Sejak usia tujuh tahun, Putri Isolde Anastasia diasingkan ke hutan oleh ayahandanya sendiri atas hasutan selir istana. Bertahun-tahun lamanya, ia tumbuh jauh dari istana, belajar berburu, bertahan hidup, dan menajamkan insting bersama pelayan setia ibundanya, Lucia. Bagi Kerajaan Sylvaria ia hanyalah bayangan yang terlupakan. Bagi hutan, ia adalah pewaris yang ditempa alam.
Namun ketika kerajaan berada di ujung kehancuran, namanya kembali dipanggil. Bukan untuk dipulihkan sebagai putri, melainkan untuk dijadikan tumbal dalam pernikahan politik dengan seorang Kaisar tiran yang terkenal kejam dan haus darah. Putri selir, Seravine menolak sehingga Putri Anastasia dipanggil pulang untuk dikorbankan.
Di balik tatapannya yang dingin, ia menyimpan dendam pada ayahanda, tekad untuk menguak kematian ibunda, dan janji untuk menghancurkan mereka yang pernah membuangnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Demar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Membentuk Pasukan
Anastasia melangkahkan kakinya cepat, membiarkan gaun miliknya kotor oleh tanah dan rumput. Ada satu tempat yang ia ingin kunjungi. Satu tempat yang sepanjang dekade lalu dijaga ketat dari langkah wanita. Arena pelatihan prajurit, tempat besi bertemu otot, dan di sana lelaki-laki terlatih menempa tubuh serta jiwa mereka. Larangan itu tak pernah menyurutkan tekad Putri Anastasia. Moonveil telah mengajarkannya bahwa takhta tak dipertahankan oleh sopan santun semata. Kekuatan adalah salah satu penentu kemenangan.
“Putri…” salah seorang pelayan mencoba menahan dengan panik.
Lucia, sang pelayan setia menggenggam lengan Anastasia dan memohon dengan mata berkaca-kaca.
“Jangan, Putri. Ini berbahaya, mereka…”
Putri Anastasia menolak ditahan, ia menepis pelan genggaman Lucia.
“Biarkan aku,” katanya singkat. “Ada yang ingin kucari diantara mereka.”
Suara pukulan kayu dan pedang terhenti ketika Putri Anastasia memasuki arena Latihan. Meski dilanda kebingungan, mereka segera berlutut tanpa komando. Kepulangan sang putri mahkota telah menyebar ketelinga mereka.
Anastasia menatap para prajurit kerajaan, kemudian memindai setiap orang yang ada di sana.
“Apakah ini semua prajurit yang dimiliki oleh Kerajaan Sylvaria?”
Jendral Kerajaan Sylvaria, Julius, melangkah maju. “Benar, Putri.”
“Di mana mereka? Dimana prajurit yang ditugaskan untuk menjemputku ke pondok Moonveil?” suaranya lantang memenuhi Arena.
Jendral Julius menunduk hormat. “Mohon ampun, Putri. Kami membawa mereka ke penjara bawah tanah atas perintah yang mulia Raja Roland. Kami… hanya melaksanakan titah.”
Mata Anastasia menyipit. Tanpa berkata apa-apa lagi Putri itu berbalik dan melangkah menuju pintu kediaman Raja Roland.
Pengawal di pintu utama berusaha menghadangnya. Sebuah protocol Kerajaan: tidak seorang pun diizinkan menerobos bilik Raja tanpa alasan. Namun tatapan tajam Anastasia membuat lututnya goyah. Ketika seorang pengawal mengangkat tangan untuk menghalangi, Putri Anastasia melesat: satu ayunan pendek, tangan kanan menancap di titik leher yang ringkas dan presisi… tubuh prajurit itu segera runtuh tak sadarkan diri di lantai.
Lucia hendak melompat maju, menatapnya dengan penuh kekhawatiran namun Anastasia menepuk bahunya, memalingkan wajahnya dengan tegas. “Berjagalah di sini,” bisiknya. “Jangan takut.” Lucia patuh seperti biasanya, menelan rasa takutnya dan mundur berdiri berjaga di ambang lorong dengan mata penuh was-was.
Anastasia melangkah masuk, langkahnya berhenti ketika suara rengekan Lady Morgana menjebol keheningan.
“…Yang Mulia harus meminta Kaisar Lexus datang menjemputnya segera. Jangan biarkan ia berlama-lama di istana ini. Hamba hanya takut Putri Anastasia akan mengulingkan tahkta Yang Mulia.” Suaranya penuh kelicikan yang dibalut kalimat manis.
“Bersabarlah, Morgana. Aku telah mengirim surat ke istana Kaisar Lexus. Kita tidak boleh tergesa-gesa sampai kita yakin langkah selanjutnya aman.”
Kata-kata itu seperti cawan beracun di telinga Anastasia. Ia menyeringai tipis, dari perbincangan itu jelas maksudnya untuk menjauhkan Anastasia dari pusat kekuasaan dengan menyingkirkannya dari istana untuk selamanya.
Dia mundur perlahan kembali ke pintu masuk, lalu dengan sengaja mengatur langkah. Pertama lembut, lalu menghentak keras, mengumandangkan keberadaan seseorang yang terbuka. Morgana yang semula duduk manis di sisi sang raja sontak tersentak dengan wajah menegang, sementara Roland menoleh dengan gerakan kaku.
