100% fiktif belaka, tidak ada kaitan dengan siapapun di dunia nyata atau di mana pun!!
"Gue nggak mau tau, kita menikah pokoknya. Lo, suami gue!"
Aria, gadis tengil 20 tahun, asal nyelonong masuk ke kamar hotel setelah mabuk di pesta temannya. Dengan penuh percaya diri, ia menodong pria di dalam kamar untuk menikah dengannya. Masalahnya? Pria itu adalah Jenderal Teddy Wilson, duda tampan 35 tahun yang dikenal dingin dan tak tersentuh. Yang lebih mengejutkan? Teddy tidak menolak.
Gimana kelanjutan ceritanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alensvy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 8 : Kelakuan Suami Istri
...****************...
Hari ini tepat seminggu sejak Teddy pergi kerja. Gue mulai terbiasa tinggal di rumah gede ini sendirian, tapi tetep aja kadang merasa sepi.
Malam itu, gue tidur nyenyak banget. Capek habis muter-muter kebun belakang yang ternyata luas banget.
Tapi tiba-tiba…
Krek… krek…
Gue kebangun. Bukan karena suara alarm atau mimpi buruk, tapi karena tempat tidur ini bergerak sendiri.
Gue masih setengah sadar, mata sepet banget buat dibuka lebar. Tapi gue yakin banget, ranjang ini kayak ada yang neken dari samping.
"Gempa?" gue bergumam lemah. Tapi gak ada guncangan lain. Cuma ranjang ini yang gerak.
Mata gue terbuka sedikit. Samar-samar, gue liat sesuatu. Bayangan hitam besar lewat di depan ranjang.
Gue merem lagi. Ah, mungkin perasaan gue doang.
Tapi beberapa detik kemudian, bayangan itu lewat lagi. Kali ini, gue mulai sadar penuh. Dada gue mencelos.
Gue coba melek lebih lebar, tapi pandangan gue masih ngeblur gara-gara ngantuk. Gue cuma bisa lihat ada sesuatu yang gelap, tinggi, dan besar... bergerak pelan di dalam kamar ini.
Deg!
Jantung gue mencelos. Astaga, ini apaan?! Refleks gue narik selimut dan nutupin kepala. Gue tahan napas. Apa gue halusinasi?
Tapi detik berikutnya…
Kasur gue berdecit. Seperti ada yang naik. Gue nahan jeritan. Gue makin nahan napas. Kasur ini beneran berdecit. Gue bisa ngerasain tekanan di sisi kasur, kayak ada yang naik.
Gue udah siap teriak, tapi tiba-tiba—
"Ngapain lo kayak kepompong?"
DEG!
Suara berat yang gue kenal banget. Teddy?!
Gue buru-buru buka selimut. Dan bener aja, itu dia.
Duduk santai di ujung ranjang, dasinya udah lepas, rambutnya sedikit acak-acakan, matanya keliatan capek… tapi tetap nyebelin.
"WOY! GILA LO YA! NGAPAIN MASUK KAMAR MALAM-MALAM KAYAK HANTU?!" Gue langsung merepet.
"Rumah gue. Kamar gue. Istri gue. Mau gue masuk jam berapa kek, suka-suka gue dong?" ujar Teddy sambil menguap malas.
"TAPI LO GAK USAH MACAM SETAN NGEGERAKIN RANJANG GUE! KIRAIN HANTU, NYET!!" Gue masih merepet dengan suara setengah histeris.
Dia malah nyelonong naik ke ranjang dengan santai.
"Gue capek, Aira. Baru turun dari helikopter, langsung kesini. Mau istirahat, oke?"
"BODO AMAT! LO HARUS MINTA MAAF DULU, BIKIN JANTUNG GUE MAU LEPAS!" Gue ngelotot, tangan melayang siap mukul bantal ke mukanya.
Teddy malah nyengir tipis. "Oh, lo kangen gue, ya?"
"HAH? GILA, SIAPA YANG KANGEN?!"
Dia langsung narik gue ke pelukannya.
"UDAH! GUE PELUK, BIAR LO TENANG!"
"WOY! LEPAS! LO IMPOTEN! JANGAN SENTUH-SENTUH GUE!" Gue berontak, tapi malah makin dikunci di pelukannya.
"Justru karena gue impoten, lo gak usah takut." Dia ketawa kecil. "Udah, diem, gue mau tidur."
"GAK MAU!"
Teddy mendekatkan kepalanya ke bahu gue. "Lima menit aja."
Gue mau protes lagi, tapi suaranya beneran capek banget. Napasnya juga berat.
"Terserah deh! Tapi besok gue harus belanja sebagai kompensasi!" Gue manyun.
Dia cuma bergumam malas. "Iya, iya..."
Dan beberapa detik kemudian, dia udah tidur beneran.
Gue masih kesal, tapi lama-lama... pelukannya hangat juga. Hadeh.
...****************...
Gue turun ke bawah dengan rambut awut-awutan, masih pake piyama, dan muka setengah sadar. Udah jam berapa ini?
