NovelToon NovelToon
Bidadari Di Balik Dosa

Bidadari Di Balik Dosa

Status: sedang berlangsung
Genre:Pengantin Pengganti / Pernikahan Kilat / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Suami Tak Berguna
Popularitas:10.4k
Nilai: 5
Nama Author: triani

Ini kelanjutan kisah aku istri Gus Zidan ya, semoga kalau. suka🥰🥰🥰

****

"Mas, saya mau menikah dengan Anda."

Gus Syakil tercengang, matanya membesar sempurna, ia ingin sekali beranjak dari tempatnya tapi kakinya untuk saat itu belum mampu ia gerakkan,

"Apa?" Ia duduk lebih tegap, mencoba memastikan ia tidak salah dengar.

Gadis itu menganggukan kepalanya pelan, kemudian menatap Gus Syakil dengan wajah serius. "Saya bilang, saya mau menikah dengan Anda."

Gus Syakil menelan ludah, merasa percakapan ini terlalu mendadak. "Tunggu... tunggu sebentar. mbak ini... siapa? Saya bahkan tidak tahu siapa Anda, dan... apa yang membuat Anda berpikir saya akan setuju?"

Gadis itu tersenyum tipis, meski sorot matanya tetap serius. "Nama saya Sifa. Saya bukan orang sembarangan, dan saya tahu apa yang saya inginkan. Anda adalah Syakil, bukan? Anak dari Bu Chusna? Saya tahu siapa Anda."

Gus Syakil mengusap wajahnya dengan tangan, mencoba memahami situasi.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon triani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 8. Upah 10 juta

Setelah sempat melontarkan kata-kata yang menyakitkan, Sifa merasa perasaan bersalah menghantui dirinya. Ia duduk di tepi tempat tidurnya, memandangi lantai dengan tatapan kosong. Kata-katanya sendiri terus terulang dalam pikirannya, dan ia menyadari betapa kejam ucapannya terhadap Gus Syakil tadi meskipun tanpa sengaja.

"Enggak, aku harus minta maaf. Masalah biaya hidup, masih bisa dipikirkan kan." gumamnya pelan.

Sifa akhirnya bangkit dari tempat tidurnya, menghela napas panjang, dan memberanikan diri keluar untuk mencari Gus Syakil. Saat melangkah ke ruang makan, ia melihat suaminya tengah duduk di kursi rodanya, menatap piring di hadapannya sambil tersenyum. Senyum itu, bukannya membuat Sifa tenang, justru menambah rasa bersalahnya.

“Sudah lapar kan? Ayo sarapan, nasi pecelnya masih hangat.”

Sifa duduk dengan canggung di kursi, menunduk sebentar, “Mas…”

Gus Syakil mengangkat alis, “Kenapa? Kamu nggak suka nasi pecel?”

Sifa menggeleng, suaranya pelan, “Bukan soal nasi pecel, mas. Aku mau minta maaf…”

Gus Syakil tersenyum sambil menyandarkan tubuhnya, “Minta maaf? Untuk apa?”

Sifa memandangnya dengan mata yang mulai berkaca-kaca, “Aku tadi bilang kamu nggak berguna karena pakek kursi roda. Aku… aku nggak tahu kenapa aku bisa ngomong gitu. Aku cuma lagi kesal sama Papa, tapi malah melampiaskan ke kamu. Aku benar-benar nggak bermaksud…”

Gus Syakil terdiam sejenak, lalu tersenyum kecil, “Kamu sudah selesai?”

Sifa kebingungan, “Maksudnya?”

“Kalau kamu sudah selesai minta maaf, ayo makan. Nasi pecelnya enak kalau masih hangat. Kalau kamu terlalu lama merasa bersalah, nanti lapar lagi.”

Sifa menatapnya tidak percaya, “Kamu nggak marah, Mas?”

Gus Syakil menghela napas, dengan nada tenang, “Marah? Nggak ada gunanya marah-marah, Sifa. Kamu sedang belajar menjadi dewasa, dan aku paham itu. Tapi ingat, apa yang kamu ucapkan itu doa, jadi hati-hati, ya?”

Sifa terpaku, lalu mengangguk pelan, “Iya… aku janji nggak akan ngomong sembarangan lagi.”

Gus Syakil tersenyum lagi, menepuk meja pelan) “Bagus. Sekarang cepat makan. Setelah ini kamu harus mengerjakan sesuatu."

Sifa terkejut, “Pekerjaan? Pekerjaan apa?"

"Di rumah ini hanya ada kita berdua kan, jadi pekerjaan di rumah ini harus kita bagi. Aku akan mencuci piring, karena cuci piring bisa aku lakukan sambil duduk, tempat cuci piringnya juga tidak terlalu tinggi dan kamu, kamu bisa jalan kan? Jadi sapuin seluruh ruangan di rumah ini beserta halamannya, adil kan?"

"Yang benar saja." keluh Sifa.

"Itu tidak berat kan. Ayo cepetan sarapan keburu dingin."

