NovelToon NovelToon
Tumbal (Di Angkat Dari Kejadian Nyata)

Tumbal (Di Angkat Dari Kejadian Nyata)

Status: tamat
Genre:Misteri / Horor / Tamat
Popularitas:564
Nilai: 5
Nama Author: Rosy_Lea

Erik koma selama 3 Minggu, setelah jatuh & terjun bebas dari atas ketinggian pohon kelapa, namun selama itu pula badannya hidup & berinteraksi dengan keluarga maupun orang-orang di sekelilingnya, lalu siapa yang mengendalikan dirinya jika jiwanya sedang tak bersama raganya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rosy_Lea, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Guru spiritual

Haduuh ya Allah... Kalau mau ada drama jangan malem deh, pintaku dengan setulus hati. Aku nggak kuat ektingnya udah capek udah ngantuk..

Tapi kadang kenyataan tak sesuai dengan ekspektasi kita.. Ya kan??!

Walaupun aku berusaha tampil tenang, jaga sikap biar nggak ikut panik, tapi sumpah besty... bulu kudukku merinding semua.

Badanku dingin, tapi jidat keringetan.

Pak Su bilang panas, aku yang justru menggigil.

Mataku jelalatan, siapa tahu beneran ada karung isi padi yang cuma dia doang yang bisa lihat.

Hela napas panjang, aku dekati kakinya sambil baca doa dalam hati,

"Yaa Allah... lindungi hamba dari hal-hal gaib yang tak kasat mata,"

Tengah malam, suasana sunyi dan hening. Nggak ada lagi manusia yang hidup keluyuran di luar, namanya juga kampung, kalau udah malam ya sepi total.

Hawanya jadi makin berasa mistis, horornya dapet banget, besty… Untungnya lampu nggak ngadat. Coba kalau sempet kedip dikit aja, bisa-bisa pingsan duluan aku.

Aku coba dzikir sebisaku… apa aja aku baca sambil terus usap-usap kaki Pak Su. Hati kecilku bergetar, Ya Allah… ini sebenernya ada apa?.

Pak Su masih gelisah, nafasnya berat, keluhan panjang-pendek terus keluar dari mulutnya.

Lalu dia bicara lagi, suaranya lirih tapi bikin jantungku nyut-nyutan, "Ayuu… itu di depan ada berapa karung padi? Coba angkat… pindahin ke belakang."

Ya Allah… karung padi lagi?? Rasanya makin horor aja. Aku tarik nafas dalam, berusaha tetap tenang.

"Mbeeeb, ayo dzikir, mbeeb… ayo ikutin aku…" tuntunku sambil tetap usap-usap kakinya, berharap ini cuma gangguan sesaat, bukan yang aneh-aneh.

"A’udzu.. bikalimaatillahi.. taammaati.. min syarri maa kholaq…” aku berlindung dengan kalimat-kalimat Allah yang sempurna dari kejahatan makhluk yang di ciptakanNya.

Aku ucapkan perlahan, sambil terus mengusap kaki Pak Su.

Kutatap wajahnya yang masih gelisah, keringat dingin membasahi pelipisnya.

“Yuk, ikuti aku, Mbeeb… pelan-pelan aja.”

bisikku lirih.

Dengan suara berat dan napas tersengal, dia mulai mengikuti dzikirku…

satu-satu… pelan… gemetar… tapi ada harapan kecil di situ, semoga ini pertanda baik.

Mendengar kami belum tidur, mama mertua keluar dari kamar. Mungkin terganggu, beliau mendekat dan bertanya,

"Ada apa?"

"Ma… " kata Pak Su, "Ada karung padi di luar, pindahin ke belakang,"

"Ooh, padi," tanggap mama mertua, sambil celingukan. "Di mana? Di luar mana?"

"Di depan rumah, sebelah kanan, deket jalan," jawab Pak Su, masih dengan suara berat.

"Banyak? Berapa karung?"

Ya Allah… kenapa malah ditanggapi sih, batinku. Aku makin bingung antara mau ngakak atau horor.

"Ada tiga karung," sahut Pak Su yakin.

"Ooooh… ya udah, besok aja. Udah malem. Tidur-tidur!" kata mama mertua sambil balik badan.

Aku melirik gelas besar berisi air setengah, yang kata mama mertua itu air doa dari sesepuh. Kenapa ya, firasatku bilang ini ada kaitannya sama air itu...

Aku jadi bertanya, dosa nggak ya kalau aku suudzon? Tapi logikaku bilang, biasanya kalau dikasih obat harusnya makin membaik, apalagi ini air doa, minimalnya pasti bikin tenang. Lha kok malah jadi begini, yang katanya habis minum air doa atau mungkin air jampe-jampe ya??