Pas nyampe ruang makan, gue langsung ngebatin: Apaan sih suasana bapak-bapak ini?!
Teddy duduk di meja makan, ngopi sambil baca koran.
KORAN!
Di era digital gini, dia masih baca koran?!
"Lo serius baca begituan?" Gue narik kursi, duduk dengan mata setengah melek.
"Kebiasaan. Lebih enak baca begini daripada di HP," dia melirik sebentar, lalu balik ke korannya.
"Bapak-bapak banget," gue mencibir sambil menuang teh ke cangkir.
"Bapak-bapak kan memang udah jadi status gue sekarang," dia nyengir santai.
"Eh, jangan GR! Suami impoten bukan termasuk bapak-bapak!" Gue melotot tajam.
Teddy menghela napas panjang. "Sarapan aja, Aira, pagi-pagi jangan nyebelin," ucapnya lelah.
Gue nyengir puas, lalu mulai makan. Sarapan kali ini cukup enak, banyak roti, telur, dan sosis.
"Hari ini lo mau kemana?" Teddy tiba-tiba nanya.
Gue ngunyah dulu sebelum jawab, "Belanja tanaman lagi. Taman belakang masih kurang hijau."
Dia angguk-angguk kayak pejabat denger laporan, terus nyeruput kopi. "Oke, nanti supir anterin."
Gue bengong. Beneran nih orang langsung kasih izin? Gak pake ancaman, gak pake larangan?
Tapi daripada dia sadar dan tiba-tiba ngelarang, gue buru-buru nyuap makanan lagi. Mumpung dikasih kebebasan!
Setelah sarapan selesai, gue langsung menuju kulkas, membuka pintunya dengan semangat, dan mengambil satu cup es krim favorit gue. Setiap hari harus ada es krim. Itu aturan hidup gue!
Baru aja gue mau nyendok, tiba-tiba SEBUAH TANGAN JAHAT MERAMPASNYA!
"HEY!!" Gue melotot kaget, menatap si pencuri yang ternyata adalah suami sendiri!
Teddy dengan santainya mengangkat es krim itu tinggi-tinggi. "Lo kebanyakan makan es krim. Nggak sehat. Pelayan di rumah udah lapor ke gue."
GUE MELONGO.
LAPOR?!
Jadi selama ini pelayan rumah ini bukan sekadar pekerja, tapi juga mata-mata Teddy?!
"Lo becanda, kan?" Gue berusaha menjangkau es krim itu, tapi Teddy lebih tinggi dari gue.
Dia geleng kepala, "Serius. Lo makan es krim tiap hari. Udah cukup, nggak baik buat kesehatan."
Hah?! Nggak baik katanya?!
Gue mengerucutkan bibir dengan kesal lalu mengambil langkah ekstrim—JAMBRAK RAMBUTNYA!
"BALIKIN, SUAMI GILA!!" Gue tarik rambutnya dengan sekuat tenaga.
"ARGH! AIRA! LO NGAPAIN?!" Teddy terhuyung kaget.
Para pelayan yang tadinya serius beres-beres, sekarang malah menatap kami dengan ekspresi antara kaget dan pengen ngakak.
Gue berusaha meraih es krim yang masih dia angkat tinggi-tinggi, sementara satu tangan gue masih menjambak rambutnya.
"BALIKIN! GUE BELUM SIAP KEHILANGAN DIA!!"
"INI CUMA ES KRIM, WOY! BUKAN PACAR!" Teddy teriak, berusaha melepaskan jambakan maut gue.
"JUSTRU KARENA GUE NGGAK PUNYA PACAR, GUE BUTUH ES KRIM SEBAGAI PELARIAN!"
Para pelayan mulai tertawa kecil melihat pertarungan absurd ini. Beberapa bahkan saling berbisik dan cekikikan.
"AIRA! LEPASIN RAMBUT GUE!" Teddy berusaha mengibaskan kepala biar rambutnya bebas, tapi gue makin kencang nariknya.
"BALIKIN DULU ES KRIMNYA, BARU GUE LEPASIN!"
"LO KAYAK ANAK KECIL!!"
"TERSERAH! ES KRIM ITU ANAK GUE, BALIKIN ANAK GUE!"
Teddy akhirnya menyerah dan menurunkan tangannya. Gue langsung menyambar es krim itu, tapi sebelum sempat gue buka...
"Eh? Kok udah mencair?"
Gue dan Teddy sama-sama menatap cup es krim itu, yang sekarang udah mulai leleh.
Kami saling diam beberapa detik.
Terus...
"INI SEMUA SALAH LO!!" Gue menjambak rambutnya lagi.
"YAELAH, AIRA!!" Teddy menjerit frustasi.
Para pelayan akhirnya ngakak beneran. Suasana pagi yang biasanya hening di rumah ini, berubah jadi chaos total gara-gara satu cup es krim.
.
.
.
Next 👉🏻
suka banget bahkan
ayo lanjut lagi.....
biar semakin seru.......