Sifa tidak bisa berkata apa-apa lagi. Ia hanya mengangguk dan mulai menyantap nasi pecel yang dipesankan Gus Syakil. Meskipun kesal dengan tugas barunya, tapi ia berjanji untuk lebih bijaksana dengan kata-katanya dan mencoba belajar dari ketabahan suaminya. Ada sesuatu yang berubah dalam dirinya—rasa hormat yang perlahan tumbuh untuk Gus Syakil.

Tepat tengah hari bolong, Sifa baru saja menyelesaikan tugasnya menyapu, seumur hidup baru kali ini ia menyapu, itupun ia tidak yakin hasil menyapunya akan bersih.

Sifa duduk di lantai ruang tengah sambil selonjoran, merasa kaki dan tangannya mulai pegal,

"Ini nggak bisa dibiarin, aku nggak bisa kayak gini terus. Aku harus melakukan sesuatu." gumamnya pelan. Matanya kemudian mencari-cari sesuatu di laci yang berada di bawah meja dan akhirnya ia menemukan sebuah buku dan pulpen.

Sifa pun kemudian sibuk mencoret-coret buku catatan kecilnya. Sesekali ia menghitung sesuatu sambil menggumamkan angka-angka, tampak serius.

"Kalau aku kerja, gajiku satu bulan sepuluh juta, aku bisa sewa art buat bersih-bersih satu bulannya 3 juta, biaya makan 7 juta, ahh nggak itu kebanyakan untuk dua orang, bisa lah 4 juta saja. sabun listri, air , sewa rumah apa sampai 3 juta?" tampak beberapa kali Sifa mencoret tulisannya sendiri.

Sementara itu, Gus Syakil mengamati dari kejauhan, duduk di kursi rodanya dengan tangan menyentuh roda. Ia tampak ragu, bahkan bibirnya sempat terbuka seolah ingin berbicara, tetapi terdiam lagi.

Gus Syakil tahu, meminta tolong pada Sifa adalah hal yang tak terhindarkan. Namun, entah kenapa, rasa canggung menguasai dirinya. Akhirnya, ia menghela napas panjang, menguatkan hati, dan mengarahkan kursi rodanya lebih dekat ke tempat Sifa duduk.

Gus Syakil berdeham pelan untuk menarik perhatian), “Ehm… Sifa.”

Sifa masih sibuk dengan coretannya, tanpa menoleh, “Iya, mas? Ada apa?”

Gus Syakil ragu sejenak, lalu akhirnya bicara, “Kamu lagi sibuk, ya?”

Sifa menutup bukunya dan menoleh, “Sibuk sih nggak juga. Cuma ngitung-ngitung aja, kok."

"Ngitung apa? Boleh lihat?" tanya Gus Syakil sambil mengangkat tanganya dan Sifa tanpa keberatan menyerahkan buku itu. Gus Syakil mengerutkan keningnya begitu melihat catatan Sifa, "Ini gaji siapa 10 juta?"

"Aku dong, kalau aku kerja pasti dapat kan, sepuluh juta?"

Gus Syakil kembali mengerutkan keningnya, "Memang kamu punya keahlian apa? Akuntansi? Arsitek? Atau desain grafis? Atau mungkin fashion desainer?"

Kini gantian Sifa yang mengerutkan keningnya, "Memang perlu? Di toko kan nggak perlu keahlian itu?"

Gus Syakil tertawa kecil, "Memang toko mana yang mau menggaji karyawannya sebanyak itu!?"

"Itu nggak banyak, itu hanya uang jajanku satu minggu, dan ini aku udah ambil kemungkinan yang paling kecil, aku nggak muluk-muluk minta 15 juta atau 20 juta kan."

"Memang itu toko bapak kamu apa," ucap Gus Syakil sambil tersenyum, "Gaji toko itu hanya UMR minimum, apalagi di Blitar, UMR nya terbilang rendah."

"Memang berapa gaji UMR di Blitar?"

"Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) di Blitar pada tahun 2024 adalah Rp2.330.000. Itu sih kalau beruntung bisa mencapai UMR, kalau hanya toko-toko kecil bahkan bisa kurang dari itu."

"Yang benar saja. Siapa yang mau kerja dengan upah kecil kayak gitu," keluh Sifa.

"Sekarang di balik aja, siapa yang mau bayar 10 juta hanya untuk jagain toko, Sifa."

Sifa menghela nafas, ia tidak bisa membayangkan mendapat gaji bulanan hanya lima persenya dari uang jajan satu bulan. Dan itu biasanya hanya cukup untuk ia jajan dua hari, itu pun harus ngirit.

Kemudian Sifa teringat sesuatu, ia kembali menoleh pada Gus Syakil, "Oh iya, Kenapa tadi? Ada yang perlu dibantu?”

Gus Syakil menggaruk belakang kepalanya dengan canggung, “Iya, sebenarnya aku butuh bantuanmu. Bisa nggak… kamu bantu aku ke kamar mandi?”

Sifa terkejut, “Ke kamar mandi? Untuk apa?”

Gus Syakil tersenyum tipis, “Aku mau ambil wudhu. Udah masuk waktu Dhuhur, kan?”

