NovelToon NovelToon
Endless Legacy

Endless Legacy

Status: sedang berlangsung
Genre:Playboy / Cinta Beda Dunia / Teen School/College / Mengubah Takdir / Kehidupan di Sekolah/Kampus / Elf
Popularitas:1.2k
Nilai: 5
Nama Author: Rivelle

Kathleen tidak pernah menyangka bahwa rasa penasaran bisa menyeret hidupnya ke dalam bahaya besar!

Semua berawal dari kehadiran seorang cowok misterius di kelas barunya yang bernama William Anderson. Will memang selalu terkesan cuek, dingin, dan suka menyendiri. Namun, ia tidak sadar kalau sikap antisosialnya yang justru telah menarik perhatian dan membuat gadis itu terlanjur jatuh hati padanya.

Hingga suatu hari, rentetan peristiwa menakutkan pun mulai datang ketika Kathleen tak sengaja mengetahui rahasia siapa William sebenarnya.

Terjebak dalam rantai takdir yang mengerikan, membuat mereka berdua harus siap terlibat dalam pertarungan sesungguhnya. Tidak ada yang dapat mereka lakukan lagi, selain mengakhiri semua mimpi buruk ini sebelum terlambat!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rivelle, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

12 - Mengganggu saja!

Saat jam istirahat tiba, aku cuma duduk berdua bersama William di satu meja. Arlene sedang makan bersama Kevin sementara Natalie masih belum menyelesaikan kuis harian yang diberikan oleh Mr. Osborne pada siang ini. Aku bisa menyelesaikan kuis mengerikan itu terlebih dahulu bukan karena memiliki otak yang jenius seperti William dan Kevin. Tapi, terus terang saja nilaiku bakal jauh lebih bagus jika menghitung kancing dibandingkan membaca soal.

Kami memesan dua porsi Eggs benedict, terdiri dari muffin Inggris yang dibelah dua lalu di atasnya ditambahkan telur apung, bacon, dan saus hollandaise. Menu ini sangat lezat, bahkan baru mencium aromanya saja sudah membuat air liurku langsung mengalir deras.

Sebetulnya, tujuan utamaku mengajak William makan berdua adalah untuk mencuri-curi kesempatan agar bisa menyinggung lagi masalah percakapan aneh kemarin. Namun, rencanaku ini hancur berantakan ketika Steve bersama James dan Henry tiba-tiba datang menghampiri kami. Steve duduk di sampingku sementara dua bocah usil itu duduk di sebelah William.

Aku langsung memasang muka masam. "Mau apa kalian datang kemari?"

"Well, apa lagi kalau bukan untuk melihat wajah cantikmu, Baby!" Steve menyahut dengan penuh semangat. Ia mengedipkan sebelah matanya padaku.

Aku mendengkus. "Memangnya kau tidak punya urusan lain yang lebih penting daripada menggangguku apa?"

"Tentu saja ada. Kau ingin tahu? Mengajakmu pergi berkencan adalah prioritasku saat ini."

Jangankan berkencan. Berteman saja aku akan berpikir ribuan kali.

"Hei, Bung! Sepertinya kita juga harus pergi berkencan seperti mereka," lanjut Henry berbicara pada William. Cowok itu tertawa mengejek.

"That's right! Mending kita pergi dari sini. Aku tidak suka mengganggu pasangan yang sedang mesra-mesraan di siang bolong," sambung James yang justru ikutan menyindir. Mereka berdua kemudian merangkul pundak William.

"Come on, Man! Kau tidak ingin menjadi nyamuk, bukan?"

"Ya, itu benar. Kalian bertiga pergilah. Kami sedang tidak ingin diganggu. Benar begitu, Baby?" Steve beringsut mendekat, menyandar ke sisi meja sambil menyangga dagu.

Aku menggelengkan kepala pada William, menyuruhnya agar tetap tinggal di sini. Akan tetapi, ia hanya menatapku dengan yakin. Raut wajahnya seolah-olah berbicara, Kau tenang saja. Tidak akan terjadi apa-apa.

Mereka bertiga pun melangkah keluar dari area kafetaria.

"Anyway, sejak kapan kau mengenal William?" tanya Steve. "Kalian berdua kelihatannya sangat akrab. Aku jadi iri."

"Kau tidak perlu tahu. Lagi pula, itu juga bukan urusanmu!" balasku ketus.

"Okey, tidak masalah kalau kau tidak mau memberitahuku." Steve mengambil garpu dan melahap makananku dengan santainya. Lalu, menyodorkan separuh bekas gigitannya padaku. "Kau tidak makan?"

Aku mengernyit. "Tidak, kau saja. Aku sudah kenyang," kataku seraya bangkit berdiri. Namun, ia langsung menarik tanganku.

"Kau mau pergi ke mana? Kita sudah lama tidak ketemu. Aku masih ingin mengobrol denganmu, Kathleen."

"Sori, tapi kau bisa cari teman mengobrol yang lain saja. Kurasa Chloris siap untuk mendengarkan ceritamu seharian." Kulirik cewek itu yang sedang-duduk bersama geng anak populer lain-menatapku dengan garang.

"Tidak mau! Buat apa aku mengobrol dengan dia?"

"Dia menyukaimu, Steve. Aku tidak mau menjadi penghalang di antara kalian berdua."

"Ugh, masa bodoh. Justru dialah yang sudah menjadi penghalang hubungan kita, Baby."

"Hubungan apa maksudmu?"

"Kau pacarku."

"Kau sedang bermimpi, ya?"

"Aku tidak bermimpi."

"Ya sudah, suka-suka hati kau saja!" tukasku kemudian beranjak pergi dari sana.

