Persahabatan dua generasi.
Antara seorang pemuda dengan seorang kakek tua pensiunan pegawai negeri.
Lucunya, sang kakek tidak mengetahui bahwa sahabatnya sebenarnya seorang CEO dari perusahaan terkenal.
Persahabatan yang telah terjalin beberapa tahu itu sangat terjalin erat hingga akhirnya, di penghujung akhir hayatnya, sang kakek meminta sahabatnya untuk menikahi cucu satu satunya.
Akankah sang CEO akan menuruti permintaan sahabatnya untuk menikahi cucunya yang ternyata adalah sekretaris yang bekerja dengannya..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Almaira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Menikah..
"Mari kita menikah..kita laksanakan keinginan kakek, karena ini mungkin permintaan terakhirnya.." Devan menatap Asha lekat.
Asha terperanjat mendengar perkataan Devan, direkturnya.
"Tapi pak..?"
Asha melepaskan pegangan tangan Devan.
"Kakek ingin kita menikah.." Jawab Devan masih menatap Asha.
Asha memalingkan wajahnya, merasa tidak nyaman dengan tatapan direkturnya.
"Tapi....." Asha terlihat bingung untuk menjawab.
Yana dan suaminya yang melihat, seakan mengerti dengan situasi yang terjadi.
"Asha.. laksanakan keinginan terakhir kakek..karena tidak ada yang akan melindungi kamu dari para rentenir itu sepeninggal kakek.."
Asha seakan tersentak mendengar perkataan Yana, air matanya kembali mengalir dengan deras mengingat jika kakek benar benar akan pergi meninggalkannya, dan bagaimana dengan dirinya yang harus menghadapi para rentenir itu seorang diri.
Asha melihat Devan.
Tiba-tiba.
"Keluarga pasien..."
Asha dan lainnya segera menyerbu perawat yang memanggil.
"Pasien ingin berbicara dengan cucunya dan anda.." perawat menunjuk Devan.
Perawat meminta Asha dan Devan mengikutinya.
"Pasien sudah sadar, namun kondisi pasien masih belum stabil, dan masih dalam masa kritis, kami akan terus memantaunya, seharusnya pasien beristirahat, tapi beliau memaksa ingin berbicara dengan kalian berdua, saya akan izinkan tapi sebentar saja.." Ucap salah seorang dokter sesampainya mereka di dalam ruangan, selanjutnya semua dokter meninggalkan ruangan itu, hanya tersisa dua orang perawat yang terus berjaga.
"Kakek.." Asha menghampiri kakeknya.
Kakek melihat Devan di belakang Asha.
"Kakek...ingin kalian berdua menikah.." Kakek terbata bata.
"Aku akan menikahi Asha kek.." Jawab Devan dengan cepat.
"Benarkah..kakek senang mendengarnya.." Kakek berusaha tersenyum dengan napas tersengal-sengal.
"Kalau begitu menikahlah sekarang juga.."
"Kakek ingin menjadi walinya.."
"Kakek..." Lanjut Asha.
"Baiklah kek..tunggu sebentar, saya akan menyiapkan semuanya.." Devan beranjak pergi dengan tergesa-gesa.
"Devan laki laki yang baik..dia akan menjaga kamu sepeninggal kakek.."
Asha hanya bisa mengangguk sambil berusaha menahan tangisnya.
"Ibumu.."
"Sudah kek..jangan membicarakan ibu.."
Kakek mengangguk.
"Dan rentenir itu.."
"Kakek..kalau aku menikah dengan teman kakek itu, rentenir itu tidak bisa menggangguku.."
Kakek tersenyum.
"Karena itulah kakek ingin kalian menikah secepatnya, sekarang juga.."
Tak lama, Devan masuk dengan beberapa orang, ada Yana dan Firman juga ada seorang bapak tua berpakaian seperti seorang ustadz.
Kedatangan mereka juga diiringi oleh beberapa dokter, rupanya Devan turut memanggil mereka untuk menjadi saksi pernikahan.
Ustad itu menghampiri Kakek. Menanyakan beberapa hal dan kemudian meminta agar pernikahan segera dimulai setelah meminta izin kepada Dokter.
Walaupun dengan napas tersengal-sengal, kakek yang bertindak menjadi wali nikah, begitu juga dengan Devan berhasil melafalkan ijab kabul dengan lancar, lalu diikuti ucapan sah dari para dokter dan perawat yang menjadi saksi.
Karena mendadak, Devan memberikan mas kawin uang sebesar satu juta rupiah, karena hanya itu uang tunai yang ada di dompetnya.
Suasana haru menyelimuti ruangan itu.
Kakek kembali menitipkan Asha kepada Devan, seperti memohon kakek meminta Devan untuk tidak meninggalkan dan menyakiti Asha.
"Dia sudah terlalu banyak menderita, bahagiakan dia.."
Devan mengangguk.
"Saya akan mengingat semua pesan kakek.."
Kakek kembali tidak sadarkan diri, Dokter meminta semuanya untuk kembali keluar, Asha yang menangis berjalan keluar dioegang oleh Yana.
Sesampainya diluar, Devan mengucapkan rasa terima kasihnya kepada Ustad yang menikahkan mereka tadi yang dibawa oleh Firman, suami Yana.
Untung saja, ketika Devan memintanya untuk mencari orang yang bisa menikahkan, Firman segera berlari ke masjid di samping rumah sakit itu, dan secara kebetulan Firman bertemu dengan ustad pengurus mesjid.
