NovelToon NovelToon
Kakakku, Kekasih Suamiku

Kakakku, Kekasih Suamiku

Status: sedang berlangsung
Genre:Pelakor / Pelakor jahat / Nikahmuda / Poligami / Penyesalan Suami / Selingkuh
Popularitas:3.2k
Nilai: 5
Nama Author: Dini Nuraenii

Pernikahan Adelia dan Reno terlihat sempurna, namun kegagalan memiliki anak menciptakan kekosongan. Adelia sibuk pada karir dan pengobatan, membuat Reno merasa terasing.
​Tepat di tengah keretakan itu, datanglah Saskia, kakak kandung Adelia. Seorang wanita alim dan anti-laki-laki, ia datang menumpang untuk menenangkan diri dari trauma masa lalu.
​Di bawah atap yang sama, Reno menemukan sandaran hati pada Saskia, perhatian yang tak lagi ia dapatkan dari istrinya. Hubungan ipar yang polos berubah menjadi keintiman terlarang.
​Pengkhianatan yang dibungkus kesucian itu berujung pada sentuhan sensual yang sangat disembunyikan. Adelia harus menghadapi kenyataan pahit: Suaminya direbut oleh kakak kandungnya sendiri.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dini Nuraenii, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 5

Pagi hari terasa sunyi, bukan karena damai, melainkan karena dua insan yang tidur di kamar utama itu menahan kata-kata yang harusnya terucap.

Reno terbangun dengan lengan mati rasa karena semalam ia tidur memunggungi Adelia. Ia melirik Adelia yang sudah rapi, terlihat segar meski wajahnya memancarkan kelelahan emosional.

Adelia, yang menyadari suasana dingin itu, sudah menunggu di meja makan saat Reno turun.

Suasana sarapan tidak lagi diselimuti keheningan yang mewah, melainkan kehati-hatian yang penuh pertimbangan.

"Mas," panggil Adelia, suaranya lembut. Ia bangkit, berjalan mendekat, dan meraih tangan Reno. Ia menggenggam tangan Reno dengan kedua tangannya, sebuah gestur yang menunjukkan kepedulian yang mendalam.

"Aku minta maaf soal dua hari ini. Aku terlalu tegang dengan program dan target butik, sampai lupa kamu juga butuh perhatian."

Reno menatap mata istrinya. Ia melihat kejujuran di sana. "Aku tahu, Sayang. Aku juga minta maaf sudah membentakmu."

"Aku sudah bicara dengan Kakak," lanjut Adelia. "Aku minta maaf soal Tempe itu. Aku sudah bilang ke Kakak kalau dia boleh masak apa saja yang dia mau di dapur, asalkan dia tidak memaksamu makan makanan yang melanggar dietmu.

Justru aku malah senang kalau Kakak bisa menghidupkan suasana di dapur dan membantuku."

Reno merasakan sentuhan dingin merayap di hatinya.

Kelegaan yang ia rasakan seharusnya besar, tetapi rasanya hampa. Ia hanya mengangguk, menyembunyikan kekecewaan bahwa perbaikan hubungan mereka harus melalui izin dan pengaturan jadwal.

"Terima kasih, Sayang. Kakak Ipar memang tulus," kata Reno.

"Dia hanya ingin membantuku."

Adelia kemudian tersenyum, senyum profesionalnya kembali, seolah telah menuntaskan satu masalah dalam daftar panjangnya.

"Nah, kalau begitu, aku harus cepat berangkat. Aku ada pertemuan penting pagi ini. Tapi Mas... jangan lupa nanti sore aku sudah atur jadwal kita untuk menonton bioskop. Aku sudah pesan tempat di restoran baru. Kita perlu kencan lagi, Mas, agar kita bisa rileks."

Adelia mencium pipi Reno singkat, gerakannya tergesa-gesa. Perhatiannya tulus, tetapi selalu terbungkus rapi dalam jadwal yang ketat.

Setelah itu, Adelia bergegas pergi, meninggalkan Reno sendirian di meja makan, dengan rasa kopi yang terasa pahit di lidahnya.

Siang itu, Reno memutuskan untuk bekerja dari rumah di ruang kerjanya, sebuah ruangan yang jarang ia gunakan karena ia lebih sering menghabiskan waktu di kantor.

