Ayah Darurat Untuk Janinku

...“Apa jangan-jangan, dia cewe yang gue samperin di Black Moon?” — Gerry Anderson...

Siang itu, waktu menunjukkan pukul 11. Matahari sudah mulai terik dan menyilaukan mata. Meskipun di luar cuaca panas, Lea terlelap dengan sangat nyenyak di dalam kamar yang dingin.

Berbeda dengan Luca. Pria itu sedang sibuk mengutak atik laptonya di sofa yang ada di kamar hotel. Bukan melakukan pekerjaan, tapi ia sedang mencari tahu, apakah aman bagi ibu hamil muda untuk pergi liburan? Karena bagaimanapun, ia sangat ingin pergi berbulan madu dengan istrinya, layaknya pasangan pada umumnya.

Ting! Ting!

Sebuah pesan masuk dari Gerry.

^^^“Gue balik dulu.”^^^

^^^“Selamat meneruskan enak-enak.”^^^

Melihat pesan singkat dari Gerry, terbersit di hatinya ingin menanyakan langsung pada sahabatnya. Ketimbang ia mencari tahu di google, yang informasi simpang siur?

Luca pun menghubungi sahabatnya.

“Gue ke kamar lo. Room berapa?”

^^^“Depan kamar lo.”^^^

“What?!” Luca tak menyangka bahwa kamar mereka akan bersebelahan.

Pria beristri itu pun langsung bergegas menghampiri sahabatnya. Tanpa perlu bersusah payah, kini ia sudah berada di kamar yang ada di sebrang kamar yang ia tempati.

“Bini lo ditinggal sendiri?”

Gerry memulai obrolannya. Pria dengan rahang tegas dan dagu terbelah itu merebahkan badannya di atas sofa empuk berwarna cream. Kemudian ia meletakkan kedua kakinya ke atas meja.

“Lagi tidur.”

Gerry menganggukkan kepalanya. Terus ia melipatkan kedua tangannya ke dada, dengan tatapan lurus menatap ke arah Luca yang sedang duduk berseberangan dengannya. “Kenapa lo nikah?”

Luca menatap mata Gerry sinis. “Pertanyaan macam apa itu?”

Entah kenapa, semenjak ia berspekulasi sendiri bahwa kemungkinan besar, sahabatnya itu adalah ayah dari janin yang ada di perut istrinya, ia mendadak menjadi waspada. Padahal, ia dan Gerry sudah bersama cukup lama.

Gerry tertawa dengan pertanyaan sahabatnya yang introvert itu. “Tapi … apa yang membuat seorang Luca bertekuk lutut pada anak yang baru tamat SMA?”

“Padahal, waktu itu gue ajak senang-senang sama—”

“Jangan pernah bahas kejadian di Black Moon lagi,” potong Luca yang enggan mengingat lagi peristiwa sebulan yang lalu saat ia ke diskotik yang terkenal di kota itu.

“Ya deh iya. Tapi, nggak tau kenapa, gue bener-bener kayak pernah ketemu sama bini lo deh.”

“Kayak pernah liat. Apa waktu di Black Moon, ya?” terka Gerry sembari ia memegang dagunya.

“Ger,” Luca memotong pembicaraan Gerry. “Sedikit aja lo ngejelekin bini gue—”

“Wow wow wow, santai, Bro!” Gerry mengangkat kedua tangannya dan di lambaikkannya ke arah Luca. “Gue ‘kan cuma bilang—”

“Gue balik.” Luca bangkit dari duduknya, dan kembali ke kamar hotelnya.

Sementara Gerry, ia yang saat itu masih melongo dengan sifat aneh sahabatnya yang berubah 180 derajat, menatap tak percaya. Apa ada sesuatu yang sahabatnya sembunyikan? Lalu, kenapa setiap kali ia mengusik gadis yang baru tamat SMA itu, Luca langsung menjadi agresif?

Gerry menghela nafasnya sembari memejamkan mata. Sepertinya ia akan bermalas-malasan sebentar, sebelum pergi meninggalkan hotel itu. Dan ia kembali memaksa otaknya untuk mengingat, di mana ia pernah melihat Lea?

“Apa jangan-jangan, dia cewe yang gue samperin di Black Moon?”

Satu detik. Dua detik. Tiga detik.

“What?!” Gerry spontan membuka matanya dengan lebar. “I know that girl!”

Tanpa berlama-lama, Gerry bergegas meraih koper kecil yang ia bawa ke hotel itu, kemudian pulang ke rumah dengan mengendarai kecepatan tinggi.

Setibanya Gerry di rumah, ia memarkinkan sedan BMW nya di hadapan rumah, kemudian ia menuju ke garasi mobil.

Ada sebuah Rubicon putih yang sedang terparkir di samping motor Harley Davidson CVO Street Glide. Kemudian, ia bergegas mendekati mobil itu, dan membuka pintu di kursi penumpang.

“Here? With her?”

Gerry tertawa terbahak-bahak sambil menghela nafas beratnya. Kemudian ia mengusap wajahnya dengan kasar dengan satu tangan bertolak pinggang.

“Sepertinya … kau menyadarinya, Luca.”

...🌸...

Di sebuah malam yang gelap gulita, tepatnya di sebuah parkiran, ada sebuah mobil Jeep mewah yang berwarna putih. Entah kenapa, Lea sangat penasaran dengan mobil itu.

Lea yang awalnya berjarak sekitar 10 meter dengan Jeep tersebut, ia pun berjalan menghampiri mendekat. Namun anehnya, semakin ia dekat dengan Jeep itu, semakin jelas bahwa Jeep itu bergoyang.

Lea yang sedang berada di sana, ia penasaran. Kenapa mobil itu bergoyang? Ada ada sesuatu di dalamnya?

Tanpa ragu, Lea bergegas membuka pintu penumpang mobil tersebut, dan ia melihat dirinya sendiri sedang duduk berjongkok dia atas tubuh seorang pria, dalam kondisi dress yang sudah naik sebatas perut. Sementara perut sampai ke bawah, tak ada sehelai benang pun di sana.

Sayangnya, wajah pria itu tak terlihat karena gelap.

Terdengar suara desahan yang sangat intens dari mulutnya saat itu.

“Siapa?!”

“Siapa dia?!”

“Siapaaa!!!!!!”

Lea berteriak tanpa sadar sambil bangun dari tidurnya. Ia duduk dengan nafas yang terengah-engah karena rasa terkejut yang amat besar, sambil memeluk tubuhnya yang sedang bergetar dengan hebat.

Ada rasa jijik yang menyeruak di dada. Perasaan kotor yang sulit untuk ia bersihkan. Perasaan kotor yang benar-benar membalut tubuhnya.

“Sayang?” Luca yang saat itu sedang duduk bersandar di sandaran kasur, ia menghampiri Lea dan membawa gadis itu ke pelukannya. Lalu ia mengusap punggung gadis itu untuk memberi ketenangan.

Getaran tubuh gadis itu benar-benar membuat Luca khawatir. “Kenapa? Cerita sama saya. Kamu mimpi buruk?”

Lea tak berkomentar. Bibirnya bergetar dengan isak tangis yang perlahan mulai membuat Luca semakin khawatir.

“It’s okay,” Luca mencium lembut pucuk kepala Lea. “Selagi ada saya, you are safe.”

...🌸...

...🌸...

...🌸...

...Bersambung …...