Astin. Seorang siswa academy pahlawan peringkat bawah dengan reputasi buruk.
Menyadari dirinya pernah memiliki kehidupan lain. Ia mulai mengetahui tentang kebenaran dunia ini. Dari awal sampai menuju akhir.
Ia yang mengetahui masa depan mencoba merubah garis takdir yang akan menimpa diri beserta orang di sekitar.
Mencoba menyelamatkan. Menghindari tragedi. Dan mencegah akhir dari dunia.
Semoga saja. Dia dapat memanfaatkan semua pengetahuan itu. Jika tidak? Semua hanya akan binasa.
1000 kata per bab. Update? Kalau mood saja.
Lagu : Floating Star. (Kirara).
Lirik : Nemuri no... awa yuki... owari no yume wo miyou wo...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aegis aetna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Akhir Semu.
...Cerita berlanjut....
Episode delapan.
.
Kekhawatiran serta rasa bersalah merambah hati Alisha, yang kini tengah terduduk di salah satu kursi penonton.
Jemari lentiknya meremas erat rok seragam putih yang ia kenakan. Melihat Astin tiada henti memprovokasi Edwin.
Tetapi entah mengapa jantungnya mulai berdebar, mendengar kalimat Astin yang begitu menginginkan dirinya.
Semenjak kejadian hari lalu, Alisha tidak bisa melupakan wajah Astin yang begitu dekat dengannya. Dia tidak pernah merasakan hal seperti ini, bahkan tidak dengan Edwin yang selalu bersama dirinya semenjak usia muda.
Sebagai seorang gadis normal, Alisha tidak bisa tidak dibuat berdebar. Ketika seorang lelaki tampan membuat pernyataan, ingin menjadikannya sebagai kekasih, bahkan berniat untuk menikahi dirinya. Walau semua perasaan itu segera lenyap dari benak Alisha.
Ketika tatapan para gadis yang mengagumi Astin begitu menusuk dirinya. Terlebih gadis yang terduduk lima kursi di bawah arah barat daya dari tempat duduk Alisha.
Mata indah bak permata amethyst-nya begitu tajam menatap Alisha. Sebelum kemudian ia berbalik, saat suara dentingan keras begitu menggema di seluruh arena.
"Astiiiin!"
Gadis berambut hitam keunguan sangat panjang yang sebelumnya menatap tajam Alisha, berteriak dengan begitu keras.
Alisha yang juga baru menyadari situasi, membuka matanya lebar. Melihat Edwin menyerang Astin tanpa peringatan.
"Edwiin, apa yang kamu lakukan?!"
Tetapi pemandangan setelahnya membuat mata Alisha semakin melebar. Melihat Astin tidak bergeming setelah diserang oleh orang sekaliber Edwin. Alisha tidak memahami apa yang sebenarnya sedang terjadi.
Bukannya segera menghindari, Astin malah menatap sembari mengatakan sesuatu, pada Edwin yang kembali melancarkan serangan.
Beruntung instruktur Eris segera mengambil tindakan, sehingga sesuatu yang lebih buruk tidak terjadi. Akan tetapi kejadian berikutnya lebih gila lagi. Tanpa alasan, Edwin menyerang intrukstur Eris secara membabi-buta.
-
Apa yang sebenarnya terjadi pada Edwin? Apa dia harus bertindak sejauh itu hanya sebab di provokasi? Tidak, ini tidak wajar. Alisha tahu betul seperti apa sifat Edwin. Sudah pasti ada sesuatu yang terjadi padanya.
Alisha hendak menggunakan skill, ingin memastikan apa yang sebenarnya terjadi. Namun sayang, pandangannya tidak dapat mengikuti pergerakan Edwin sama sekali.
Dan juga perhatiannya kini segera teralihkan, oleh Astin yang terlihat begitu tenang, walau keselamatannya sedang terancam. Sikapnya saat ini benar-benar tidak wajar.
-
Apa yang sebenarnya terjadi pada mereka berdua? Edwin terus melancarkan serangan pada instruktur Eris, dengan gerakan acak nan kasar. Yang tentu saja itu tidak seperti gerakan halus serta efisien dari teknik pedang suci yang Edwin kuasai.
Dan sekarang. Apa yang ingin Astin lakukan? Bukannya dia segera keluar dari lapangan arena untuk menyelamatkan diri, dia malah...
.
"Astiin, apa yang kamu lakukan?! Cepat menjauh dari sana!"
Restia kembali berteriak dengan begitu nyaring, sampai membuat fokus Alisha jadi membuyar.
Dan suasana di sekitar Alisha semakin kacau, ketika Astin terlihat membidik salah seorang senior angkatan tahun kedua.
Alisha lantas semakin tidak mengerti apa yang tengah Astin pikirkan. Sekarang dia malah mengaktifkan penghalang, yang membuat dirinya terkurung, bersama dua orang yang jauh lebih kuat darinya. Dan sekarang...
.
"Astiiiin...!!!"
Restia berteriak sekencangnya! Saat melihat Astin yang berlari mendekati kekacauan, diserang oleh Edwin dengan seketika...
