Alya dan Randy telah bersahabat sejak kecil, namun perjodohan yang diatur oleh kedua orang tua mereka demi kepentingan bisnis membuat hubungan mereka menjadi rumit. Bagi Alya, Randy hanyalah sahabat, tidak lebih. Sedangkan Randy, yang telah lama menyimpan perasaan untuk Alya, memilih untuk mengalah dan meyakinkan orang tuanya membatalkan perjodohan itu demi kebahagiaan Alya.
Di tengah kebingungannya. Alya bertemu dengan seorang pria misterius di teras cafe. Dingin, keras, dan penuh teka-teki, justru menarik Alya ke dalam pesonanya. Meski tampak acuh, Alya tidak menyerah mendekatinya. Namun, dia tidak tahu bahwa laki-laki itu menyimpan masa lalu kelam yang bisa menghancurkannya.
Sementara itu, Randy yang kini menjadi CEO perusahaan keluarganya, mulai tertarik pada seorang wanita sederhana bernama Nadine, seorang cleaning service di kantornya. Nadine memiliki pesona lembut dan penuh rahasia.
Apakah mereka bisa melawan takdir, atau justru takdir yang akan menghancurkan mereka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon sorekelabu [A], isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 8 Langkah Awal Menuju Hati Calvin
Bab 8: Langkah Awal Menuju Hati Calvin
Alya menatap sosok laki-laki di seberang meja kafe itu. Calvin, pria misterius yang dingin dan penuh teka-teki, duduk dengan santai sambil menyeruput kopinya. Sejak pertemuan pertama mereka, Alya merasa tertarik. Bukan karena Calvin bersikap ramah—justru sebaliknya. Pria itu tidak menunjukkan ketertarikan sedikit pun kepadanya, dan itu yang justru membuat Alya semakin penasaran.
“Apa kamu selalu menatap orang seperti itu?” suara Calvin yang dalam menyadarkan Alya dari lamunannya.
Alya tersenyum, tidak terintimidasi. “Mungkin, aku hanya ingin mengenalmu lebih jauh.”
Calvin menatapnya dengan ekspresi datar. “Tidak ada yang menarik dariku.”
Alih-alih tersinggung, Alya justru semakin tertarik. Dia tahu Calvin berbeda dari pria lain yang biasanya tertarik padanya dengan mudah. Ini adalah tantangan yang menyenangkan.
“Aku tidak percaya,” ujar Alya santai. “Setiap orang pasti punya sesuatu yang menarik.”
Calvin menghela napas, seolah bosan. “Kenapa Kamu tertarik padaku?”
Alya menatapnya lekat. Dia sendiri tidak bisa menjelaskan alasannya. Mungkin karena aura misterius Calvin, mungkin karena caranya berbicara yang tajam namun tenang, atau mungkin karena dia merasa ada sesuatu yang tersembunyi di balik sorot mata pria itu.
“Aku tidak tahu,” jawab Alya jujur. “Tapi aku ingin mengetahuinya.”
Calvin terdiam sejenak, lalu tersenyum miring. “Kamu hanya membuang waktumu, Alya.”
Namun, Alya bukan tipe yang mudah menyerah. Hari itu, dia memutuskan satu hal—ini adalah langkah awal untuk memasuki dunia Calvin, apapun yang terjadi.
Namun, yang tidak Alya ketahui, dunia Calvin adalah tempat yang gelap, dan semakin dalam dia masuk, semakin sulit baginya untuk keluar.
***
Malam esoknya, sepulang kuliah, Alya kembali ke teras kafe. Ada sesuatu tentang tempat ini yang membuatnya nyaman—atau mungkin hanya karena di sinilah ia bisa bertemu pria itu.
Ia memilih duduk di tempat biasa, menunggu. Angin malam berhembus pelan, membawa aroma kopi yang baru diseduh dari dalam kafe. Alya menggigit bibirnya pelan, malam ini ia memberanikan diri untuk mengambil langkah lebih jauh.
Tidak butuh waktu lama, Calvin akhirnya datang. Langkahnya tenang dan tanpa ekspresi, seperti biasa. Ia duduk di depannya tanpa berkata apa-apa, hanya memesan kopi seperti sebelumnya.
Alya memperhatikan pria itu diam-diam. Dingin, misterius, sulit ditebak. Tapi justru itulah yang membuatnya semakin tertarik.
Tanpa berkata apa-apa, Alya mengambil tisu yang ada di meja, lalu menuliskan sesuatu di atasnya. Setelah itu, ia menyelipkan tisu itu di bawah cangkir kopi Calvin.
Calvin mengangkat satu alisnya, seolah bertanya.
Alya hanya tersenyum. “Mungkin kamu membutuhkannya… untuk sekadar teman cerita.”
Calvin menatapnya beberapa detik, lalu mengambil tisu itu. Ia membaca deretan angka di atasnya—nomor ponsel Alya.
Untuk pertama kalinya, Alya melihat ekspresi berbeda dari Calvin. Bukan dingin, bukan acuh. Tapi… sedikit tertarik.
Calvin tidak berkata apa-apa. Ia hanya memasukkan tisu itu ke dalam sakunya, lalu kembali menyesap kopinya dengan tenang.
Alya tersenyum. Ini mungkin terlihat sepele, tapi bagi Alya, ini adalah langkah kecil yang berarti.
Dan tanpa ia sadari, Calvin juga merasa hal yang sama. Ia belum pernah bertemu wanita seperti Alya sebelumnya—berani, penuh tantangan, dan tidak takut menghadapi pria sepertinya.
Calvin tidak yakin apakah akan menang… atau justru terjebak di dalamnya.
**
Terimakasih sudah berkenaan membaca cerita baruku❤️