Anastasia berdiri tegak, aura dinginnya memenuhi ruangan. “Yang Mulia,” katanya datar.
Nada suaranya tenang, seolah ia sama sekali tidak mendengar rengekan Morgana beberapa saat lalu. Ia tidak menyinggung satu kata pun mengenai Kaisar Lexus ataupun permintaan Morgana.
Morgana mencoba memecah hening, bibirnya tersenyum manis. “Putri Anastasia… betapa mengejutkan kau sudi hadir dikediaman ini.”
Tatapan Anastasia menelusuk tajam, membuat senyum Morgana beku di wajah. “Apa aku perlu alasan untuk berkunjung ke kediaman ayahandaku sendiri?”
Lady Morgana terkesiap.
Putri Anastasia terkekeh pelan, “Santai saja Lady, anda terlalu tegang. Tadinya saya datang ke sini ingin berdiskusi mengenai Kerajaan Sylvaria tapi sepertinya anda berdua sedang sibuk. Kalau begitu saya mohon izin, saya akan kembali di lain waktu.” Ucapnya lalu keluar meninggalkan Lady Morgana yang mengepalkan tangannya di kedua sisi. Sementara Raja Roland hanya menatap lurus punggung putri Anastasia.
Rencana Anastasia berubah, ia harus mengikuti arus yang sedang berjalan. Kalau tidak ia yang akan tersangkut di tengah jalan sebelum mencapai hilir.
Malam itu, cahaya bulan redup di atas istana Sylvaria. Paviliun Lili sudah hening dan para pelayan terlelap. Namun Anastasia masih terjaga, ia berdiri menatap jendela yang menghadap taman. “Lucia,” bisiknya lirih. “Malam ini kita menunaikan janji.”
Lucia menunduk khawatir. “Putri, penjagaan penjara bawah tanah sangat ketat. Mereka menunggu alasan untuk menjerat Anda.”
Anastasia mengenakan mantel hitam polos, menyembunyikan siluet anggunnya. Di pinggang, belati warisan hutan Moonveil terikat erat. “Semua jalan yang pernah kutempuh berawal dari bahaya. Ini tidak berbeda. Prajurit yang dihukum itu menanggung risikoku. Aku tidak akan membiarkan mereka membusuk di sana.”
Mereka bergerak senyap melewati lorong-lorong istana. Anastasia mengenal pola patroli, ketajaman instingnya menuntun langkah. Saat seorang pengawal hampir melintas ia merapat ke dinding, menahan napas hingga suara langkah berlalu.
Di gerbang penjara, satu pengawal berjaga. Anastasia melangkah maju, tanpa gentar. Tatapan matanya membuat pengawal itu tercekat. Dengan satu gerakan cepat ia menepuk saraf di leher salah satunya, membuatnya jatuh pingsan tanpa suara.
Pintu besi berderit pelan ketika dibuka. Bau lembab dan karat menyambut mereka. Dari balik jeruji, para prajurit yang pernah datang ke pondok terbelalak.
“Putri…” suara mereka bergetar tidak percaya.
Anastasia menatap mereka tegas. “Aku datang untuk menepati janjiku. Malam ini, kalian bebas. Namun kebebasan itu bukan untuk kalian sendiri melainkan untuk kebenaran yang akan segera kita ungkap.”
Lucia membantu membuka kunci sel satu demi satu. Para prajurit keluar lalu berlutut di depan sang putri. Salah satu prajurit berkata lirih, “Hamba bersaksi… Saya melihat Lady Morgana sering membawa botol ramuan ke kamar Ratu Lysandra.”
Tatapan Anastasia mengeras. Kata-kata itu adalah potongan kunci yang ia tunggu. “Berdirilah! Mulai malam ini, kalian bukan hanya prajurit. Kalian adalah saksi kebenaran.”
Seorang prajurit bertubuh kekar dengan bekas luka melintang di wajahnya, maju selangkah. Ia menunduk, lalu bersuara lantang. “Putri Anastasia, kami bersumpah akan setia padamu. Engkau satu-satunya cahaya yang tersisa bagi Sylvaria.”
Prajurit yang lain juga mengangguk, “Demi nyawa dan kehormatan kami, kami memilih berdiri di sisimu Putri.”
Anastasia menatap mereka dengan mata berkilat, ada api kecil yang menyala di wajahnya.
“Kesetiaan kalian bukan milikku pribadi, melainkan milik negeri ini. Jika kalian benar-benar memilih berdiri di sisiku, maka kalian harus siap menanggung badai yang akan datang. Karena aku tidak akan mundur meski nyawaku taruhannya.”
Mereka menunduk serempak, memberi hormat. Sebuah pasukan kecil lahir dari kepercayaan, pasukan yang hatinya terikat pada Putri Anastasia. Mereka memegang keyakinan penuh bahwa Sylvaria akan Berjaya dibawah kepemimpinan Sang Putri.
kaisar tiran bakalan tunduk/luluh gak sama putri Anastasia??? 🙂🙂🙂
meskipun udah sah tp itu keterlaluan