Tiga sejoli menghabiskan usia bersama, berguru mencari kekebalan tubuh, menjelajahi kuburan kala petang demi tercapainya angan. Sial datang pada malam ketujuh, malam puncak pencarian kesakitan. Diperdengarkan segala bentuk suara makhluk tak kasat mata, mereka tak gentar. Seonggok bayi merah berlumuran darah membuat lutut gemetar nyaris pingsan. Bayi yang merubah alur hidup ketiganya.
Mari ikuti kisah mereka 👻👻
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon diahps94, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
8. Fiktif Yang Nyata
Karangan yang di utarakan Yanto seolah benar adanya. Tak bersekongkol dengan siapapun sebelumnya tapi alam begitu mendukung. Sejak kapan ada barang bukti di tempat yang ia sebutkan. Sedang semuanya hanya bualan semata. Hari ini polisi benar-benar datang menangani penemuan bayi laki-laki itu. Melakukan olah TKP dan mendatangkan saksi. Ketiga pemuda nyaris menjerit ketika wujud manusia yang di karang Yanto benar-benar ada. Kaki mereka bergetar dan tak kuat dalam rumah kosong itu, lantas mencari udara segar usai aparat usai menyelidiki mereka.
"Wuahhh, hoshhh dengkul ku rasanya mau copot Cok." Dayat yang duduk di pinggiran jalan kuburan angkat bicara.
"Ngewel kaki ku, kapan semua ketegangan ini berakhir, udah nggk sabar uji ilmu malah sibuk terus sampe nggk tidur." Keluh Dayat.
"Icing gera Dayat, kamu mah disini teh banyak orang ntar anu." Ujang mengingatkan kalau disini tak aman untuk berkeluh kesah.
"Aish, apa pura-pura kesurupan lagi aja ya?" Dayat yang semula menunduk memainkan ranting untuk menulis di atas tanah kini menoleh ke arah dua temannya.
"Cih, bener kan kemaren sandiwara. Dasar kutu KUPRET." Yanto menoyor Dayat tak terima.
"Eh, mual cok. Belum sarapan belum mandi belum tidur udah di interogasi. Duduk udah kaya tersangka mana suruh duduk sinden. Aish kalau aku tak begitu mana sempat kalian selonjoran, kesemutan kan kaki kalian?" Dayat tak terima jika pengorbanan nya kemarin kena sembur Mbah Kumbolo tak di hargai.
"Iya, apasih Yanto mah. Gak tau apa pengorbanan Dayat, wkwkwk gimana rasa semburan Mbah Kum?" Ujan cekikikan.
"Semoga kalian nggk kena sembur, beuh kemaren keliyengan kaya mau pingsan. Kalau yang badan ambruk mah bukan akting, beneran dahsyat pesona semburan orang tak sikat gigi bertahun - tahun." Dayat masih mengingat aroma air semburan itu.
"Hahahah, salah mu sendiri. Hah, tapi untung kita solat jamaah ya tadi subuh, semua berjalan lancar woy." Syukur Yanto.
"Iya efek takut penjara, biasanya gak pernah sholat juga jadi sholat kan kita. Masya Allah." Ujang turut bersyukur.
Dayat yang duduk paling ujung dalam jongkok di pinggiran kuburan mendengus. "Enak saja tak pernah sholat, aku sholat Cok. Nggak sholat ya kena cambuk emak."
"Cih, sholat di rumah aja. Mana Mak mu percaya pula kau sholat dengan benar, padahal mah pernah kan nggak wudhu tapi sholat?" Serang Yanto.
"Yaelah cok, jangankan nggak wudhu, pernah bangun subuh udah jam 6 padahal belum mandi wajib abis anu sama tangan hehehe. Ah suruh solat sama Mak, ya langsung dua rakaat padahal mah celingak-celinguk aja, ngeri juga solat beneran langsung di azab cok." Dayat heboh sendiri.