Adelia ingin agar dia lebih rileks, dan ia menuruti permintaan itu.

Pekerjaan desain arsitekturnya terasa jauh lebih lancar hari itu. Namun, fokus Reno terganggu oleh suara-suara dari ruang tengah. Bukan suara musik atau televisi, melainkan suara gesekan dan aktivitas yang teratur.

Ia penasaran.

Reno membuka sedikit pintu ruang kerjanya. Ia melihat Saskia.

Saskia sedang merapikan rak buku di ruang tengah. Ia mengenakan gamis rumahan berwarna hijau muda yang terlihat longgar, rambutnya disanggul asal-asalan di balik jilbab rumahan yang menutupi leher dan dada.

Ia tidak terlihat seperti wanita kota yang modis, melainkan seperti wanita desa yang lembut, telaten, dan rajin.

Saskia terlihat sangat teliti. Ia tidak hanya membersihkan debu di buku-buku lama, tetapi menyusun kembali koleksi Reno berdasarkan sub-topik dan tahun penerbitan.

Ia bahkan menyampul ulang beberapa buku penting Reno yang mulai robek di bagian pinggirnya.

Reno tertegun.

Adelia memang menyewa orang khusus untuk merapikan, tetapi Adelia sendiri tidak pernah tahu koleksi buku Reno sebanyak ini, apalagi menyampulnya. Ini adalah pekerjaan yang dilakukan dengan hati.

Reno keluar dari ruangan, berdiri di ambang pintu, mengagumi pemandangan itu.

"Kak," panggil Reno, suaranya rendah.

Saskia menoleh, wajahnya terkejut. Ia segera menyeka sedikit keringat di pelipisnya dengan punggung tangan.

"Astaga, Reno! Maafkan aku, aku pasti mengganggu," katanya, refleks menggunakan nama "Reno" tanpa canggung lagi.

Panggilan itu terasa aneh, tetapi ia berusaha membiasakan diri.

"Tidak, Reno. Tidak sama sekali," jawab Reno, berjalan mendekat, pandangannya tidak lepas dari susunan buku yang rapi itu. "Kamu yang merapikan semua ini?"

"Iya, Reno. Adelia bilang aku boleh bantu-bantu di rumah, daripada aku melamun saja di kamar. Aku melihat buku-buku ini berantakan, dan beberapa sudah kotor. Jadi kupikir sekalian saja," jelas Saskia, nadanya tulus tanpa mengharapkan pujian.

"Aku menemukan beberapa buku pentingmu yang terselip di bawah tumpukan majalah lama."

Reno meraih salah satu buku arsitektur tua di rak paling bawah.

"Buku ini... aku sudah mencarinya seminggu ini. Aku lupa meletakkannya."

"Aku menemukannya di sana, di dekat sofa. Aku pikir itu penting, jadi kutaruh di depan," kata Saskia.

Ia kemudian mengambil lap dan membersihkan permukaan meja kayu yang ia gunakan untuk bekerja.

Reno menatap Saskia, tatapannya terlalu lama. Ia mengagumi betapa Saskia bisa melihat hal-hal kecil yang tersembunyi, hal-hal yang tidak disadari Adelia, yang terlalu sibuk dengan hal-hal besar seperti bisnis dan program kehamilan.

Ia menghargai detail, dan Saskia memberikan detail itu.

"Kamu... teliti sekali, Kak," puji Reno. Ia kemudian menyentuh buku itu. Tangannya tidak sengaja menyentuh punggung tangan Saskia, saat mereka sama-sama ingin meraih lap.

Saskia segera menarik tangannya, gerakannya sangat cepat. Jantungnya berdebar kencang. Ia tahu sentuhan ini, meskipun sekilas, salah.

"Mas... Reno," ralat Saskia, suaranya sedikit tercekat karena gugup.

"Aku... harus ke dapur. Sudah waktunya aku menyiapkan teh untukmu. Apa kamu mau yang hangat?"

Saskia berbalik cepat. Reno tahu Saskia menghindar, dan ia mengerti. Batasan fisik itu masih ada. Namun, kegugupan Saskia, wajahnya yang merona, justru terasa manis di mata Reno, sebuah reaksi murni yang sudah lama tidak ia dapatkan.