Sifa menghela napas lega, “Oh, kirain ada apa. Ya bisa lah. Kenapa nggak bilang dari tadi?”

Gus Syakil tertawa kecil, “Nggak enak aja ganggu kamu yang lagi serius tadi.”

Sifa bangkit berdiri dan mendekati kursi roda, “Ganggu apanya, mas? Lagian, aku kan emang di sini buat bantu kamu.”

Sifa membantu mendorong kursi roda Gus Syakil ke kamar mandi. Awalnya, ia tampak kikuk, tidak tahu harus memulai dari mana. Namun, Gus Syakil dengan sabar memberikan arahan, dan Sifa pun perlahan menjadi lebih percaya diri.

Sifa berusaha mengangkat kursi roda dengan pelan, “Mas, aku takut ini kejengkang, deh.”

Gus Syakil tertawa pelan, “Nggak apa-apa, pelan-pelan aja. Aku bantu juga kok.”

Sifa menyeringai, “Kalau aku sampai ngejatuhin kamu, gimana?”

Gus Syakil tersenyum lembut, “Kalau jatuh, ya kita bangun lagi. Hidup itu nggak selalu mulus, Sifa.”

Sifa terdiam sesaat, merasa kata-kata Gus Syakil cukup mendalam, “Oke, kalau gitu aku coba lebih hati-hati.”

Setelah selesai membantu Gus Syakil mengambil wudhu, Sifa kembali mendorong kursi roda suaminya ke ruang tengah. Ia sempat duduk di sofa sambil memperhatikan Gus Syakil yang shalat dengan posisi duduk di kursi roda. Dalam hati, ia kagum melihat keteguhan hati suaminya yang tetap melaksanakan ibadah meski dalam keterbatasan.

Sifabtersenyum kecil, “Kamu nggak pernah absen shalat, ya, mas?”

Gus Syakil mengangguk sambil tersenyum, “Ibadah itu bukan soal kondisi fisik, Sifa. Selama masih bisa bernapas, artinya masih bisa bersujud kepada-Nya.”

Sifa membatin, merasa malu dengan dirinya sendiri, "Aku yang sehat aja nggak pernah sholat. Mas Syakil ini bener-bener orang yang luar biasa. Emang apa sih istimewanya sholat!?"

"Kamu nggak mau ikut sholat sekalian?" tanya Gus Syakil tiba-tiba membuat Sifa gugup.

Sifa berdeham, mencoba mengubah suasana, “Kapan-kapan aja deh, mas. Mas Syakil duluan aja yang sholat."

"Kalau bisa jangan di tunda terlalu lama ya, jangan sampai Allah menjauh dari kamu."

Sifa pun hanya menganggukkan kepalanya, meskipun hanya diam tapi saat ini hatinya tengah ramai bergemuruh, ada sesuatu yang membuatnya tidak bisa mengabaikan kata-kata sang suami.

Bersambung

Happy reading

1
Entin Fatkurina
jadi penasaran, reaksi sifa ketika tau siapa Farah.
yuning
apa kamu akan baik sama Farah kalau tau siapa Farah? sifa
Entin Fatkurina
terimakasih upnya, kak triani.
Tri Ani: sama2 kak🥰
total 1 replies
yuning
syakil
yuning
kejujuran itu lebih baik Sifa dari pada bohong,tapi boleh saja kita menutupi aib kalau untuk kebaikan
Jamil Azhari
Sifa2 aku harap jika syakil tahu biarlah dari sifa biar ngak terlalu sakit kalaupun kata cerai akan di ucapkan nanti
fee2
sifa lum tahu ya calon suami darah ya syakil yang sekarang jadi suami kamu sifa...
Adhen Idho
Kalian sudah saling cinta😁
malu 2 tapi mau🤭
saranku ya sif jujur saja kalau kamu yg nabrak syakil biar gak terlalu kecewa syakil nya
yuning
akh Sifa suami kamu butuh itu, yg peka dong
yuning
suamiku calon suami temanku yg gagal nikah wkwk
yuning: 😁😁😁😁😁
Tri Ani: mantul judulnya
total 2 replies
yuning
gak usah memaksa om, karena segala yang dipaksakan tidak akan berakhir baik
yuning
Miss you ustadz Zaki
fee2
ternyata papa sifa ada di balik semua ini... bagaimana ya sifa....
fee2
jadi zahra setiap hari dapat petuah bijak ustadz Zaki..
fee2
ustadz zaki bijak sekali....
Sri Murtini
kenapa papa jadi provokator😇😇😇
Sri Murtini: emang betul kan seharusnya didoa kan biar samawa ini nggk ,belum tahu gmn Syakil mendidik istrinya. lihat besuk hasilnya jd istri solekhah
total 1 replies
fee2
sakitnya sifa jatuh cinta kedebug love ya sifa....
yuning
luar biasa
yuning
itu jatuh cinta Sifa,kamu tuh y polos banget
Jamil Azhari
Moga sifa bisa jujur dan gus syakil bisa menerimanya
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!