Sesepuh itu di sini memang orang terpandang, orang yang terkenal serba bisa, dia guru spiritualnya sepupu pak Su.

Di kampung sini, setiap pengusaha atau orang sukses pasti punya guru spiritual, yang menguatkan mentalnya.

Nah, sesepuh ini sudah jadi guru besar di sini, namanya memang sudah terkenal.

Sesekali pikiran liarku berkelebat, apa bener kata orang-orang, suamiku dijadiin tumbal? Soalnya katanya, orang kaya biasanya butuh tumbal…

Tapi, biasanya tumbal itu kan sampai meninggal, ya? Aku juga nggak begitu paham. Tapi ini, pak Su juga hidup kaya raganya doang… Suaranya masih ada, matanya kadang terbuka, tapi rasanya bukan suamiku yang biasa aku kenal.

Mama mertua balik lagi ke kamar, dan aku? Masih berdzikir…

"Panas, Yu..." keluh Pak Su lagi, suaranya lirih tapi penuh beban.

"Ya udah, ayo dzikir lagi. Ayo ikutin aku, ya..."

Aku tuntun lagi dia berdzikir, pelan-pelan, suaraku berusaha tetap tenang meski hati deg-degan. Sesekali dia masih mengeluh sambil mengerang.

"Aaaduuh... berat!" pekiknya tiba-tiba, bikin jantungku hampir copot.

"Ayuuu, itu bambu ngapain ada di kaki... berat, Ayu!" katanya lagi sambil terengah-engah, napasnya berat.

Innalillahi…

Kenapa malah makin menjadi-jadi ya Allah…

Allahu Akbar…

Mana yang masih hidup dan waras di sini tinggal aku doang. Mama mertua? Udah balik lagi ke kamar, malah cuek kayak nggak ada apa-apa.

Akhirnya aku beranjak ke dapur sambil komat-kamit dzikir, agak dikerasin, biar suasana nggak senyap mencekam. Minimal kedengeran rame lah, walaupun suara rame-nya dari mulut sendiri.

Jujurly... aku jalan sambil celingukan, merinding, gemeteran.

Sumpah, kalau ada tikus nongol tiba-tiba, pasti aku udah jerit sambil loncat kaya orang kesurupan.

Sampai dapur, aku buru-buru ambil wudhu. Habis itu, langsung ke kamar pake mukena atasan aja, nggak sempat mikir bawahannya, yang penting balik lagi ke deket Pak Su. Biar kalau ada apa-apa, aku udah siap lahir batin.

Aku satukan tanganku di depan wajah, tarik napas pelan, lalu mulai baca Al-Fatihah, lanjut Ayat Kursi, terus three Qul, Qulhu, Al-Falaq, An-Naas. Nggak lupa aku sematkan juga sholawat, biar makin adem dan berkah suasana.

Selesai baca, aku tiup pelan ke telapak tanganku, lalu aku usap-usapkan ke seluruh tubuh Pak Su, dari kepala sampai kaki, sambil dalam hati terus berdoa semoga semua rasa nggak enak itu pergi.

Habis itu, aku ambil kain kecil, lalu aku kibas-kibasin ke sekitar tempat tidur Pak Su sambil baca “Bismillah…” terus-menerus. Kaya lagi ngusir hawa-hawa nggak jelas gitu. Suasana makin hening, tapi jujur, jantungku masih kerja keras.

Aku ambil air minum yang baru, terus pelan-pelan aku minumin ke Pak Su. Setelah itu, aku usap-usap kepalanya, lalu bilang pelan,

“Bobo ya, Mbeeb… merem dulu, ini udah malem banget, bentar lagi udah pagi.”

Aku paksa dia buat rebahan tenang, walaupun matanya masih sesekali melirik gelisah. Tapi aku terus ngebujuk, semoga aja dia bisa tidur dan malam ini benar-benar berakhir damai.

Pak Su masih kelihatan belum sepenuhnya tenang, tapi Alhamdulillah mau nurut juga, pelan-pelan dia coba merem.

Sementara itu aku lanjut tilawah. Ya udah kadung pakai mukena, sayang kan kalau langsung tidur.

Nggak terasa beberapa ayat udah aku lewatin, terus aku tengok Pak Su, Alhamdulillah, dia kelihatan lebih tenang, suara dengkuran halus mulai terdengar. Ya Allah… rasanya lega banget.

Akhirnya aku rebahan pelan di samping Pak Su, dan ikut memejamkan mata.

1
Odette/Odile
Hebat deh penulisnya!
ナディン(nadin)
Dapet insight baru dari cerita ini
Rosy_Lea: Alhamdulillah, semoga insight-nya bermanfaat ya besty.. dan bisa jadi penguat juga buat jalanin hari-hari 💖✨
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!