-
Namun entah bagaimana Astin berhasil lolos. Alisha semakin dibuat tidak percaya. Apakah Astin memang memiliki kemampuan setinggi itu? Mustahil bagi siswa peringkat terbawah sepertinya dapat menyaingi kecepatan Edwin, dan tentu saja... Bahkan tidak dengan Alisha,
Tanpa disadari tiba-tiba Edwin sudah berada di belakang Astin. Dan... Ngiiing.♪.♪.♪ Suara dentingan logam yang begitu keras membuat pendengaran Alisha jadi berdengung. Walau matanya sekarang terbelalak lebar, melihat Astin terpelanting bersama pedang grade S, milik Edwin yang hancur berkeping-keping.
Alisha berpikir Astin akan berakhir. Tetapi... Sungguh tidak dapat dipercaya, dengan cepat Astin memutar tubuh, sebelum ia membentur penghalang di ketinggian atas arena.
Dan lebih tidak masuk akal lagi, dia meluncur sembari melancarkan serangan pada Edwin.
.
"Mustahil. Bagaimana bisa siswa peringkat bawah melakukan gerakan se-ekstrem itu? Bahkan dapat merespon situasi dalam waktu yang sangat singkat. Walaupun serangannya memang lemah. Tetapi bukankah seharusnya dia masuk dalam peringkat menengah atas?"
Alisha mengalihkan pandangan. Pada seorang pria usia pertengahan tiga puluh, yang duduk di sebelahnya sembari berkata hal demikian. Namun perhatian Alisha segera teralihkan kembali, ketika sebuah dentuman keras sedikit menggetarkan seluruh gedung arena.
"Edwiiinn!!!"
Alisha lantas berteriak histeris! Melihat sebagian tubuh Edwin tertanam di lapangan arena dengan berlumuran darah. Ia hendak beranjak dari tempat duduknya.
Tetapi para staff dan juga instruktur yang mengamankan situasi, segera menghimbau para penonton untuk tetap tenang di tempat duduk masing-masing. Akan tetapi...
.
"Astin Astin Astiiiin...!!!"
Gadis mungil berambut hitam keunguan yang sedari tadi tidak berhenti berteriak, beranjak menuju arena yang sudah tidak terhalangi.
Para murid lainnya yang merasa penasaran juga ikut turun, membuat situasi jadi sangat kacau. Para staff dan instruktur yang bertugas terlihat begitu kewalahan, sebab mereka tidak bisa mengambil tindakan yang dapat membahayakan para penonton. Akan tetapi...
[Semua tenanglah. Segera kembali menuju tempat duduk kalian.]
Suara rendah yang begitu dalam menggema di kepala setiap orang. Keriuhan sekitar seketika berubah menjadi hening. Semua pandangan tertuju pada sosok seorang pria tua dengan penampilan serba putih, tengah berdiri di atas teras arena yang terhalangi oleh kaca crystal bening.
Beberapa tokoh ternama yang juga memantau situasi, terlihat duduk dengan tenang di atas sana. Melihat siapa yang memberi instruksi, para murid yang berhamburan lantas segera kembali menuju tempat duduk mereka.
Ya, beliau merupakan seseorang dengan kedudukan tertinggi di academy pahlawan Hygea. Sang legenda hidup, yang hampir berusia seribu rigelia.
Pahlawan terkuat di seluruh penjuru Arcania, yang telah membinasakan malapetaka yang hampir menghancurkan Arcania ratusan rigelia silam. Kepala Dekan, Alexandria 'Arhl Aldebaran. Walau demikian...
*
Astiiinn...!!!
Restia yang berlari tidak mempedulikan situasi sekitar, mengibas-kan kipas hitam miliknya dengan begitu kencang.
Swwiiiissshhh...
Menciptakan pusaran angin hijau gelap yang menerbangkan tubuh mungilnya. Menuju tepi lapangan arena, di mana tempat Astin berada. Sebelum kemudian ia terjatuh, bagaikan bulu yang begitu ringan, sembari ia merentangkan tangan.
Rambut hitam keunguan miliknya yang tergerai sangat panjang, menyebar, sehingga setiap helaiannya yang diterpa sinar Rigelius sedikit memancarkan kilauan.
Pemandanganya yang indah nan anggun, bagai seorang Dewi yang turun dari alam surgawi.
Namun Astin yang melihatnya dari bawah, hanya mengernyitkan alisnya sebelah. Dan ia segera mengalirkan energi untuk menyelimuti diri. Kemudian...
"Ugh..."
Menangkap tubuh mungil Restia yang berlabuh pada dirinya.
"Astin Astin Astin... Apa kamu terluka?"
Restia memeluk tubuh Astin dengan begitu erat. Membuat Astin yang juga memeluk dirinya jadi sesak napas. Walau demikian, garis senyuman kini menghiasi wajah Astin.
Dengan lembut Astin mengelus kepala gadis yang begitu mencintai dirinya ini. Dan dengan penuh kasih ia berbisik, untuk menenangkan Restia yang sangat mengkhawatirkannya.
"Ya, aku tidak terluka sama sekali, jadi, kamu tidak perlu merasa khawatir."
Namun kejadian berikutnya malah...
...Bersambung....
...Alisha Garnett. Pinterest....