"Hei, Kathleen!" teriaknya. "Kenapa sih kau terus menghindar dariku?"

Steve sungguh membuatku muak. Hidupku semakin tidak tenang berkat kedatangannya lagi ke sini. Aku khawatir terjadi sesuatu pada William. Ulah James dan Henry pasti akan lebih menjadi-jadi karena kali ini ada Steve yang berdiri di belakang mereka.

***

BRAKKK!

Di koridor, kulihat Henry tiba-tiba mendorong William hingga membuat badan cowok itu menghantam loker dengan sangat keras.

Ia kemudian mencengkeram kerah jaket Will dengan tatapan sengit. "Kau berhutang padaku, Bung! Aku sudah menghabiskan waktu berjam-jam di gym demi membalas hadiah yang kau berikan."

"Yeah, harusnya kau merasa beruntung karena kami sudah mau berbaik hati padamu, Man!" imbuh James.

Aku mengepalkan tangan dengan jengkel. Kenapa sih anak-anak seperti mereka tidak diskors saja? Lebih bagus lagi kalau dikeluarkan dari sekolah. Aku akan langsung mengadakan pesta tujuh hari tujuh malam kalau hal itu betul-betul terjadi.

"William!" panggilku seraya berlari menghampirinya. "Aku 'kan sudah bilang padamu jangan pernah berurusan lagi dengan dua bocah tengik ini!"

"Hei, apa kau bilang?" James bertolak pinggang sembari memelototiku-persis seperti pacarnya, Maggie Smith. "Bocah tengik?"

"Ya, kenapa memangnya? Tidak suka?"

"Dengar, kami tidak punya urusan denganmu, Girl. Jadi, menyingkirlah sebelum kami berdua salah sasaran!"

"Kata siapa? Urusan William adalah urusanku juga!"

Ia tertawa. "Kau mau jadi pahlawan kesiangan?"

"Terserah! Ayo, sekarang kita cepat pergi dari sini, Will. Buang-buang waktu saja!" ajakku sembari menggandeng tangannya.

"Tunggu-tunggu!" Henry malah menghadang. "Kau ini ternyata lumayan merepotkan, ya? Mau kuberi hadiah juga seperti dia, huh?"

William spontan menarikku ke balik pinggangnya. "TUTUP MULUTMU, BRENGSEK! KALAU KAU BERANI MENYENTUHNYA MESKI SEDIKIT PUN, KAU AKAN BERHADAPAN LAGI DENGANKU!" tukasnya seraya menarik tanganku pergi dari sana.

Aku bisa merasakan betapa hangat dan lembutnya genggaman tangan cowok itu saat ini. Ia terus melangkah tanpa mempedulikan siswa-siswa lain yang berlalu-lalang di sekitar kami.

Apa aku boleh menyukaimu?

Lucunya, pertanyaan konyol itu beberapa kali sempat terlintas dalam benakku. Aku setengah berlari mengikuti langkah kakinya dengan irama detak jantung yang sudah tidak beraturan. Mataku tak berkedip menatapnya dari belakang. Bahu dan punggungnya ini ternyata cukup lebar. Kurasa akan sangat nyaman jika bersandar di sana.

Sedetik kemudian-tidak ada angin, tidak ada hujan-William tiba-tiba menghentikan langkanya dan berbalik memelukku. Aku tercekat. Gerakannya terlalu cepat hingga membuatku tak bisa menghindar.

Cowok itu kemudian malah meletakkan dagu di atas kepalaku sembari mengusap-usapnya pelan. Aroma manis yang berasal dari tubuhnya pun langsung menembus masuk ke dalam rongga hidungku. Untuk sekian saat, ada rasa nyaman yang berhasil membuat hatiku damai.

"Maukah kau berkencan denganku?" Tanpa kusadari, kalimat menggelikan itu tahu-tahu terlontar dari bibirku begitu saja.

Will malah mengeratkan pelukannya. Ia menarik napas dalam-dalam dan berkata, "Di mana syalmu? Hari ini aku juga kedinginan. Jadi, kurasa aku tidak bisa meminjamkan jaketku padamu."

Aku benar-benar sudah gila! Nyaliku langsung menciut karena telah berani mengatakan hal sembrono itu dengannya. Aku pun menggeliat berusaha melepaskan diri dari pelukannya.

"Aku tidak kedinginan!" jawabku seraya merapikan kardigan yang kupakai. Pipiku merah padam.

Terlintas senyuman kecil di wajahnya. "Benarkah? Tapi tadi tanganmu sangat dingin dan barusan aku juga bisa merasakan tubuhmu yang gemetar."

"Ugh, itu ... itu sudah biasa. Kau tidak perlu khawatir," sangkalku kemudian berlari masuk ke dalam kelas dengan malu.

1
🐌KANG MAGERAN🐌
mampir kak, semangat dr 'Ajari aku hijrah' 😊
🇮  🇸 💕_𝓓𝓯𝓮ྀ࿐
ceritanya bagus, tulisannya rapih banget 😍😍😍😍
🇮  🇸 💕_𝓓𝓯𝓮ྀ࿐: punya ku berantakan, ya ampun 🙈
𝓡𝓲𝓿𝓮𝓵𝓵𝓮 ᯓᡣ𐭩: makasih kaa~/Rose/
total 2 replies
🇮  🇸 💕_𝓓𝓯𝓮ྀ࿐
/Scare//Scare//Scare/
🇮  🇸 💕_𝓓𝓯𝓮ྀ࿐
ya ampun serem banget
🇮  🇸 💕_𝓓𝓯𝓮ྀ࿐
. jadi ikut panik
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!