NovelToon NovelToon
Ravendra Untuk Keisya

Ravendra Untuk Keisya

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikahmuda / Cinta Seiring Waktu
Popularitas:814
Nilai: 5
Nama Author: zennatyas21

Dijodohkan dengan cowok jalanan yang ternyata ketua geng motor membuat Keisya ingin menolak. Akan tetapi ia menerimanya karena semakin lama dirinya pun mulai suka.

Tanpa disadari, Keisya tak mengetahui kehidupan laki-laki itu sebelum dikenalnya.

Apakah perjodohan sejak SMA itu akan berjalan mulus? atau putus karena rahasia yang dipendam bertahun-tahun.

Kisah selengkapnya ada di sini. Selamat membaca kisah Ravendra Untuk Keisya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon zennatyas21, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Menang Tapi Kecelakaan

Sore ini Keisya dan Dion sudah sampai di lokasi balapan. Disana juga ada anak-anak Ragalaxy yang mendukung Dion. Tak berlangsung lama Dion pun menghampiri Keisya terlebih dahulu untuk menenangkan gadis itu yang sedari tadi sudah mengkhawatirkan dirinya.

Karena waktu sore sangat singkat dan balapan itu juga butuh waktu yang lumayan lama, akhirnya acara tersebut pun di mulai setelah maghrib. Tak lupa pula untuk anak-anak inti Ragalaxy tentu menjalankan ibadah sholat berjamaah di masjid terdekat.

Sebelum Dion menaiki motornya, ia memberikan keyakinan penuh pada Keisya. "Kei, jangan khawatir kayak gini. Wajah lo keliatan tegang banget sih? Emangnya punya firasat buruk soal gue? Hm?" Tatapan Dion sangat perhatian pada Keisya.

"Nggak gitu, Di. Gue takut aja lo kenapa-napa soalnya lokasi ini terkenal angker. Banyak peserta yang berujung maut." Cemas gadis tersebut matanya mengarah ke mana-mana tidak tenang.

Dion tersenyum manis. "Lo percaya aja sama gue, gue nggak akan ninggalin lo sendirian di sini. Gue bakal menang dengan selamat."

"Gue takut lo kenapa napa, kalo ada yang celakain lo gimana? Balap liar gini kan biasanya ada yang main curang." lirih Keisya matanya sudah berkaca-kaca.

Dion tak memperdulikan dirinya sendiri. Yang ia utamakan adalah keselamatan Keisya, karena di area balapan seperti itu terlalu banyak orang asing yang tak dikenali oleh gadis tersebut. Maka dari itu, Dion sudah menyuruh anggota inti Ragalaxy untuk menjaga keselamatan Keisya.

"Gak apa-apa kalo ada yang celakain gue. Lo yang tenang dong, di sini nggak ada yang main curang. Palingan ada yang iseng ganggu." Wajah Dion yang awalnya terkekeh berubah menjadi serius.

Ketakutan Keisya semakin menjadi. Ia sungguh tidak menginginkan lelaki yang telah ia sayangi itu pergi untuk selamanya. "Siapa?" Gadis itu memegang tangan Dion erat.

"Yang tidak kasat mata." celetuk Gibran yang sedari tadi hanya mendengarkan mereka.

Perasaan Keisya semakin tidak tenang ditambah suasana lokasi yang ramai tetapi terasa menyeramkan, sudah jelas pasti banyak penunggunya.

"Gue yakin Dion bakal menang tapi satu hal kemungkinan yang akan terjadi dan mau nggak mau kita harus ikhlas. Tapi dalam pribadi gue sendiri gue nggak akan bisa ikhlasin gitu aja." sahut Dafa, cowok terkenal pembuat onar itu kini bisa mengobrol dengan serius.

Mendengar ucapan Dafa, Keisya kemudian menoleh ke arah cowok tersebut. "Maksud lo? Kok lo bisa mode serius?" heran gadis itu.

"Gue emang cowok tukang bikin onar tapi gue juga tau batas. Ada waktunya buat bercanda dan ada waktunya buat serius." jawabnya dengan wajah mode profesional.

Dion menghela napas panjang. Dirinya sudah dipanggil oleh panitia yang mengadakan balapan itu karena acara ini dilakukan secara resmi bahkan sudah mendapat izin dari pihak yang berkaitan, jadi mereka semua akan aman.

"Yaudah, gue siap siap dulu ya? Udah mulai soalnya." kata Dion mengacak-acak hijab Keisya dengan pelan.

Keisya tersenyum getir. Dalam hatinya ia tak rela harus menonton Dion balapan seperti ini, namun mau bagaimana lagi hal itu sudah menjadi keinginan Dion sendiri.