"Anak hebatttttttt." Komentar Yanto.
"Manusia lacnatttt." Mulut indah Ujang.
Olah TKP usai, tim penyidik pamit. Semua orang yang terlibat di bubarkan. Sempat akan ditindaklanjuti, lebih dalam namun di tolak tegas Jarwo. Tak ingin kehilangan momen indah menggendong bayi yang ia rindukan, Jarwo menjamin keberlangsungan hidup bayi tersebut. Semua pihak setuju, bayi akan di rawat keluarga Jarwo.
Kondisi begitu ramai, kerabat dan tetangga di undang untuk memasak acara syukuran bersama. Jarwo menemukan harta karun, dia begitu jatuh cinta dan terpikat dengan bayi yang di bawa anaknya itu. Begitupun Rini, wanita itu menggendong sang bayi kemanapun melangkah, dia menyunggingkan senyum bahagia seolah itu darah dagingnya. Selametan, mengundang orang datang ke rumah lepas magrib, menjadi awal mula ditempatkannya bayi itu lebih dalam di keluarga.
"Peci nya yang bener cok, negetarain nggk pernah pake peci." Dayat yang menyambut tamu di rumah Jarwo, menjumpai Ujang baru tiba.
"Buru-buru, sok bener kan atuh." Ujar Ujang.
Dayat hendak melepas peci Ujang, setelahnya nyaris bungkam karena melihat memar merah di dahi yang di tutupi peci. "KDRT dimana, eh belum nikah juga."
"Centong besi ibok, astaghfirullah cuma perkara ketiduran dari Dzuhur sampe lima menit lalu, centong mendarat." Jeritan hati Ujang.
"Wkwkwk ngakak cok, yaudah nih pake peci bundar ku, jadi gak mencong begini tapi bisa menutupi aib." Dayat tertawa puas.
"Dimana Yanto?" Ujang menemani Dayat menyambut tamu di pelataran.
"Lagi nyusuin bayi kita." Timpal Dayat.
"Ah, mau liat lah, di sini sendiri aja ya." Ujang hendak meninggalkan Dayat, kakinya sibuk melangkah. Naas, di jegal Dayat hingga terjeremab akibat sarungnya nyangkut di kaki Dayat.
"Lah, ngapa rebahan disitu Jang?" Tanto bapaknya datang baru tiba sudah di suguhkan kegilaan bocah tengil anak tetangga.
Ujang berdiri, membersihkan tangannya yang terkena tanah dan menyalami rombongan pak Tanto dengan malu-malu. "Eh, enggak om lagi test ilmu aja."
"Atuh Jang, nanti aja tes ilmu mah, sayang baju kokonya kotor atuh." Ucap Sodri salah satu tamu.
"Oh iya mang, heheh bosen soalnya." Ujang malu seutuhnya.
Kondisi sepi kembali, tamu sudah rapi masuk ke dalam rumah. "Kampret emang si Dayat ya, kamu mah kan jadi malu."
"Inget tugas suruh nyambut tamu, keren cok nyambut sembari rebahan gitu wkwkwk." Dayat amat ikhlas dengan tawa penuh ejekan.
Ustadz memimpin doa bermunajat kepada illahi untuk si bayi tampan. Haru biru memenuhi suasana ruang, bayi itu seolah mengerti di doakan dia khidmat dalam kondisi terjaga. Di ajak berkeliling, semua ikut menggunting sebagian kecil rambut sang bayi. Yanto bertugas menggendong bayi, Dayat membawa nampan untuk potongan rambut dan gunting. Ujang hanya mengabadikan momen. Tugas seperti itu saja harus berebut dulu, sampai mendapat jeweran maut dari pak kades.
