Tiffany, tiba-tiba dijemput oleh kedua orang tua kandungnya. Berharap ini awal kebahagiaan darinya, dimana gadis miskin yang ternyata anak dari keluarga kaya.
Namun tidak, inilah awal dari neraka baginya. Meira yang selama ini tinggal bersama keluarganya, melakukan segala cara untuk menghancurkan Tiffany.
Membuatnya dibenci oleh keluarga kandungnya, dikhianati kekasihnya. Hingga pada akhirnya, mengalami kematian, penuh kekecewaan.
"Jika dapat mengulangi waktu, aku tidak akan mengharapkan cinta kalian lagi."
***
Waktu benar-benar terulang kembali pada masa dimana dirinya baru dijemput keluarga kandungnya.
Kali ini, dirinya tidak akan mengharapkan cinta lagi.
"Kalau kamu menolakku, aku akan bunuh diri." Ucap seorang pemuda, hal yang tidak terjadi sebelum waktu terulang. Ada seseorang yang mencintainya dan mengharapkan cintanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon KOHAPU, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Easy
"Itu disebut prestasi?" Ratna tertawa kecil meremehkan.
"Apa yang kamu dapatkan jika memenangkan olimpiade Geologi? Piagam? Hadiah uang tunai? Itupun kalau memang. Apa memenangkan olimpiade Geologi dapat membuatmu hidup sejahtera? Menjamin mempunyai pekerjaan saat lulus nanti?" Tiffany tersenyum menatap sinis."Berbeda denganku yang berhasil merayu pria tampan dan kaya. Ingin perhiasan tinggal tunjuk, ingin rumah tinggal bilang, ingin jatah tinggal rayu."
"Dasar perempuan tidak tahu malu!" Anita hendak menjambak. Tapi rambut Anita dijambak terlebih dahulu oleh Tiffany.
"Dengar! Kesabaranku ada batasnya. Aku cukup pintar dalam bidang biologi. Jadi aku tau, titik dan besar tenaga untuk menendang agar rahim rusak. Kamu tidak ingin jadi mandul kan?" Sebuah ancaman nyata dari perempuan yang tersenyum menyeringai. Membuat nyali mereka ciut.
Tiffany melepaskan jambakan nya, kembali duduk dengan tenang.
"Kakak jangan seperti itu. Menjual tubuh hal yang buruk. Tidak baik---" Kalimat Meira disela.
"Jadi tidur gratis dengan Beno hal yang baik? Setidaknya aku mendapatkan uang saku dan kalung dari pacarku. Meira sayang dapat apa dari Beno?" Tiffany tertawa kecil. Lebih baik dianggap gila sekalian, percuma menjelaskan pada orang-orang yang telah menjadi pemuja Meira.
Meira mengepalkan tangannya memendam amarah. Berusaha kembali terlihat baik."Kamu masih mengira aku berselingkuh dengan Beno. Tanyakan sendiri pada Beno, kalian pasangan kekasih. Aku...aku tidak pernah berfikir akan merebutnya. Lagipula aku masih suci."
"Masih suci...bulshit (omong kosong)." Tiffany tertawa mengejek.
"Terserah kakak percaya atau tidak. Tapi aku tulus menyayangimu." Meira pergi berlari menangis, bagaikan adegan anak angkat tidak berdaya.
"Meira!" Ratna berlari mengejarnya.
"Dasar ular!" Bentak Anita pada Tiffany. Kemudian ikut berlari mengejar Meira.
Orang-orang di kelas mulai membicarakannya. Seperti biasanya, dirinya bagaikan orang jahat. Sebelum waktu terulang, bahkan lebih buruk, semakin dirinya diam, semakin dirinya membela diri, semakin banyak pula sindiran selalu datang. Bahkan ada banyak pembullyan fisik.
"Percuma anak kandung, tapi kelakuannya seperti wanita malam pinggir jalan."
"Mereka benar-benar berbeda, Meira sudah cantik berprestasi lagi."
"Iya, bahkan hari ini Tiffany diantar oleh mobil mewah. Itu sudah pasti dia menjadi wanita simpanan kan. Besarnya menjadi ani-ani."
Suara mereka yang membicarakannya terdengar merdu di telinga Tiffany. Membela diri tidak ada gunanya. Lebih baik menghabiskan waktu dengan hal lain. Tidak apa dipandang buruk oleh orang lain, yang paling penting dirinya tau apa yang benar dan apa yang salah.
Matanya menelisik, hari ini ulangan harian matematika bukan? Ulangan dimana dirinya di skors karena tuduhan mencontek yang diucapkan kata-kata kejam Meira.
Yahya Wiratmaja bahkan datang sendiri ke sekolah, menampar dirinya di hadapan umum. Tidak percaya dengan pembelaan apapun yang diucapkannya. Mengangkat sebelah alisnya sendiri. Dirinya hanya ingin terlihat pintar di hadapan ayahnya. Tapi malah kekecewaan yang didapatkannya.
Memejamkan matanya sejenak berfikir, apa harus tetap menjadi nol besar agar tidak terlibat masalah dengan Meira?
Pada akhirnya Tiffany meraih handphonenya mengirimkan pesan pada sang ayah.
'Ayah, tolong kirimkan aku nomor Martin. Aku merindukannya, terus menerus memikirkannya. Aku bisa gila tanpa cintanya.'
Sebuah pesan yang dikirimkannya pada Yahya Wiratmaja. Wajahnya tersenyum, apa yang akan terjadi pada ulangan kali ini.
