diri yang selama ini ia junjung tinggi di depan wanita.
Di tinggalkannya mobil sedan yang ia beli beberapa bulan lalu, dan di kejarnya Arumi terus sambil memohon mau menikah dengannya.
"Ayo lah, Rum, mau ya jadi istri gue. Gue janji lo mau minta apa aja gue kasih. Mau uang bulanan berapa puluh juta gue kasih, rumah yang langsung berhadapan dengan laut keluarga gue punya, atau tiap minggu trip Eropa dan belanja barang branded? Gue jabanin. Asal lo mau ya nikah dan jadi bini gue."
Arumi menghentikan langkahnya karena sudah jengah mendengar celotehan tak waras yang keluar dari mulut Digo. Dia berdecak, bersedekap, sambil menatap Digo dengan raut wajah super jutek.
"Lo benar-benar sakit jiwo, Digo. Stres! Mending lo cepet periksa ke rumah sakit jiwa sana, siapa tau karena udah lama gak ngeluarin tuh bakal calon anak lo, otak lo jadi gak waras. Sakit jiwa." Setelah mengatakan hal itu, Arumi kembali berjalan lagi.
Digo tak gentar. Di terus mengikuti Arumi dari belakang. Terus berceloteh, meminta Arumi menikah dengan dan menjadi istrinya. Digo tidak mungkin mengatakan alasan sejujurnya kepada Arumi, mengapa dia ngebet banget ingin menikahi dan menjadikan Arumi istri. Bisa-bisa, Arumi semakin enggan dan menjauh dari dirinya. Dan dia gagal mendapatkan kembali masa depannya.
"Rum, ayolah mau ya jadi istri gue. Gue janji deh kalau lo mau jadi istri gue, gue bakalan naro saham di perusahaan kosmetik lo sampe perusahaan itu berjaya dan terke...." Belum juga Digo menyelesaikan ucapannya. Tiba-tiba mulutnya di bekap oleh Arumi.
"Srttt..." Arumi mengeluarkan ponselnya yang ternyata berdering dari dalam tas. Segera, ia mengangkat panggilan itu sambil melototkan mata kearah Digo menginstruksikan agar lelaki itu diam sejenak.
"Hello, ya ada apa kau tiba-tiba menelpon ku?"
Kening Arumi mengerut, alisnya naik turun fokus mendengar orang di seberang sana bicara. Hingga tiba-tiba, dengan keras Arumi berteriak histeris sejurus dengan tubuhnya ambruk ke trotoar jalan.
Digo yang saat itu hanya diam berdiri memandangi traffic jalan terkejut bukan main. Lelaki bermata sedikit sipit itu segera jongkok menahan tubuh Arumi agar tidak sepenuhnya benar-benar jatuh ke trotoar jalan.
"Hei, Are u oke, Arumi?" tanya Digo sambil memandangi wajah Arumi yang tiba-tiba pucat.
"I not oke, Digo." Sambil memandangi jalan raya padat Amsterdam pagi itu dengan tatapan kosong, Arumi menjawab lemah.
"Why? Apa yang terjadi?"
Mata Arumi seketika melirik ke arah Digo. Memandangi lelaki itu lekat dan lama sebelum kembali Arumi membuat jantung Digo nyaris copot dengan tangisannya.
"Eh, lo kenapa nangis gini, sih?"
Arumi mengalungkan tangannya di leher Digo, memeluk lelaki itu dan menangis di dalam pelukannya. Digo hanya termangu binggung sambil berpikir harus berbuat apa dia.
"Digo, perusahaan gue bangkrut dan terancam gulung tiker." Sesenggukan Arumi menjelaskan.
"Hah, gimana ceritanya?"
"Leon sialan itu hibahin harta gue semuanya ke atas nama dia. Ngambil semua saham milik gue di AM kosmetik dan ngejualnya ke saingan saham gue."
Digo menelan salivanya. Entah mengapa, dia tidak tega melihat Arumi yang menangis seperti ini. Dan rasa ingin membunuh dalam diri Digo bergejolak. Ingin rasanya, Digo mematahkan leher milik Leon dan menelanjangkannya sebelum kemudian menyeret lelaki kere tak tau diri itu ke kantor polisi.
"Udah, udah sabar. Jangan kaya gini, gak enak di liatin orang, Rum. Mendingan sekarang kita ke mobil gue, lo boleh dah nangis sepuas lo di dalam sana, yang penting jangan di sini yang ada gue di sangka ngapa-ngapin lo lagi."
Arumi tak menjawab, tetapi diam Arumi adalah jawaban iya bagi Digo.
Dengan berlahan dan penuh hati-hati, Digo mengangkat tubuh Arumi. Memapahnya berjalan masuk ke dalam mobil.
"Udah sabar. Semua orang usaha pasti ada lika-likunya. Gak semuanya lancar dan mulus aja." Sudah menyodorkan tisu yang langsung di raih oleh Arumi untuk menghapus jejak airmata yang melunturkan maskaranya.
"Gue benar-benar gak habis pikir sama dia, Go. Bisa-bisanya, dia ngambil semua harta gue gitu aja dan gak merasa bersalah sama sekali."
"Yah, yang namanya penjahat mana ada yang mau ngaku, Rum. Kalau semua penjahat ngaku itu sel penuh sama napi."
Arumi terdiam, sesekali sesegukan karena tangisannya. Pikirannya kini limbung dan buntu. Binggung harus berbuat apa dengan perusahaan yang bangkrut nyaris gulung tikar.
"Gini aja deh." Tiba-tiba Digo kembali berujar. "Daripada lo binggung harus gimana dengan perusahaan lo yang nyaris gulung tikar, mending lo nerima tawaran dari gue buat nikah sama gue. Setelah lo jadi istri gue, gue janji bakal naro saham gue ke perusahaan lo, dan buat perusahaan lu naik lagi. Dengan gitu lo bisa balas dendam dengan sama Leon mantan lo itu. Gimana?"
Kepala Arumi menoleh menatap Digo lekat. Gadis itu berusaha menelisik mencari kebohongan dari mata lelaki itu. Namun, sayang matanya berbinar memancarkan binar keseriusan atas ucapannya.
"Lo gak bercanda kan, Go? Ini pernikahan, kita ini dua orang asing yang belum saling mengenal."
"Heh, dengerin gue yang namanya cinta gak pasti bakal tumbuh seiring berjalannya waktu. Gue yakin itu juga berlaku kalau kita mau menjalaninya."
Sejenak Arumi berpikir, "Tapi masa iya sih, gue nikah sama cowok impoten kaya lo. Entar kalau bokap nyokap gue nanya gimana malam pertama gue ya kali gue jawab punya lo gak bisa bangun."
Bersambung...
bingung euy
pokok e tampan bgt,hot duda wkwk
sebenarnya kamu baik kok,iya kan?
nikah dikit ya?