Istri Tengil Jenderal Impoten
...****************...
Momen sakral yang katanya penuh cinta dan kebahagiaan. Tapi buat gue? Momen yang bikin hati cenat-cenut nggak jelas.
"Gila sih, lo akhirnya nikah juga," gumam gue sambil ngeliatin sahabat gue yang duduk di pelaminan dengan senyum sumringah. Cantik banget, kaya putri dari negeri dongeng.
Gue ngelirik gelas di tangan, isinya tinggal setengah.
Gue teguk habis.
Bukan, bukan karena gue gak bahagia buat dia. Gue iri. Gue 20 tahun, masih metik cabai di ladang orang, sementara temen gue udah halal sama suaminya. Itu bedanya langit dan bumi, bos.
Jadi? Minum lagi.
"Tambah satu lagi," Ucap gue ke pelayan sambil nyodorin gelas kosong.
Dia ragu sejenak, tapi akhirnya menuang juga. Dan gue? Minum lagi. Satu teguk. Dua teguk. Tiga teguk. Sampai akhirnya dunia mulai goyang.
"Hahaha… sial, kepala gue muter," balas gue ke angin.
Gue berdiri, nyari udara segar, tapi langkah gue udah kayak bebek abis mabuk. Gue nyelonong keluar ballroom, masuk ke lorong hotel, terus asal buka pintu kamar pertama yang gue lihat.
Begitu masuk, gue langsung rebahan di kasur empuk.
"Ah… ini dia, kamar terenak sedunia," gumam gue puas.
Tapi pas buka mata, ada bayangan hitam berdiri di depan kasur, mandangin gue dengan ekspresi datar.
Gue nyipit-nyipitin mata, berusaha fokus.
Pria. Tinggi. Dingin. Wajah kaku. Mata tajam kaya elang.
"Siapa lo?" tanya gue santai.
Seharusnya gue takut, kan? Tapi otak gue udah terlalu ngambang buat merasa takut.
"Seharusnya gue yang bertanya," balasnya datar.
Gue ngibasin tangan, malas debat. Pas mau tidur lagi, otak gue tiba-tiba nyala.
"Gue mau nikah!" seru gue tiba-tiba.
Dia diem.
Gue bangun duduk, ngeliat meja di samping ranjang, ada kertas dan pena. Otak brilian gue langsung jalan.
Dengan gerakan cepat, gue ambil kertas itu, mulai corat-coret.
"PERJANJIAN PERNIKAHAN," tulis gue besar-besar di atasnya.
Gue adalah istri sah lo mulai sekarang.
Lo nggak boleh cerai kecuali gue yang mau.
Lo harus kasih gue uang jajan.
Tertanda, Aira Samantha.
Gue teken di bawahnya, lalu sodorin ke pria itu.
"Tanda tangan sini," perintah gue.
Dia melirik kertas itu sebentar, lalu menatap gue datar. "Tidak."
Gue manyun, lalu tiba-tiba dapet ide brilian lagi.
Dengan gerakan cepat, gue narik tangannya, nyuruh dia duduk di tepi ranjang, lalu dengan lihai gue duduk di pangkuannya.
Gue goyang-goyangin pinggul sambil ketawa keras kaya orang gila.
"HAHAHA!"
"Ayo kita menikah, suamikuuu~" seru gue dramatis.
Pria itu diem. Kaku. Mata tajamnya keliatan bingung.
Gue makin ketawa sambil nyodorin pena ke tangannya.
"Ayo, tanda tangan atau gue goyang-goyang di sini sampai pagi!"
Dia masih diem beberapa detik.
Lalu, dengan ekspresi datar, dia ambil pena itu—dan tanda tangan.
Gue ngeliatin tanda tangannya di kertas dengan mata berbinar.
"Heh, beneran lo tanda tangan?!" tanya gue kaget sambil ketawa ngakak.
Pria itu diem aja, mukanya datar banget. Tapi justru itu yang bikin gue makin gemes.
Tanpa pikir panjang, gue mendekat, lalu miringkan kepala dan nyium lehernya. Sedikit. Pelan. Lalu… gue jilat dikit.
"Hahaha!" Gue langsung ketawa lagi, puas ngeliat otot di lehernya sedikit tegang.
Pria itu masih diem. Tapi gue bisa lihat dia ngehela napas panjang, seolah lagi nahan diri dari sesuatu.
Gue mundur, ngerasa menang. Terus, tanpa babibu, gue bangkit dan langsung rebahan di ranjang, selonjoran dengan santai.
"Akhirnya punya suami," gumam gue dramatis, nyengir lebar sambil mandangin langit-langit kamar.
Gue lalu menoleh ke arah pria itu yang masih duduk kaku di tepi ranjang.
