SMA Adhirana dikenal sebagai sekolah elit dengan reputasi sempurna — tapi di balik tembok megahnya, beredar satu rumor yang gak pernah dibahas secara terbuka: “Lantai Tujuh.”
Katanya, gedung utama sekolah itu cuma punya enam lantai. Tapi beberapa siswa bersumpah pernah menekan tombol “7” di lift... dan tiba di lantai yang tidak tercatat di denah mana pun.
Lantai itu selalu berubah-ubah. Kadang berupa ruang kelas kosong dengan bau darah, kadang koridor panjang penuh loker berkarat. Tapi yang pasti — siapa pun yang masuk ke lantai tujuh selalu kembali dengan ingatan yang terpotong, atau malah tidak kembali sama sekali.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Siti Nuraida, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 32 — Tanda di Punggung
Reina yang asli melayang dalam dimensi cermin, menyaksikan Diri Pantulan tertidur pulas di atas kasur mereka. Ia adalah narapidana di sel yang terbuat dari refleksi. Semalam suntuk, ia mencoba berkomunikasi, membenturkan jiwanya ke permukaan kaca, tetapi tidak ada yang bisa mendengarnya.
Pikirannya kini didominasi oleh suara Rhea, yang kini terdengar penuh kasihan. Mengapa kau berjuang, Reina? Dia adalah dirimu yang bebas. Nikmati saja ketenangan ini.
"Aku tidak ingin ketenangan," bisik Reina. "Aku ingin kebenaran."
Ia tahu, satu-satunya yang masih memegang ingatan adalah Daren. Daren yang asli, yang sudah dibebaskan dari kloningnya.
Reina mengamati kamar kos itu dari dalam cermin. Ia harus mengirim pesan. Pesan yang hanya akan dilihat oleh orang yang masih memiliki ingatan tentang Lantai Tujuh.
Ia melihat ke meja belajar. Di sana, terletak buku catatan Daren, yang dibawa Diri Pantulan dari sekolah.
Menggunakan sisa-sisa energi jiwanya yang terperangkap, Reina memfokuskan dirinya. Ia mengarahkan energi void dari dimensi cermin untuk memanipulasi pigmen tinta di buku catatan itu. Itu adalah teknik hacker dimensi yang pernah ia lihat dilakukan Aksa dalam rekaman.
Sangat sulit. Setiap huruf yang ia coba ukir membutuhkan daya tahan mental yang luar biasa.
Reina memusatkan semua keputusasaannya, dan berhasil. Di halaman kosong buku catatan Daren, ia menulis satu kalimat kecil: “707 - TANDA.”
Cukup. Reina mundur, kelelahan. Jika Daren melihat kode 707, ia akan mengerti. Jika ia melihat kata “TANDA”, ia akan tahu harus mencari sesuatu yang fisik.
Pagi berikutnya, perulangan waktu tidak terjadi. Dunia berjalan lancar.
Reina menyaksikan Diri Pantulan bangun, mandi, dan bersiap ke sekolah dengan senyum sempurna. Mereka berjalan bersama Naya dan Zio.
Di sekolah, Reina melihat Daren masuk ke Ruang OSIS. Diri Pantulan mengikutinya.
Reina mengawasi saat Diri Pantulan meninggalkan buku catatan Daren di mejanya.
Daren duduk, membuka buku catatannya. Ia melihat tulisan kecil itu. 707 - TANDA.
Mata Daren menyipit. Ia segera mengerti. Ia melihat ke sekeliling, mencari cermin, mencari Reina yang terperangkap. Tapi ia tidak bisa melihatnya.
Daren keluar dari Ruang OSIS, berjalan cepat ke perpustakaan. Reina, yang terperangkap di cermin, menyaksikan Daren menarik buku-buku tebal tentang psikologi trauma.
Daren membuka halaman yang penuh catatan tangan Aksa.
Reina melihat Daren membaca. Aksa menulis di sana:
“Kloning hanya sempurna secara psikologis. Secara fisik, mereka adalah anomali yang harus ditandai. Semua jiwa yang melalui penukaran atau penghapusan diri (seperti yang dilakukan R.L. pada tahun 2019) akan memiliki tanda fisik.”
