Menceritakan tentang seorang gadis cantik yang bernama Lala, harus mengandung karena hubungan terlarang dengan seorang jin muda yang sejak kecil menyukainya.
Berawal dari kebiasaan jorok Lala, hingga sosok jin muda yang menyukainya dan merubah wujudnya menjadi tampan saat setiap bertemu Lala meskipun warna matanya merah dan memiliki tanduk di kepalanya.
Bagaimana kisah selanjutnya?ikuti kisah selanjutnya ya🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cancer i, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Di larang Main Di Waktu Maghrib
Sebelum benar benar pergi pria itu melambaikan tangan dan mengedipkan kelopak matanya. Mak Dira, Bu Gita, serta Bu Indun, Mamanya Tika, menangis. Ketiganya tak menemukan anak-anak mereka.
Hanya ada kertas dan dadu Permainan ular tangga yang tergeletak tanpa tuannya. Sementara mentari kembali ke peraduannya, dan hari semakin gelap.
Waktu senja, atau Maghrib, syetan-syetan berkeliaran. Biasanya mereka mengganggu anak-anak. Lala, Riris, serta Tika melupakan nasehat di tempatnya mengaji. Bahwa jika malam menjelang mereka tidak boleh berada di luar rumah. Syetan identik dengan warna merah. Pada saat Maghrib,terjadi perubahan pada warna alam, yang selaras dengan warna yang dimiliki syetan. Pada waktu tersebut syetan menjadi sangat kuat. Kekuatannya berkali-kali lipat,dari pada waktu biasa. Mereka bisa menyerupai apa saja sesuai dengan keinginannya. Berkat doa-doa yang dipanjatkan oleh Mak Dira, Bu Gita, serta Bu Indun, tiba-tiba dari halaman depan ketiga gadis kecil itu muncul. Padahal mereka awalnya bermain di belakang rumah. "Maaaak …!" "Mama! Mama! Mereka berhamburan berlari ke dalam rumah karena di luar gelap. Mak Dira dan yang lainnya yang saat itu berada di bawah pohon nangka, tergopoh-gopoh mendengar suara mereka bertiga. Mak Dira mengambilkan air minum untuk ketiga anak yang masih duduk di bangku Sekolah Dasar itu. "Dari mana sih kalian?" tanya Mak Dira dengan linangan air mata. Bu Gita dan Bu Indun tak kalah haru dengan pertemuan dengan Riris dan Tika.
"Dari mana, Lala, Riris, Tika?" Mak Dira bertanya lagi. "Kita habis main ular tangga sama Om!" ujar ketiga gadis kecil itu serempak. "Sama Om? Main ular tangga? "Iya! Bahkan besok Om janji mau main sama kita lagi," sambung Tika dengan raut wajah bahagia. "Lala, Riris, Tika, kalian boleh main, tapi jangan sampai Maghrib lagi ya!" Mak Dira memberikan nasihat.
"Kalau Ashar pulang, mandi, terus ngaji!" timpal Bu Indun. Bu Gita, Bu Indun, serta Mak Dira saling berpandangan. Mereka sepakat, ada yang tak beres dengan apa yang dikatakan Lala, Riris, serta Tika. "Ya udah, pulang dulu aja. Meski malam mandiin aja, pakai air hangat!" titah Mak Dira.
Tak ingin kejadian tempo hari terulang lagi, Mak akhir-akhir ini mempercepat waktu kerjanya. Ia berusaha tiba di rumah sebelum Ashar agar lebih mudah mengawasi Lala. Ketiga anak itu masing-masing dalam pengawasan orang tua masing-masing. Mak Dira hari itu libur mencuci di kediaman Hali dan Bu Romlah. Ia ingin membersihkan kandang ayam miliknya. Sejenak wanita tua itu beristirahat. Pandangan matanya terhenti pada pohon nangka miliknya. " Gak ada yang aneh kok sama pohon itu. Biasa aja!Hanya buahnya aja yang selalu lebat. Selebihnya sama kayak pohon lain," gumam Mak Dira. Beberapa pohon seperti pohon beringin, kapuk, gayam, asam jawa, ketapang, bambu,serta pohon nangka konon di sukai oleh makhluk halus. Tapi selama ini Mak Dira tidak pernah melihat penampakan apapun.
Waktu begitu cepat menggilis semuanya. Tak terasa kini Lala, Riris, serta Tika sudah duduk di bangku SMP. Persahabatan mereka tetap terjalin. Ketiganya pulang pergi sekolah naik mikroletyang melintas di jalan raya dekat rumah mereka. Biaya hidup yang tinggi, serta meningkatnya kebutuhan sekolah Lala. Membuat Mak Ijah menambah job kerjanya. Ia juga membantu memasak bubur kacang ijo di sebuah warung kopi. Perempuan tua itu menjadi lebih sering pulang sore. Meski begitu, sejauh ini Lala tak berulah. Gadis yang beranjak remaja itu tetap bermain dengan Riris dan Tika. Mereka kadang main lompat tali, membaca, dan lain sebagainya. Hal yang paling mereka gemari adalah duduk di atas dahan pohon nangka sambil membaca buku tentang dongeng. Mereka bisa sesukanya berkhayal sesuai dengan apa yang sedang mereka baca. "La, lo kenapa gak ngelanjutin sekolah bareng kita lagi! Gak seru ah lo mah!" protes Riris saat tahu Lala tak mendaftar di sekolah yang sama.