Kejadian pada masa lalu diramalkan akan kembali terjadi tidak lama lagi. Tuan kegelapan dari lautan terdalam merencanakan sesuatu. Enam sisi alam dunia mitologi sedang dalam bahaya besar. Dari seratus buku komik yang adalah gerbang penyebrangan antara dunia Mythopia dan dunia manusia tidak lagi banyak yang tersisa. Tapi dari sekian banyak kadidat, hanya satu yang paling berpeluang menyelamatkan Mythtopia dari ramalan akan kehancuran tersebut.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fredyanto Wijaya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 1: Recurring Dream(Part 1)
Langit penuh dengan kegelapan. Petir menyambar di sana-sini... Seakan langit terlihat seperti terbelah menjadi beberapa bagian. Lautan juga tidak tenang. Itu adalah suasana badai yang begitu luar biasa dahsyatnya.
Segalanya menjadi kacau. Korban disana sini. Para peri kehilangan kemampuan terbangnya. Para Mermaid dan Merman kehilangan kemampuan berenangnya, Para Leprechaun kehilangan kreatifitasnya, Para kaum bangsawan kehilangan keajaiban dari para kuda mereka, dan Para penyihir kehilangan kemampuan sihir mereka.
Enam dunia runtuh dalam satu malam. Penguasa dari sisi tergelap di lautan dalam memusnahkan keseimbangan dunia mitologi.
Tidak ada yang mampu menghentikan itu semua. Dia sudah terbangun dari tidurnya.
Dan sepasang pancaran merah mata muncul di balik lautan badai. Sampai kemudian... Suara raungan keras membangunkannya.
…
Mata terbuka lebar.
Seorang gadis remaja enam belas tahun langsung terbangun dari tidurnya setelah bermimpi yang aneh, mengerikan, dan terus berulang setiap harinya.
Dia bernama Melody. Untuk sejenak duduk menjuntaikan kaki di tepi ranjang, hanya menenangkan diri, sampai alarm pada ponsel miliknya yang semalam terbawa tidur bersamanya lalu berbunyi.
Itu sudah pukul delapan pagi. Begitulah yang diperingatkan oleh teman elektroniknya.
Sampai dirinya kemudian mendengar suara benda pecah dari arah luar kamar. Melody pun bergegas mengecek. Keluar dari dalam kamarnya yang berada di lantai atas. Tapi dia sudah tahu dan bisa menebak apa yang telah terjadi di bawah sana.
Menghentikan langkahnya sejenak di balik atas tangga sana, Melody, memandang Ibunya yang berada di lantai dapur sana. Ibunya yang sedang sibuk membersihkan sesuatu di lantai dapur. "Jangan bilang kalau Ibu memecahkan piring lagi," Ucapnya dengan suara masih lemas mengantuk. Mengucek-ngucek sebelah matanya.
"Melody?! Baguslah akhirnya kau bangun," Terkejut mendapati kehadiran Melody. Sejenak berhenti dari kesibukannya yang tergesa-gesa.
"Bisa bantu Ibu bereskan ini?!" Minta Ibunya.
Melody lalu lanjut melangkah turun dan membantu menyingkirkan pecahan-pecahan piring itu.
Mengambil sapu pengki mini beserta seroknya.
"Ini sudah ketiga kalinya. Kenapa akhir-akhir ini Ibu selalu memecahkan piring saat pagi hari?!" Selip Melody sambil membantu Ibunya membersihkan setiap serpihan piring. Berusaha tidak ada satupun yang terlewat_ apalagi ada serpihan-serpihan kecil yang sulit terlihat dan mungkin bisa saja akan menancap pada kaki mereka ketika melangkah nanti.
Tanpa menunggu respon dari Ibunya... Ketika selesai urusannya pada pecahan piring, Melody langsung membuangnya ke tempat sampah di samping kabinet.
"Um... Ibu baik-baik saja?!" Tanya si Melody ketika kembali menghadap ke arah Ibunya. Dirinya melihat Ibunya hanya terdiam bengong. Tatapannya seakan mengambang.
"Ouh! Ya tentu! Ibu baik-baik saja," Respon seperti tersengat dari Ibunya. Kembali berdiri, "Duduk dan makanlah," Lanjutnya sambil menarik bangku makan untuk Melody dan lalu melanjutkan kesibukannya pada cucian piring.
Melody duduk. Tapi matanya hampir tak henti menatap arah Ibunya yang berpaling arah darinya.
Baru melumuri pancake dengan olesan madu... Melody mendengar suara tersedu-sedu.
Melody tidak bisa melihat wajah Ibunya di balik sana. Tapi dirinya tahu kalau Ibunya sedang menangis. Lagi. Selalu seperti itu setelah dia tanpa disengaja memecahkan piring seperti yang baru saja terjadi.
Melody tahu ada sesuatu yang menggangu Ibunya. Tapi dirinya berusaha tidak ikut campur dalam apapun masalah yang sedang dialami Ibunya.
Melody bergegas menyelesaikan sarapan paginya.
Sambil dipikir-pikir... Mungkin itu karena Ayah.
Melody idak mengingatnya. Saat itu dirinya masih berumur mungkin sekitar delapan bulanan dan masih lebih sering dirawat oleh pengasuh yang disewa oleh Ibunya. Yang dia tahu, Ayahnya belum kunjung pulang ke rumah sampai sekarang.