Asha kembali menangis sambil duduk, Devan menghampirinya.
Mereka duduk saling berdampingan, tapi sibuk dengan pikirannya masing masing.
"Apa yang sudah bapak lakukan..kenapa bapak mau menikahi saya..?" Tanya Asha terisak sambil menunduk.
Devan melihat Asha.
"Bukankah bapak akan menikah sebentar lagi.." Lanjut Asha.
"Jangan berpikir hal lain, sekarang yang terpenting adalah kakek.."
Asha terdiam mendengar jawaban Devan.
Tiba-tiba ponsel Asha berdering, Asha membuka tasnya dan mengambil ponsel di dalamnya.
"Nando..." Ucap Asha sembari melihat Devan.
"Katakan saja kamu ada kepentingan keluarga dan tidak bisa kembali lagi ke kantor.."
Asha mengikuti saran Devan.
Nando rupanya mengkhawatirkan keadaan Asha yang tadi pergi dengan tergesa-gesa sambil menangis.
Setelah mengatakan keadaannya baik baik saja, Nando akhirnya menutup teleponnya.
Namun kemudian ponsel Asha kembali berbunyi, kali ini dia mendapat panggilan dari Della.
Asha berdiri untuk menjawab panggilan Della, sama halnya dengan Nando, Della dan semua temannya rupanya juga mengkhawatirkan keadaan Asha.
Devan melihat Asha yang sedang berbicara lewat telepon dari kejauhan, rasanya seperti mimpi, dalam sekejap saja, wanita yang bekerja sebagai sekretarisnya itu kini telah menjadi istrinya.
Setelah ini, apa yang akan dilakukannya masih belum terpikirkan, bagaimana dengan pertunangan dirinya dan Angel dan rencana pernikahan yang sudah disusun oleh kedua keluarga.
Sebenarnya Devan tidak sempat memikirkan itu ketika dia memutuskan untuk menikahi Asha, dia hanya memikirkan kakek, permintaan kakek dan keinginan terakhirnya.
Ketika Asha baru saja menutup teleponnya, dia terkesiap melihat beberapa orang yang datang menghampirinya, seorang laki-laki dengan dua orang pengawal di belakangnya. Rupanya rentenir itu mengetahui keadaan kakek dan juga mengetahui bahwa ibu Asha telah kabur dengan membawa semua uang.
"Bos Martin.." Ucap Firman ternganga.
Yana mendekati suaminya ketakutan.
Martin menghampiri Asha yang berdiri mematung menyambut kedatangannya.
"Saya dengar keadaan kakek tidak sedang baik.. bagaimana keadaannya..?" Tanya Martin dengan mata jelalatan melihat Asha.
"Dan saya juga dengar, ibumu membawa kabur semua uang kalian.." Lanjut Martin disertai gelak tawa dan diikuti oleh dua orang dibelakangnya.
Asha masih berdiri mematung, melihat Martin dengan tatapan penuh kebencian.
"Jadi bagaimana kamu akan membayar semua hutang keluargamu..?" Martin masih dengan tertawa.
"Kecuali dengan kamu bersedia menikah denganku...aku akan........."
"Jauhi istriku.." Devan berjalan menghampiri Asha, menarik tangannya perlahan dan menghadang Martin, kini mereka saling berhadapan.
Martin yang kaget, mengernyitkan keningnya.
"Siapa kamu..?" Martin mengangkat wajahnya, bertanya dengan angkuh.
"Saya..suami Asha..." Devan sama sekali tak gentar.
Martin tertawa terbahak-bahak.
"Suami..?"
"Kalian mencoba membodohiku..?" Tanya Martin lagi masih dengan tertawa.
"Apa urusanmu dengan kakek dan juga Asha..?" Devan tak memperdulikan perkataan Martin.
"Itu urusan aku dan wanita ini, kamu tidak berhak mengetahuinya.." Martin mulai tersulut emosi.
"Sudah kubilang dia istriku sekarang, kami baru saja menikah, kakek sendiri yang menikahkan kami.."
Martin terdiam, melihat Yana dan Firman.
"Apa itu benar..?"
Yana dan Firman serentak mengangguk.
Martin terlihat sangat kecewa. Melihat Asha wanita yang dikaguminya telah menikah dengan orang lain.
Namun tiba-tiba dia tersenyum sinis.
"Baiklah.. kalau kamu suaminya, saya minta kamu bayar semua hutang-hutangnya.."
"Baiklah..saya akan membayarnya.. berapa hutangnya..?"
"Apa kamu sanggup..? hutangnya tidak sedikit.." Martin tersenyum meledek.
"Tidak..jangan.." Asha menarik lengan Devan.
"Anda tidak perlu ikut campur masalah hutang piutang ini.." Asha melihat Devan
"Saya yang akan membayar semua hutang keluarga saya.." Asha melihat Martin.
Martin kembali tergelak.
"Tapi saya minta waktu lagi.." Asha terdengar memohon.
"Katakan berapa hutangnya..?" Devan tidak memperdulikan Asha yang melarangnya ikut campur.
"Saya mohon, anda tidak usah ikut campur.." Asha menatap Devan.
"Berhenti mengatakan aku tidak boleh ikut campur, kamu adalah istriku sekarang, masalah kamu adalah masalahku juga.."