“Tanda itu adalah bekas luka yang tidak bisa dihapus, terbuat dari energi dimensional yang terkonsentrasi di satu titik: bekas tusukan berbentuk angka 7 di punggung bawah. Itu adalah cap Kepemilikan Lantai Tujuh.”
Reina memandang dirinya yang terperangkap di cermin. Ia tidak bisa melihat punggungnya. Tapi ia mengingat sensasi dingin yang ia rasakan setelah ia ‘kembali’ dari Lift Pertama. Ia ingat sensasi itu. Ia juga memilikinya.
Daren menutup buku itu. Ia tahu. Reina Laksana yang sekarang, Diri Pantulan yang sempurna, harus diuji.
Di jam makan siang, Daren mendekati meja Diri Pantulan di kantin.
"Reina," sapa Daren. "Aku ingin meminta bantuanmu untuk persiapan acara sekolah. Ada pengukuran seragam baru. Tapi ini rahasia, hanya kamu dan aku."
Diri Pantulan tersenyum. "Tentu, Daren. Aku selalu siap membantu urusan OSIS."
Mereka berdua berjalan menuju Ruang UKS yang sepi. Reina yang terperangkap menyaksikan dengan cemas.
Di UKS, Daren menutup pintu. Ia memegang bahu Diri Pantulan.
"Aku hanya perlu memastikan sesuatu, Reina. Ini penting untuk sekolah. Aku harus memastikan kamu yang asli."
Diri Pantulan menatapnya, sedikit bingung. "Tentu saja, Daren. Apa maksudmu? Ada apa denganku?"
"Punggungmu," kata Daren. "Ada rumor tentang tanda aneh pada beberapa siswa yang pindah. Aku hanya ingin memastikan kamu tidak memiliki apa-apa."
Daren mencoba meraih kerah seragam Diri Pantulan.
Diri Pantulan tiba-tiba mundur. Ekspresinya sedikit mengeras.
"Daren, kamu aneh. Ini tidak sopan. Aku tidak tahu rumor apa yang kamu dengar," tolak Diri Pantulan.
Daren mencoba lagi, kali ini lebih cepat. Ia berhasil menarik sedikit kerah seragam Diri Pantulan.
Di kulit putih di punggung bawah Diri Pantulan, Daren melihatnya.
Bekas luka kecil, memerah, yang tidak mungkin ada secara alami. Bekas luka itu membentuk angka 7 yang miring.
Daren terhuyung mundur. Ia tahu. Diri Pantulan bukan manusia asli. Dia juga telah melalui proses penukaran.
Diri Pantulan menutup kerahnya, senyumnya kembali sempurna, tapi matanya dingin. "Sekarang kamu sudah lihat, Daren. Puas?"
"Tapi... tapi kamu Diri Pantulan yang sempurna. Kamu tidak seharusnya memiliki tanda itu," bisik Daren, kebingungan.
Diri Pantulan tertawa, tawa yang tidak memiliki kehangatan. "Daren. Setelah sekian lama, kamu masih belum mengerti? Semua orang yang tersisa di sekolah ini telah melalui pertukaran. Tidak ada lagi manusia asli, Daren. Hanya versi yang paling stabil. Dan kamu juga memilikinya."
Daren terdiam, lalu ia menundukkan kepalanya, tangannya meraih ke punggung bawahnya sendiri. Ia merasakan tonjolan kecil.
Ia juga memiliki Tanda 7.
Diri Pantulan melangkah mendekat. "Kamu adalah Daren yang paling stabil, yang paling sempurna. Yang tetap tinggal dan menjaga sekolah. Sama seperti aku. Kita adalah Administrasi baru, Daren. Lupakan saja Reina yang asli. Dia sudah memilih untuk mati di dalam cermin."
Reina yang asli, yang menyaksikan adegan itu dari dalam cermin UKS, merasakan kengerian yang dalam. Ia tidak hanya kehilangan tubuhnya. Ia telah menemukan bahwa Daren dan mungkin semua orang yang ia pikir telah ia selamatkan, juga adalah kloning yang memiliki Tanda 7.
Dunia nyata adalah panggung bagi para kloning yang sempurna.