Tiffany, tiba-tiba dijemput oleh kedua orang tua kandungnya. Berharap ini awal kebahagiaan darinya, dimana gadis miskin yang ternyata anak dari keluarga kaya.
Namun tidak, inilah awal dari neraka baginya. Meira yang selama ini tinggal bersama keluarganya, melakukan segala cara untuk menghancurkan Tiffany.
Membuatnya dibenci oleh keluarga kandungnya, dikhianati kekasihnya. Hingga pada akhirnya, mengalami kematian, penuh kekecewaan.
"Jika dapat mengulangi waktu, aku tidak akan mengharapkan cinta kalian lagi."
***
Waktu benar-benar terulang kembali pada masa dimana dirinya baru dijemput keluarga kandungnya.
Kali ini, dirinya tidak akan mengharapkan cinta lagi.
"Kalau kamu menolakku, aku akan bunuh diri." Ucap seorang pemuda, hal yang tidak terjadi sebelum waktu terulang. Ada seseorang yang mencintainya dan mengharapkan cintanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon KOHAPU, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Teman
Keributan di tengah pesta yang sedang berlangsung, membuat perhatian semua orang teralih.
Safira dan Yahya melangkah mendekat, mengamati dengan seksama. Meira ditampar oleh Tiffany.
"Meira..." Roy merangkul bahu Meira yang masih menangis terisak.
"Tiffany, kenapa kamu menampar adikmu?" Tanya Safira benar-benar berusaha bersikap netral.
"Ibu ingat kalung pemberian Martin? Dia menariknya secara paksa dari leher Tante Arelia, lihat rantai dan ukirannya sampai rusak. Aku kan jadi harus mendidik adikku yang manis. Kalung seharga 25 juta rusak karenanya." Kalimat penuh senyuman dari Tiffany menbuat Arelia berusaha tersenyum. Ternyata Tiffany sama sekali tidak mengetahui harga asli kalung ini.
Beberapa orang berbisik membicarakan harga pink diamond. Meskipun tidak banyak, diantara mereka ada yang menggunakan perhiasan setara atau lebih mahal.
Sementara Safira menghela napas, berusaha memaklumi keluguan putri kandungnya."Tiffany, bukan 25 juta. Harga pink diamond dengan warna alami mulai dari 100.000 dollar per karat."
"Se... seratus ribu dollar? Sekitar satu koma enam milliar?" Tanya Tiffany gugup, dirinya pernah memakai kalung dengan harga satu rumah? Tidak! Salah! Mungkin harganya setara beberapa rumah subsidi pemerintah.
"Tidak apa-apa, aku akan belikan yang baru, tidak begitu mahal untuk Tiffanyku tersayang, hanya 500.000 dollar." Kalimat dari Martin membuat Tiffany tertegun. Itu artinya sekitar 8,2 milliar, gila!
Satu kalung dengan harga 8 rumah bertingkat pinggir kota. Wanita yang memungut kalung itu dengan cepat, tangannya gemetar.
"Ta... Tante Arelia, sebaiknya simpan ini baik-baik." Tiffany berusaha tersenyum, bahkan jika dia bekerja seumur hidupnya mungkin tidak akan bisa mengumpulkan uang untuk membeli kalung ini.
Sedangkan Arelia malah kali ini menahan tawanya. Benar-benar menantu idaman yang tidak serakah. Walaupun tingkahnya sedikit pecicilan.
Meira masih terdiam bingung mencari alasan, bagaimana caranya untuk terlepas dari situasi ini.
"Kakak! Aku bersalah..." Lagi-lagi jurus jitu, air mata ketidak adilan, jeritan cinta kasih. Dirinya berlutut mengundang rasa iba."Aku hanya tidak sengaja melihat kakak pergi ke toko perhiasan membawa kalung. Aku fikir kakak menjual---"
Plak!
