Awalnya Erina Jasmin di tuduh mencuri dompet milik pelanggan di kafe di mana dia bekerja. Dia di laporkan oleh manajer kafe dan di pecat oleh atasannya. Erina kesal karena di tuduh mencuri dompet milik pelanggan yang ternyata Erika Gladys perempuan pemilik dompet itu.
Alih-alih tidak di laporkan pada polisi, Erina di tawari sebuah kesepakatan untuk menjadi istri pengganti seorang kaya. Dia awalnya menolak, tapi karena Erika Gladys menawarkan uang banyak untuk membantunya membiayai ibunya dalam pengobatan di rumah sakit.
Karena wajah Erina Jasmin dan Erika Gladys sangatlah mirip bagai di pinang di belah dua. Maka misi yang di tugaskan Erika pada Erina pun di jalankan, menjadi seorang istri dari Kenzio Pahlevi Abraham. Lalu, apa intrik masalah yang akan di hadapi oleh Erina setelah menjadi istri pengganti Erika yang hidupnya memang untuk bersenang-senang saja dengan beberapa selingkuhannya.
Dan apakah Erina dan Erika sebenarnya saudara kembar?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ummi asya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
17. Sikap Yang Baik
Erina masuk lebih ke dalam, tatapan kaget dan juga marah Nadia sungguh membuat Erina takut. Apa lagi Ken, laki-laki tampan yang juga dingin sikapnya meski sangat mencintai istrinya Erika.
Dia berjalan terus mendekati keduanya, dengan sikap tenang menatap Nadia. Memperhatikan wajah gadis itu sampai ke bawah, penampilan yang mencolok bahkan belahan dada tampak terlihat. Erina tersenyum miring.
"Nona Nadia, anda seorang gadis yang sangat cantik dan pintar. Apa seperti ini sikapnya pada sepupumu?" tanya Erina, tentu saja membuat Nadia kaget.
"Erika diamlah, dia sepupuku. Kenapa kamu marah?" tanya Ken.
"Sepupu yang tidak pantas mendekati sepupunya untuk bermesraan." jawab Erina.
"Kamu cemburu pada sepupumu ini? Hah, seorang Erika cemburu pada saudaranya. Aneh sekali," Nadia menimpali dengan sinis.
Dia berdiri dan mendekat pada Erina, menatapnya tajam seakan menantang dirinya. Erina tidak tahu sikap seperti apa yang di tunjukan Erika pada Nadia, dia diam mengamati.
Ken yang sejak tadi malas berdebat kini ikut berdiri dan menarik tangan Erina menjauh dari Nadia. Karena dia berpikir Erika pasti akan menampar Nadia jika sudah berseteru dengan sengit seperti itu.
"Sudahlah Erika, kamu sebaiknya kembali ke kamar. Dan Nadia, kamu pulang saja. Nanti supir akan mengantarmu pulang," kata Ken.
"Aku ingin kamu yang mengantarku pulang, Ken."
"Nadia, aku lelah. Mengertilah aku," ucap Ken.
Nadia menatap wajah Ken, dia memang melihat laki-laki itu terlihat lelah. Lalu bergantian menatap Erina dengan wajah penuh kekesalan.
Lalu gadis itu mengambil tasnya dan segera pergi dari ruangan itu, Erina menatap kepergian Nadia dengan lega. Karena saat ini tangannya masih di pegang oleh Ken.
"Mau apa kamu datang kesini?" tanya Ken membuat Erina menoleh dan terkejut.
Iya, dia mau apa datang ke ruangan itu? Gumamnya dalam hati.
Dia menunduk memikirkan jawaban apa yang akan di sampaikan.
"Erika, kenapa kamu pulang?" tanya Ken lagi.
Kali ini tangan Erina di tarik dan menghadap padanya, keduanya saling berhadapan. Erina gugup, tapi dia mencoba tenang.
Adegan seperti ini dia sering lihat di film-film romantis, jika dia mampir mungkin setelah sekolah SMA akan meneruskan kuliah di kesenian. Mengikuti sanggar teater, tapi sayangnya ibunya sakit dan tidak bisa bekerja. Jadi setelah lulus SMA dia langsung bekerja.
"Erika."
Ucapan Ken membuyarkan lamunan Erina, dia menatap Ken lalu menunduk lagi dan menarik napas panjang.
"Ini sudah malam, suamiku. Apa kamu mengerti ketika seorang laki-laki dengan perempuan malam-malam akan terjadi apa? Kamu memiliki istri, untuk apa bicara dengan Nadia begitu akrab?" tanya Erina.
Ken menatapnya heran, sikap istrinya itu tentu saja berbeda dari biasanya. Yang biasanya berbicara angkuh dan tidak mau berkata lembut, tapi kali ini. Sikap Erika berbeda lebih lembut, apa lagi setelah berdebat dengan Nadia.