"Hati-hati ya, Di. Janji sama gue kalo lo menang dengan selamat." balasnya menahan air mata yang sudah terbendung dikelopak matanya.

"Gue nggak bisa janji, Sya." lirih Dion sembari menuju tengah area balapan.

Brum ... brum ... brum

Suara motor bersiap dari para pembalap yang akan menancapkan gas. Motor sport hitam dan helm full face warna hitam itu dinaiki oleh Dion. Tatapan cowok itu mengarah lurus ke depan.

Begitu bendera aba-aba diturunkan, tiga motor itu langsung melesat jauh serta diiringi oleh banyak sorakan dari para penonton.

Bukan malah seru bagi Keisya, ia tak seperti penonton lain yang berteriak gembira menonton balapan itu. Pikirannya hanya tentang keselamatan Dion. "Di, hati-hati ... Gue ngeri liat lo se-ngebut itu." gumamnya namun terdengar oleh Gibran, si cowok es balok kata Devan.

"Namanya juga balapan." celetuk Gibran datar.

Beberapa menit penonton sedang sibuk membicarakan siapa pemenang dari balapan itu. Ada yang mendukung Dion yang jelas dari kaum cewek cewek, dan ada juga yang mendukung dua orang lawannya Dion.

Sampai di garis finis terlihat satu detik kemenangan diraih oleh Dion. Suara tepukan tangan dan sorak-sorak itu pun terdengar sangat heboh.

"Wuuuhhh! RAGALAXY MENANG!! WUUHH KERENN!!" teriak beberapa cewek yang menonton aksi Dion, ya mungkin itu fans nya kali ya, hahaha.

Namun, tak berlangsung lama sorakan dan kemeriahan itu menjadi hening ketika sebuah suara terdengar sangat keras dan jelas tak jauh dari garis finish area balapan tersebut.

BRAKK!!

Seperti suara benturan keras dari posisi melajunya motor yang dinaiki oleh Dion. Semua orang di lokasi saling bertatapan bingung. Perasaan tidak enak muncul secara langsung dirasakan Keisya. Matanya kini sudah berkaca-kaca dan dadanya mulai terasa sesak. Ada apa ini? Suara apa itu?

Keisya berusaha menggenggam ponsel Dion yang tadi cowok itu titipkan padanya. "Udah gue duga." celetuk Gibran. Seolah-olah ucapan Gibran yang berada di sampingnya Keisya menjadi sebuah pertanda sebelum suara itu terdengar oleh semua orang.

"Di-Dion ..." lirih gadis itu tangannya sudah gemetar hebat.

Ia melangkah turun dari batas penonton dan ingin lari menghampiri Dion yang tak kunjung kembali. "Jangan kesana!" tegas Gibran langsung menarik tangan gadis tersebut.

"Di-Di-Dion, Branc... Gue ta-takut suara itu berasal dari mana?" Keisya sudah menangis menatap jalanan yang sepi dan gelap. Seluruh tubuhnya bergetar karena sangat khawatir pada Dion.

Gibran yang sudah di beri amanah oleh Dion untuk menjaga Keisya, cowok dingin itu memeluk Keisya lembut. Berharap gadis tersebut bisa mengikhlaskan apa yang baru saja terjadi.

Semua penonton tiba-tiba di buat panik disaat ada satu orang yang mengabarkan dari lokasi setelah garis finish. Jalanan itu sepi dan gelap. Salah satu penonton mengabarkan kondisi tiga orang di sana yang merupakan peserta balapan.

"Satu orang kecelakaan nabrak pembatas jalan. Untuk pastinya gue nggak tau, tapi orang itu yang tadi menang pertama." ungkap salah seorang penonton.

Telinga Keisya tidak salah, orang yang dimaksud penonton itu adalah Dion.

Sementara keadaan Dion mengalami hilang kendali saat ia hendak menginjak rem motornya. Bukan salah setting yang menjadi pikiran olehnya. Akan tetapi ada suatu hal yang mengganjal saat itu melintas jalanan sepi dan gelap itu.

Ck, pasti ini yang dimaksud jalur maut. Jalanan sepi dan gelap gini yang sering makan tumbal para pembalap. Tapi lebih tepatnya selalu makan tumbal, karena selama diadakan, orang yang balapan selalu tewas mengenaskan. Batin Dion.

Dion merasa beruntung masih bisa mengendalikan rem motornya yang blong secara tiba-tiba. Namun, ketika ia akan berputar balik sesuatu yang tidak diinginkan pun terjadi.