***
Notifikasi pesan masuk berisikan nomor Martin. Segera setelahnya handphone dikumpulkan. Akan dikembalikan tepat setelah ulangan harian berakhir.
Bukan sekolah biasa, sekolah swasta dengan sistem pendidikan lebih ketat. Hingga ulangan harian saja, terdiri dari 40 soal pilihan ganda, dan 5 soal esai.
Tiffany sempat tidur selama 15 menit, sebelum akhirnya mulai mengerjakan soal. Juara 2 olimpiade matematika tingkat nasional, soal-soal seperti ini bagaikan hitung susun anak SD baginya.
Menggunakan kertas untuk menghitung. Kemudian mengisi jawaban dengan cepat. Bahkan terkadang hanya dengan membaca soal, otaknya langsung berfikir mendapatkan jawaban. Satu persatu dikerjakannya.
Hingga 20 menit sebelum waktu berakhir, Tiffany mengumpulkan lembar jawabannya. Sedikit melirik kala melewati meja Meira. Sudah diduga olehnya, Meira menyembunyikan contekan berisikan rumus.
"Aku sudah selesai, mana handphoneku." Tiffany menadahkan tangannya.
"Jangan bilang jawabannya asal-asalan." Sang guru meremehkan, mengembalikan handphone Tiffany.
Tiffany hanya tersenyum mengangkat sebelah alisnya. Guru matematika di sekolah ini, standarnya jauh dengan guru khusus olimpiade Nasional. Tidak perlu dibicarakan tentang guru sombong yang sempat meludahinya, kala menuduhnya mencontek sebelum waktu terulang.
Waktu telah terulang bukan? Semuanya dapat berjalan menuju hal yang berbeda. Tidak perlu guru yang memujinya, tidak perlu teman yang ramah, tidak perlu cinta dari keluarga atau pun kekasih. Dirinya akan hidup untuk diri sendiri.
***
Kala jam istirahat, seperti biasanya dirinya duduk seorang diri. Hingga gadis berkacamata yang tidak mendapatkan tempat duduk. Orang yang juga sering dibully terlihat bingung.
"Boleh aku duduk di sini?" Tanya Tiara menelan ludah. Bagaimana dirinya dapat duduk dengan kejahatan diantara kejahatan. Wanita dengan paling banyak gosip buruk di sekolah ini. Bahkan ada desas-desus menjual diri.
"Ini kursi untuk umum, bukan milikku." Jawab Tiffany tidak ingin percaya dan dekat pada orang lain lagi.
Tiara duduk dengan ragu, menghela napas. Benar-benar wanita dengan aura jahat yang menyengat, dari fitur wajahnya saja sudah terlihat.
Memakan meat ball, sembari tetap menatap ke arah Tiffany yang acuh, mengutak-atik handphone mengirimkan pesan.
Hingga.
"Huk! Huk! Huk!" Tiara tiba-tiba tersedak, kesulitan untuk bernapas, akibat tidak sengaja memakan meat ball bulat-bulat.
Tiffany menghela napas kasar, kemudian bangkit. Berjalan ke arah Tiara, memeluknya dari belakang, kemudian menariknya berkali-kali. Hingga pada akhirnya meat ball (bakso) itu keluar dari mulutnya.
"Lain kali hati-hati, hal kecil dapat membuat nyawamu melayang." Ucap Tiffany padanya, membuat Tiara tertegun. Wanita ini benar-benar cantik baginya, jika diperhatikan.
Menebarkan aura dewasa yang mandiri, sekaligus berbahaya. Entah kenapa dirinya mulai berpandangan berbeda.
"Te... terimakasih." Wajah Tiara memerah.
"Jangan memikirkan hal kecil, tetap fokus dengan makananmu. Mengerti?" Tiffany menyuapi meat ball padanya. Membuat Tiara kini mengunyah pelan.
Mulai saat ini, dirinya adalah fans berat Tiffany. Tidak peduli dia bagaimana, Tiffany adalah yang paling keren. Yang terbaik, seperti ratu yang menghukum orang jahat.
"Tiffany, aku Tiara! Mau berteman denganku?" Tanya Tiara penuh harap, bagaikan anak anj*ng kecil.
"Tidak." Jawab Tiffany duduk, kembali makan dengan tenang.
"Keren..." Gumam Tiara yang mungkin memiliki selera. Aneh?
***
Waktu makan siang telah habis, bersamaan dengan keluarnya hasil ulangan harian. Satu persatu dari mereka dipanggil termasuk Meira, yang mendapatkan nilai 89.
Tiffany hanya menghela napas. Sudah pasti sama seperti sebelum waktu terulang, namanya tidak dipanggil sama sekali. Lebih tepatnya dipanggil paling akhir.
"Ada satu siswa yang mendapatkan nilai sempurna." Sang guru matematika menjeda kata-katanya."Tiffany!" Panggil sang guru.
Sedangkan Meira membulatkan matanya. Tiffany tidak boleh melebihi dirinya, karena itu.
"Kakak, apa kakak mencontek? Mencontek perbuatan yang tidak jujur." Ucap Meira tiba-tiba bangkit, memegang jemari tangan Tiffany. Menitikan air mata buayanya.
"Soal sampah seperti itu, kamu tidak mendapatkan nilai sempurna. Pe...Cun...Dang..." Tiffany menggelengkan kepalanya heran, penuh senyuman.
bener kata Tiara, Tiffany keren calon istri siapa dulu dong 😁
ternyata Meira blm kapok juga
si author memang psikopat, selalu buat cerita yg buat emosi Naik Turun..
aku suka Thor...
lope Lope lah pokok nya