Jika mereka berebut hal biasa, masalahnya Jarwo juga berebut ingin ikut andil. Alhasil, pak ustadz menyarankan agar Yanto saja yang menggendong. Toh, bayi itu sangat nyaman jika dalam gendongan Yanto. Pak ustadz berujar tak ada yang melanggar. Jadilah Jarwo gigi jari, keinginannya tak terkabul. Dalam hati Jarwo berujar agar segera dapat momongan lagi, dia ingin merasakan mencurahkan kasih ke bayinya sendiri.
"Akhirnya acara selesai juga ya, sehat-sehat anak ku." Dayat membelai pipi lembut sang bayi.
"Hahh, untung banyak yang dukung kalau perihal nama diserahkan ke kita. Kalau tidak om Jarwo ambil alih, bapak mu ngajak dulu terus sih To?" Ujang masih ingat bagaimana pertarungan sengit dengan Jarwo tadi hanya karena dia ingin memberi nama juga.
"Iya, kita yang nemu dia yang ambil untungnya, terus kita suruh ambil hikmahnya gitu?" Yanto yang paling kesal dengan Jarwo.
"Eh, liat si tampan menggenggam jari telunjukku, uluh-uluh minta di perhatiin ya nak ya." Dayat bicara kian lembut.
Yanto dan Ujang yang mulanya duduk di tepian ranjang, kini merayap ke tengah. "Jangan ayah Dayat aja dong gantian ayah Ujang nak, nih...ini jari ayah lebih. Bagus dan menarik."
"Cih, gak ada menarik-menariknya sama sekali. Itu jari apa pisang muli, bentek semua. Dah ini jari ayah Yanto aja nih." Yanto mendekatkan jarinya ke tangan mungil si bayi.
"Si gelo, lacnatttt banget emang mulut gigolo satu ini." Sumpah serapah keluar dari mulut Ujang.
"Astaghfirullah, jaga mulut cok. Aduh telinga anak ku tercemari, assu lah cok." Dayat meromet.
Plakk
Plakkk
"Kalian berdua sama aja, udah sini nak sama ayah aja. Mereka mah makhluk calon neraka, ayah bukan ahli surga tapi lebih baik." Sombong Yanto.
"Eh kerak neraka, yang ada dihisab doa paling berat punya mu cok, bandar video anu.. Cih, segala sok suci." Nyinyir Dayat.
"Sok suci a...a...a, loe bukan ustadz...asikk udah gaul belum?" Ujang rapper karbitan.
"Orang Sunda beuh kalau nyanyi, ngapa begitu dah nadanya?" Dayat sampai tutup telinga.
"Eh orang Jawa tapi pake nama Sunda, kamu teh nggk di ajak." Ujang pundung.
"aoww....ao...awahhh." Celoteh bayi.
"E..e.e. makasih ya nak, cuma kamu yang bilang suara ayah bagus." Ujang sekenanya mengartikan.
"Eh, dia ngomong apa emang?" Dayat bingung.
"Dia bilang jangan ribut cepet cari nama yang bagus buat dia." Yanto malas dengan temannya selaku sumber keributan, tapi tanpa mereka hampa.
"Ngaco aja, di cuma ngucapin dua apa tiga ao ao ao, panjang bener artinya." Protes Dayat.
"Ya menurut mu?" Yanto balas melempar tanya.
"Menur..." Dayat menjeda kalimatnya, mata mendelik lurus ke arah popok si bayi.
"Aduh ganteng, kok eek sekarang sih, udah malem siapa yang mau cebokin." Dayat nangis batin.
"Alamakk, kenapa lupa nggak pake popok ah, jadi tembus kan ke kasur." Yanto panik.
"Udah panggil ayah mu sana!" Ujang menendang Yanto yang gerak lambat.
Tak lama dari kepergian Yanto, muncul Jarwo dengan air satu baskom. "Minggir, dasar tidak becus. Orang bapak yang urus kok, gitu kalian repot pengen kasih nama, tak punya malu."
Ketiganya bungkam, tak bisa menyangkal ucapan Jarwo tanpa celah itu.
Bersambung.
bisa lihat yg ghaib itu berattt loh
😂😂😂