Tiffany kembali menamparnya dengan cukup kencang. Tapi Yahya hanya menikmati minumannya, tidak membela putri angkatnya sama sekali. Begitu juga dengan Roy dan Safira. Mengapa? Perbuatan Meira kali ini sudah benar-benar keterlaluan.
Mereka menyayangi Meira yang sudah 18 tahun menjadi bagian dari keluarga. Memanjakannya dengan segala kasih sayang, bahkan setelah hasil tes DNA muncul, mereka masih memikirkan psikis Meira yang rapuh. Tapi, menuduh Tiffany tanpa bukti pasti?
"Itu tidak dapat dijadikan pembenaran untuk menarik kalung dari leherku. Kapan kamu dapat mulai berfikir dengan benar, adik br*ngsekku?" Tanya Tiffany menarik Meira ke hadapan Arelia.
Kemudian kali ini benar-benar mendorongnya. Agar jatuh tersungkur, berlutut di hadapan Arelia. Jika digosipkan menjadi jahat, maka jangan tanggung-tanggung. Entah berapa kali sebelum waktu terulang, Meira berakting didorong oleh Tiffany. Maka sekarang akan benar-benar didorong olehnya. Agar Meira tahu, bagaimana rasanya menjadi anak angkat teraniaya.
Plak!
Kembali Tiffany menamparnya."Minta maaf di hadapan Tante Arelia!"
Meira tertunduk mengepalkan tangannya menahan amarah. Tidak! Hanya kali ini dirinya menunduk dan berlutut. Setelah ini tidak akan ada pengampunan lagi untuk Tiffany. Bahkan akan menghancurkan semua bagian tubuhnya.
"Tante, aku minta maaf sudah menarik kalung dari leher Tante." Ucapnya membenturkan kepalanya di lantai hingga terluka. Lebih mengundang rasa simpati lagi, adalah tujuannya. Ingin segalanya berlalu dengan mudah.
"Aku bersalah karena sudah menuduh kakak tanpa bukti!" Lagi-lagi membenturkan kepalanya, hingga darah sedikit mengalir di kening Meira yang terluka.
Safira menghela napas dari dulu sifat Meira memang seperti ini. Jika merasa bersalah akan melukai dirinya sendiri, gadis yang telah menjadi putrinya selama 18 tahun. Karena itulah dirinya selalu berhati-hati jika mengingat tentang psikis Meira.
"Sudah! Berhenti..." Ucap Roy tidak tega, membantu Meira bangkit."Aku rasa Meira sudah cukup mengerti tentang dampak dari kesalahannya."
Isakan tangis terdengar dari bibir Meira. Tiffany hanya tersenyum, untuk saat ini sudah cukup. Karena jika langsung disingkirkan tidak akan menarik bukan? Tapi berani-beraninya Meira menginjak kalung seharga 8 rumah berlantai dua.
Menghela napas."Adik br*ngsekku, kelihatannya sudah banyak belajar. Bagaimana jika kak Roy membawanya berobat saja? Tapi setelah mengantarnya, ingat untuk langsung pulang. Karena tidak akan ada yang tau jika penyakit brother complex-mu kambuh."
Roy menatap jenuh, berusaha tersenyum."Dasar adik sial..." gumamnya mengingat bagaimana Tiffany selalu memperingatkan nya tentang brother complex.
Membimbing Meira untuk keluar dari ruang perjamuan. Tapi, tidak akan ada yang tahu kejadian di masa depan. Ketika terdesak seseorang dapat melakukan apa saja. Termasuk menjerat kakak laki-lakinya sendiri.
Mungkin, setelah Meira mengetahui tidak akan mendapatkan warisan apapun dari kedua orang tuanya. Saat ini, Meira belum mengetahui apapun, tapi nanti mungkin...akan berbeda.
***
"Tiffany!" Tiara Tirta kembali menempel."Kamu selalu menjadi yang terkeren!" Ucapnya setelah kepergian Meira.