Motor yang dinaikinya berputar-putar sendiri seperti ada yang menjalankan aksi padahal hanya ada dirinya di lokasi tersebut. Dion sempat memberontak dan mengakali apa sebab motornya berputar seperti tengah beraksi. Lalu hal terduga pun mengenai Dion.

Motornya lantas melesat tanpa terkendali dan menabrak pembatas jalan dengan keras. Kepala Dion terbentur ke aspal, namun motornya hanya lecet dan menjadi sebuah tanda tanya bagi Dion. Kepalanya terasa pusing karena terbentur, disisi lain bersyukur motornya tidak hancur.

"Nggak ada sejarahnya abis nabrak pembatas jalan motor gue nggak hancur, tapi gue bersyukur motor ini masih bisa di bawa kesana." ucapnya lalu berdiri sempoyongan.

Dion kembali menaiki motornya dan beranjak pergi dari jalur maut itu. Saat ia akan memutar balik arah, tiba tiba ia melihat penampakan sebuah motor sport warna putih dalam keadaan rusak serta sesosok remaja seumurannya berdiri di samping tiang lampu jalan.

"Ck, ada yang nggak beres. Tadi jalanan ini gelap nggak ada cahaya penerangan. Terus kenapa tiba-tiba ada tiang lampu jalan? Mana ada penampakan remaja, seumuran gue?" gumam Dion menatap sosok tersebut dari jarak tidak jauh dari keberadaannya.

Sosok itu mendekati Dion, membuat cowok itu bukan takut malah justru penasaran. Astaga, Dion... Nyalinya kuat banget ya itu bukan manusia loh.

"Lo siapa?" tanyanya pada sosok remaja berwajah pucat dan berbaju putih berlumuran darah.

Sebenarnya Dion tidak tahan dengan bau amis dari sosok itu. Tapi rasa penasarannya lebih tinggi dari rasa ingin mualnya.

"Gue Kenzo." jawab sosok itu.

Dion mengerutkan keningnya heran. "Lo arwah kan? Kok bisa berkomunikasi sama gue? Gue bisa denger suara lo lagi." Bingung cowok itu menatap sosok bernama Kenzo dari bawah sampai atas.

"Lo meninggal kapan?" Pertanyaan itu sontak keluar dari mulut Dion.

"Belum lama. Mending lo buruan puter balik, sebelum semuanya tau lo melewati batas finish balapan malam ini." perintah Kenzo seperti peringatan.

"Jalur maut?"

"Lebih baik cepet kembali tenangin cewek lo itu, daripada lo balik ke sana tanpa nyawa."

Ucapan itu membuat Dion teringat Keisya. Benar kata Kenzo ia harus menemui gadis kesayangannya yang pasti sedang mengkhawatirkan keadaannya.

"Thank you, Kenzo. Buat lo, semoga tenang di alam sana. Gue tau kenapa lo—"

"Gue belum mati."

"Hah?

"Gue kejebak di dimensi mereka. Dimensi JALUR MAUT."

"Kata lo belum lama meninggal,"

"Ya sebelum gue tau kalo disesatin ke alam mereka. Mereka yang tewas mengenaskan karena balapan dengan cara nggak baik." jelas Kenzo.

Dion semakin penasaran. "Nggak baik maksudnya?" Ia langsung dibuat terkejut oleh Kenzo yang tiba-tiba menyentuh tangannya.

"Eh?"

"Nggak tembus kan? Itu artinya gue belum mati. Udah nggak ada waktu buat kita ngobrol kayak gini. Kasian cewek lo di sana nangisin lo dan kasian juga temen-temen yang nggak tega liat cewek lo nangis terus."

Akhirnya Dion pun menyetujui ucapan Kenzo. Ia pergi meninggalkan Kenzo.

••••••

Suasana lokasi balapan kini sudah sepi dan hanya ada anggota inti Ragalaxy serta Keisya yang masih terus menangis dalam pelukan Gibran. Eits, jangan salah paham dulu. Gibran hanya menjalankan amanah dari Dion untuk menjaga dan menenangkan Keisya termasuk dengan cara memeluk gadis itu.

"Kalian semua gimana sih?! Kalian anggota inti dari Ragalaxy kan? Kenapa kalian diem di sini hah? Mana jiwa solidaritasnya! Katanya anggota inti, harusnya kalo inti itu berarti penting dan harusnya bisa bantuin ketua kalian! Kenapa malah di sini diem aja!" Kemarahan Keisya memuncak sambil menunjuk wajah anggota inti Ragalaxy bergantian.