"Suamiku, ayo sini tidur bareng istrimu yang cantik jelita ini," Ucap gue sambil menepuk-nepuk kasur di sebelah gue.
Pria itu nggak langsung bereaksi. Dia cuma ngeliatin gue lama, ekspresinya tetep datar, tapi matanya entah kenapa… terasa lebih dalam.
Gue nyengir jahil. "Ayo dong, masa suami tidur di lantai? Atau lo malu tidur sama gue?"
Dia masih diem.
Lalu, perlahan… dia berdiri.
Dan tanpa bilang apa-apa, dia jalan mendekat.
...****************...
Cahaya matahari pagi masuk lewat celah tirai, nyorot langsung ke muka gue. Gue meringis, ngerasa kepala berat banget.
"Ugh…"
Gue menggeliat, tapi ada yang aneh. Perut gue… berat?
Gue ngerasa ada sesuatu yang nempel di pinggang gue.
Gue buru-buru buka mata, ngelirik ke bawah selimut. Begitu gue angkat kainnya, mata gue langsung membesar.
Sebuah tangan.
Tangan besar. Kekar.
MELINGKAR DI PINGGANG GUE.
"ANJIR!" Gue hampir serangan jantung, langsung melompat dari ranjang secepat kilat.
Gue berdiri dengan napas ngos-ngosan, ngeliatin pria yang masih rebahan di kasur.
Gue tunjuk dia dengan panik. "LO SIAPA?!"
Pria itu—yang entah siapa—akhirnya buka mata. Dengan tenang, dia duduk, merapikan rambutnya yang sedikit berantakan, lalu melirik gue santai.
"Suamimu."
Gue ngerasa dunia berhenti sebentar.
"A—Apa?"
Dia bangkit, berdiri dengan postur tinggi menjulang. Gue yang cuma seupil langsung merasa kecil banget di depannya.
Dia nyodorin selembar kertas ke gue. "Bukti."
Gue ambil kertas itu dengan tangan gemetaran. Begitu gue baca tulisan di atasnya, gue langsung ngerasa pengen pingsan.
"PERJANJIAN PERNIKAHAN."
Nama gue ada di situ. Tanda tangan gue juga ada.
Gue ngeliat pria di depan gue. "Ini…"
Dia mengangguk pelan.
Gue nelen ludah, otak masih lemot. Tapi terus, gue sadar sesuatu.
Gue mendongak. "INI NGGAK SAH! GUE LAGI MABUK KEMARIN! INI EFEK ALKOHOL! NGGAK SOPAN BANGET LO NGANGGAP SERIUS!"
Dia diem sebentar.
Lalu… bahunya naik turun sedikit, kaya lagi mikir.
Tapi terus, dengan wajah super datarnya, dia buka mulut.
"Sayangnya, gue tipe pria yang serius."
Gue masih ngerasa dunia berputar. Ini nggak nyata. Ini pasti mimpi buruk akibat kebanyakan minum wine semalam.
Gue menggeleng cepat. "Nggak! Gue nggak terima! Ini semua salah! Gue mabuk! Ini nggak bisa dihitung sah!"
Pria di depan gue masih diem, mukanya tetep datar. Tapi terus, dia buka jaketnya, ngeluarin ponsel dari sakunya, dan dengan gerakan santai, dia ngeklik sesuatu di layar.
"Duduk," katanya pendek.
Gue ngeliat dia curiga. "Buat apa?"
Dia nggak jawab. Dia cuma ngangkat ponselnya, terus muterin sesuatu.
Dan… begitu gue liat layarnya, darah gue langsung beku.
Di video itu, ada gue.
Gue yang duduk di pangkuan pria ini. Gue yang narik-narik kerah bajunya sambil ketawa ngakak kayak orang gila.
Gue yang menggoyangkan pinggul di atas pahanya.
Gue yang menciumi lehernya.
Gue yang—
"ANJIR!" Gue buru-buru nutup mulut sendiri, ngerasa pengen mati.
Gue melotot ke dia. "INI—INI NGGAK BISA DIANGGAP SERIUS! LO KENAPA NGE-REKAM GUE?!"
Dia masih tetep tenang. "Untuk bukti."
"Bukti apaan?!"
"Bukti bahwa minggu depan kita menikah."
Gue membeku. "HAH?"
Dia ngeklik sesuatu di layar ponselnya, lalu dengan tatapan tajam tapi tetap datar, dia berkata pelan tapi jelas.
"Kalau lo nolak, video ini akan menyebar."
.
.
.
Next 👉🏻
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 27 Episodes
Comments
Ita Xiaomi
Lg mabuk aja bs buat perjanjian pernikahan. Cerdik😁
2025-04-09
2
Hikam Sairi
lanjut
2025-04-09
1
anna
nikah yeeeee 🤲🤲👍👍💪💪🙏🙏😘😘
2025-04-09
1