Gana Tirta perlahan melangkah mendekat."Jadi ini temanmu yang bernama Tiffany?"
Dengan cepat Tiara mengangguk."Di...dia baik..." Jawabnya menunduk malu.
Jeline Tirta tersenyum."Safira, tidak disangka putri kita berteman. Tiara anak yang pemalu, dia juga jarang bicara saat ada di rumah. Karena itu, kami sangat senang saat dia bercerita punya teman di sekolah."
"Kita bukan teman." Tiffany mendorong kepala Tiara yang menyender padanya.
"Teman sejati!" Masih saja Tiara bersikeras menempel.
Jeline tertawa kecil."Kamu meminjamkan pakaian olahragamu pada Tiara bukan? Seragamnya rusak entah kenapa. Tapi setelahnya Tiara berkata akan menjadi lebih kuat dan tegar, agar dapat berteman denganmu."
"Apa benar?" Tanya Safira pada putrinya.
"Mana mungkin, aku membully tiga orang dari kelas yang sama dengannya karena iseng. Tidak ada hubungannya dengan---" Kalimat Tiffany yang masih ingin menjauh dari keluarganya disela.
"Tiga orang itu melakukan pembullyan padaku. Hanya karena aku tidak membelikan apa yang mereka minta. Pakaianku dibuka, ada yang merekam. Saat itulah Tiffany datang, kemudian bertanya pada mereka, 'tidak pergi?' Karena mereka melawan, Tiffany memukul wajah mereka. Mencelupkan wajahnya ke dalam toilet. Ibu tidak akan tau betapa kerennya!" Mulut Tiara benar-benar cepat membicarakan segalanya. Tidak seperti sebelumnya yang terlihat bagaikan putri konglomerat yang super cool.
Jeline hanya tertawa."Setiap anak memiliki sifat yang berbeda. Dan kamu beruntung memiliki anak yang unik seperti Tiffany. Aku harap putri kita dapat terus berteman."Ucapnya pada Safira.
Safira menghela napas, apa dirinya yang kurang memahami dan beradaptasi dengan sifat putri kandungnya?
Entahlah...
"Tiffany! Setelah ini kita memotong kue bersama ya? Aku ingin meniup lilin ulang tahun bersamamu." Pinta Tiara manja.
Tiffany terdiam sejenak, sebelum waktu terulang dirinya hanya dapat melihat Meira meniup lilin dan memotong kue ulang tahun dari jauh. Ingin masuk, tapi selalu...
Satu hari sebelum pesta ulang tahun mereka yang bersamaan, Meira akan membuat masalah hingga dirinya dihukum.
Pada akhirnya Tiffany mengangguk, berucap dengan nada dingin."Baik! Tapi kali ini saja."
"Tiffany memang yang paling baik." Tiara kembali memeluknya. Walaupun ekspresi wajah Tiffany tetap datar, tidak ingin terlalu mengharapkan cinta dari orang lain.
***
Sedangkan di tempat lain, dalam mobil yang melaju. Roy menghela napas kasar."Meira, kenapa kamu menuduh Tiffany seperti itu? Kamu tahu bukan akibatnya?"
Meira menangis terisak."Kakak yang tidak tau, karena kakak anak kandung."
"Aku lelah membahas antara anak kandung dan anak angkat. Terserah kamu saja! Aku sudah berusaha melindungi perasaanmu selama ini!"
Sedangkan Meira menatap ke arah jendela mobil. Akan ada jalan untuk kembali membalikkan keadaan. Perlahan wajahnya tersenyum...
bener kata Tiara, Tiffany keren calon istri siapa dulu dong 😁
ternyata Meira blm kapok juga
si author memang psikopat, selalu buat cerita yg buat emosi Naik Turun..
aku suka Thor...
lope Lope lah pokok nya
lanjut ko chii
🤭🤭🤭🤭🤭🤭