Reno hanya bisa menghela napas. Ia tidak menghentikan Saskia. Ia kembali ke ruang kerjanya, tetapi kini, ia tidak bisa fokus pada pekerjaannya.

Pikirannya dipenuhi gambaran Saskia yang telaten dan rona merah di pipinya.

Sore hari menjelang waktu kencan. Adelia pulang lebih awal, membawa bunga mawar merah yang harum.

"Mas! Aku sudah siap! Cepat mandi," seru Adelia ceria, nadanya terdengar seperti seorang gadis remaja yang bersemangat.

Ia melangkah ke ruang kerja Reno, mencium suaminya sekilas. "Aku pesan makanan Italia, kita coba restoran baru yang lagi viral itu."

Reno tersenyum, ia menghargai usaha ini. "Iya, Sayang. Aku mandi sekarang."

Saat Reno melewati dapur, ia melihat Saskia sedang membersihkan meja setelah menyiapkan teh untuknya.

"Kak, aku keluar dengan Adelia sekarang," kata Reno.

"Oh, iya, Reno. Selamat bersenang-senang," jawab Saskia, sambil mengelap meja dengan hati-hati.

Tiba-tiba, Adelia muncul di belakang Reno, memeluk pinggang suaminya erat-erat. Ia sengaja menunjukkan kemesraan itu di depan Kakak Iparnya sebagai bentuk penegasan dan penebusan kesalahannya.

"Kakak," panggil Adelia, nadanya santai dan hangat, menunjukkan bahwa hubungan mereka baik-baik saja. "Nanti malam Mas Reno aku pinjam ya. Kita mau kencan lagi, Kak. Kakak jangan sungkan ya di rumah, santai saja. Kalau mau pesan makanan, pesan saja, jangan repot-repot masak."

Saskia tersenyum tulus. "Tentu sayang. Kalian bersenang-senang. Aku akan tinggal di sini saja, merapikan beberapa dokumen dan menyusun arsip lama Mas Reno."

Saat itu, Reno merasakan Adelia memeluknya erat. Namun, Reno menyadari satu hal Adelia yang mengajaknya kencan adalah Adelia yang terpaksa menjadwalkan romantisme dan mengatur setiap tindakan.

Sementara Saskia, ia memanggilnya "Reno" di depan Adelia, dengan nada yang tenang dan alami, seolah itu adalah nama yang sudah akrab mereka gunakan sejak lama. Ia juga melakukan kebaikan tanpa diminta.

Perbedaan itu terasa sangat kontras, menciptakan dilema yang semakin dalam di hati Reno.

Ia menghargai upaya Adelia, tetapi hatinya sudah mulai terasa berat dan terdistraksi. Di satu sisi, ada cinta yang terorganisir, di sisi lain, ada kenyamanan yang spontan dan murni.

Malam itu, Reno pergi berkencan dengan istrinya, tetapi pikirannya justru mengingat detail-detail kecil sentuhan singkat di rak buku, rapihnya susunan buku, dan wajah Saskia yang merona saat dipanggil "Kak".

Ia memegang tangan Adelia di dalam bioskop, tetapi hatinya mulai condong pada sandaran emosional yang ia temukan di rumah.

1
Dew666
Up juga nih… yg banyak up nya penasaran kapan Adel tau pengkhianatan mereka
Ibu negara
aku kok masih bingung
Dew666
Kapan Adelia tau perselingkuhan mereka 😭😭😭
Dew666
Poor Adelia 😭😭😭
Dew666
👄👄👄👄👄
Dew666
Kasian Adelia 😭😭😭😭😭
Dew666
Kapan Adel tau perselingkuhan mereka😭😭😭
Dew666
Lanjut… kapan Adel tau kebusukan mereka?
Dew666
Lanjut… ayo langsung ketauan aja, biar Adelia gak d bohongi lama-lama, kasian Adelia..
Dew666
🍒🍒🍒
Dew666
Kasian Adelia….
Dew666
😍👍
Dew666
😍😍😍
Dew666
Kalian berdua jahat👹
Dew666
🌻❤️
Dini Nuraeni: Terimakasih sudah mampir kak😍
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!