"Ya aku tahu, tapi dia sepupuku. Kamu jangan marah padanya," kata Ken lagi.
"Bahkan seorang sepupu pun berani mendekati istri dari sepupunya. Apa dia berniat jadi pelakor? Kamu lemah," ucap Erina dengan tenang.
Lagi-lagi membuat Ken kaget, ada rasa kesal dari ucapan Erina itu. Meski dia sering sekali mendapatkan kalimat kasar oleh Erika, tapi kali ini meski kesal dia hanya diam saja.
"Sudahlah, jangan membahas itu lagi. Malam ini aku tidak akan tidur di kamar, kamu kembali saja sendiri," ucap Ken kembali duduk di kursi kerjanya.
Erina hanya menatap Ken saja, tapi kemudian dia berbalik tanpa bicara apa pun. Dia juga bingung harus berucap apa lagi, tapi dia senang Ken tidak pergi ke kamarnya lagi. Jadi, Erina merasa aman tidak perlu lagi bersikap tegang dan gelisah.
_
Sudah satu Minggu Erina menjadi Erika di rumah besar itu, memperhatikan apa yang terjadi di rumah tersebut. Awalnya dia mengira memang keluarga Erika itu baik-baik saja dan selalu hangat di setiap waktu.
Tapi ternyata, Ken selalu bersikap dingin padanya. Tapi itu menguntungkannya agar bisa bermain peran dengan baik, mungkin memang Ken itu masih marah pada Erika.
Erina sedang duduk di ruang keluarga menemani Gio nonton tv, sambil menonton tv Erina juga bercanda ria dengan anak laki-laki itu.
"Di sekolah bagaimana? Apa senang?" tanya Erina memulai percakapan.
"Hari ini kurang baik ma, temanku tidak masuk sekolah," jawab Gio.
"Kenapa? Apa karena sakit?" tanya Erina lagi.
"Tidak. Dia mau pindah ke sekolah lain," jawab Gio.
"Oh begitu, tapi kamu jangan sedih sayang. Kan ada teman yang lainnya," kata Erina.
"Ngga bisa ma, temanku itu yang selalu bantu aku, selalu bela aku," kata Gio.
"Membela?"
"Iya. Mereka itu selalu mengolok-olok aku ngga punya mama. Padahal mama kan ada," ucap Gio sedih.
"Kenapa begitu?"
"Karena dulu mama ngga mau mengantar ke sekolah, aku selalu di antar supir dan mbok Lela," jawab Gio lagi.
Erina diam, menarik napas panjang. Lalu tersenyum kecil, tangannya mengelus kepala Gio dengan pelan.
"Besok mama antar ke sekolah, bagaimana?" tanya Erina dengan tersenyum.
"Benar ma?"
"Iya, benar."
"Asyiik. Aku di antar sekolah sama mama, asyiik!"
Gio berteriak riang, Erina masih tersenyum kecil. Tangannya membelai rambutnya lalu kembali diam.
"Emm, kalau mama mengantarku ke sekolah. Bagaimana dengan kerjanya?" tanya Gio ragu.
"Mama berhenti kerja sementara. Nanti setiap hari mama antar kamu ke sekolah, ya selain papa yang antar," kata Erina.
"Waah, benarkah?"
Erina hanya mengangguk, Gio berdiri dan berlari-lari kecil karena kegirangan. Dia terus mengucapkan kata mama dengan riang, Tita yang baru datang itu merasa heran dengan Gio.
"Den Gio kenapa nyonya?" tanya Tita.
"Dia senang besok aku yang antar ke sekolah," jawab Erina.
"Oh ya? Tapi, apa nyonya tidak keberatan?" ragu Tita bertanya, menatap Erina penasaran.
"Memangnya kenapa? Bukankah wajar seorang ibu mengantarkan anaknya sekolah?"
"Iya sih, tapi biasanya nyonya selalu tidak mau kalau mengantar sekolah den Gio. Nyonya selalu beralasan pergi kerja, padahal kan..."
"Apa?"
"Eh, tidak nyonya. Tapi kalau nyonya mengantar den Gio ke sekolah, itu pasti kemajuan. Soalnya nyonya selalu beralasan kerja," ucap Tita.
"Aku tidak kerja, jadi aku akan selalu mengantar Gio ke sekolah."
Tita diam saja, dia heran dengan sikap baik Erika akhir-akhir ini setelah pulang dari liburan selama dua bulan lebih.
Erina bangkit dari duduknya dan menghampiri Gio, menemaninya bermain setelah menonton tv, Tita masih heran dengan sikap Erina tersebut. Tapi dia lalu melangkah pergi menuju dapur.
"Biarlah nyonya Erika berubah jadi baik, itu akan lebih baik bagi rumah ini."
bagaimana kl mereka jatuh hati...
sampai kapan bs menghindar dr hubungan suami istri?
ato Nadia?