Melihat sikap Keisya yang marah pada teman temannya Dion, cowok itu segera mengalihkan perhatian agar gadis tersebut berhenti mengomeli anggota gengnya.

"Keisya Arunika Jian."

Gadis itu menoleh begitu namanya disebut.

Deg

"Dionn!!" teriak Keisya berhambur memeluk Dion erat.

Yang dipeluk malah terkejut lalu ia membalas pelukan itu. "Maafin gue ya, Sya. Gue udah bikin lo khawatir gini."

"Lo bener kan masih hidup?" tanya Keisya mendongak menatap Dion.

"Masih dong, hehehe." jawabnya terkekeh gemas melihat wajah Keisya.

Empat anggota Ragalaxy hanya menyimak dan menonton pemandangan tak asik itu. "Masih untung ini ketua kita, kalo bukan udah kita tinggalin dari tadi." cibir Dafa sewot.

"Lo kalo ngomong difilter dulu bisa nggak sih! Asal ceplos aja mulut lo!" timpal Jean menepis bibir Dafa. Membuat cowok tersebut memegangi bibir tipisnya.

"Asem lo ya! Muka ganteng kayak pantat panci! Emang gue akun belanjaan lo apa?! Pake filter segala, gue punya mulut buat ngomong!" ketus Dafa nyolot.

Gibran dan Devan hanya berdecak kesal, tingkah kedua manusia itu memang selalu memancing emosi tapi juga menguji kesabaran. "Lo nyolot pake otak bolot! Jigong lo muncrat bangke!" pekik Jean emosi sambil menoyor kepala Dafa.

Keisya tak mampu menahan rasa ingin tertawa. Gadis itu akhirnya tertawa ngakak dipelukan Dion. "Kok ketawa?" tanya Dion bingung, kemudian sadar jika teman-temannya yang merusak suasana romantisnya.

"Itu si Dafa sama Jean lucu banget, bikin gue ngakak. Aduh, perut gue sampe sakit nih." katanya memegangi perutnya.

Dion melepas pelukan, "Lo bahagia melihat mereka?"

"Banget! Kalo lo lagi nggak ada, selagi ada mereka gue bahagia kok. Karena mereka tetap sama kayak gue bahagia ngeliat lobada disisi gue." Senyum manis dari Keisya.

"Jangan manis-manis kalo senyum, nanti gue kena diabetes." ujar Dion bercanda lalu tertawa.

Empat pemuda yang masih setia menunggu ketua geng mereka selesai membucin pun memutar bola matanya malas. "Coba aja sehari jangan ngebucin, kalo nalar sih nggak apa-apa." protes Jean.

"Yang sekarang di luar nalar, guys." sahut Dafa mampu membuat semuanya tertawa.

"Jamal jamal." oceh Devan berkacak pinggang.

Keisya tertawa ngakak namun tak lama bibirnya di tutup dengan jari telunjuk Dion.

"Jangan berlebihan ketawanya." nasihatnya lembut.

"Iya-iya bawel! Wlee ..." balas Keisya sembari menjulurkan lidahnya meledek.

Dion hanya bisa menggelengkan kepala. "Jangan centil, ada temen temen gue." Dion merapikan hijab Keisya.

"Ah, lo kalah sama mereka. Mereka menang banyak." celetuk gadis itu mendapati tatapan tajam langsung dari Dion.

Keisya pun puas terus meledek cowok dingin yang sebentar lagi akan menjadi miliknya.

"Tadi gue pelukan sama Gibran, hahaha. Dia tenangin gue dengan lembut banget." lanjutnya semakin memanasi Dion.

Jangan kalian tanya seperti apa wajah Dion sekarang. Sudah berwarna merah padam, ia sungguh terpancing emosi jika dirinya dibanding-bandingkan oleh Keisya. Apalagi dibandingkan dengan kulkas kedua yang mendapati julukan Es Balok dari Devan, siapa lagi kalau bukan Gibran?

"Iya lembut banget, sekarang coba tanya sama dia mau nggak ngalah terus sama lo. Nungguin lo selesai ngambek, sabar sama tingkah lo, berjuang buat ngebujuk lo, selalu ada buat lo, berani relain nyawa gue demi lo." jelas Dion sambil terkekeh.

"Ya nggak mau lah, dia aja kayak Es Balok." jawabnya membuat semuanya tertawa.

"Udah udah pulang yuk, gue nggak mau di sini terus. Auranya nggak baik. Udah malem banget juga." tutur Dion langsung menggandeng Keisya untuk segera pulang.

"Kuy, gasken!"

1
Protocetus
Kalau berkenan thor mampir ya ke novelku Mercenary of Dorado
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!