Ibunya bilang kalau dia terlalu sibuk bekerja di luar kota. Melody bahkan tidak mengingat seperti apa tampang wajah Ayahnya, karena dirinya sudah ditinggal pergi terlalu awal.
Dengan alasan yang tidak jelas Ibunya juga tidak mau menunjukan foto Ayah kepadanya. Ibunya juga berusaha tidak mau melihat fotonya lagi.
"Ibu...," Lirihnya. Melody menyahutnya dari belakang.
Mengelap bekas air mata di pipinya, "Ya?!" Ibunya sedikit menoleh.
"...Kapan Ayah pulang?!" Lanjut Melody tanpa terlalu fokus memandang ke arah Ibunya. Tanganya sibuk memotong, mencongkel potongan pancake dengan garpu, dan memasukannya ke dalam mulutnya.
"Ibu... Tidak tahu," Sahut Ibunya. Sejenak berpaling menghadap Melody. "Dia mungkin masih tidak bisa datang dalam waktu yang lebih lama. Dia...
Menelan kunyahannya, "Terlalu sibuk?!" Melody memotong dan menyambung kalimat dari Ibunya. "Tidak apa Bu! Aku paham." Tatapanya fokus.
Samar kepala Ibunya mengangguk. "Maaf Melody," Lirihnya. Dan Melody melanjutkan menyantap sarapannya.
"Selesaikan makananmu. Ibu mau pergi persiapkan Mobil dulu," Lanjut Ibunya_ berusaha melupakan pembicaraan tadi. Mematikan keran air, dia lalu langsung meninggalkan cucian piring yang belum diselesaikannya dan pergi keluar rumah.
Melody memutar kepalanya ke belakang kursi. Memandang Ibunya yang sempat mengelus kepalanya sambil beralu pergi.
Selesai urusan sarapan padi dan segalanya sudah dipersiapkan... Mereka langsung berangkat.
...SRAAAAK!...
Ban mobil mengerem tepat di luar gerbang depan halaman sekolah. Setelah Ibunya mengendarai mobil seperti para pembalap liar di jalanan Tokyo. Tapi mau bagaimana lagi. Saat itu waktu hampir menunjuk pukul delapan tiga puluh pagi dan Melody hampir terlambat. Itulah kenapa, kali itu Ibunya terpaksa mengantar Melody menggunakan Mobil. Walaupun jarak antara rumah dan sekolah terbilang tidak terlalu jauh. Karena biasanya Melody akan pergi dengan berjalan kaki.
Malam kemarin sepertinya membuat Melody dan Ibunya sulit untuk bangun lebih pagi lagi. Tetangga di perumahan tempat tinggalnya terus membuat suara bising dengan perkakas. Padahal malam itu sudah waktu jam tidur.
"Untunglah masih sempat," Ucap Ibunya sambil memandang arah luar jendela yang baru dibukanya_ di sisi bangku yang diduduki Melody. Bahunya terturun lega.
"Astaga Ibu terlalu berlebihan. Aku tidak akan di eksekusi hanya karena terlambat," Sahut Melody. Memandang Ibunya dengan sebelah alis matanya yang terangkat.
"Terlambat ke sekolah di hari pertama itu memalukan Melody! Sekarang cepatlah sebelum mereka mengunci pintu sekolahnya lagi," Putusnya. Ibunya membuka kunci pintu mobil.
Melody kembali menggantung tas di bahunya lalu keluar dari mobil.
DRAP! Pintu mobil ditutupnya.
Baru menutup pintu dari luar sana, "Hey sayang...," Ibunya memanggil dari dalam mobil.
"Ya?!" Melody kembali berpaling sejenak.
"...Titip salamku kepada Abigail ya! Bilang juga kepadanya kalau aku memesan selusin tambahan untuk kue mangkuk itu lagi," Lanjut Ibunya. Mencondongkan tubuhnya ke sebrang bangku. Lebih mengeraskan suaranya kepada Melody dari balik jendela mobil_ arah Melody diluar sana.
"O..Ke!" Sahutnya, lalu kembali berpaling dan pergi.
"Aku mencintaimu sayang!"
"Aku mencintaimu juga Bu!" Sahut Melody, kembali menoleh sambil berjalan mundur.
Ibunya juga lalu pergi meninggalkannya_ pergi ke tempat dia bekerja sebagai duta pelestarian ekosistem laut.
Ibunya bertanggung jawab dan dipercaya untuk mengurus daerah pantai maupun lautan. Dia dan teman-teman dari satu organisasinya memperhatikan kebersihan laut dan juga penyelamatan bagi hewan-hewan laut.
Mereka juga memiliki tempat rehabilitasi bagi hewan laut yang sakit, sebelum siap untuk kembali dilepaskan ke alam bebas.
Melody berharap bisa menjadi seperti Ibunya kelak nanti. Mengikuti jejak Ibunya. Mungkin.
Untuk sekarang, dirinya harus menyelesaikan sekolah yang penuh dengan pelajaran yang membosankan terlebih dahulu. Tapi bukan berarti semuanya. Beberapa pelajaran yang melibatkan pengetahuan alam menjadi salah satu yang diminati Melody.
Dia sendiri tidak begitu yakin apa alasannya. Melody hanya merasa tertarik dengan alam. Itu saja!
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...