NovelToon NovelToon
THE CITY

THE CITY

Status: sedang berlangsung
Genre:Teen Angst / Identitas Tersembunyi / Epik Petualangan / Keluarga / Persahabatan / Angst
Popularitas:2k
Nilai: 5
Nama Author: pecintamieinstant

Kekacauan dunia telah melanda beberapa ratus tahun yang lalu. 30 anak remaja dikumpulkan oleh pusat mereka dari lima kota yang sudah lama dibangun. Sesuatu harus segera dicari, untuk menemukan wilayah baru, nantinya bisa digunakan untuk generasi selanjutnya.

Bersama anak laki-laki muda bernama West Bromwich, dia melakukan misi tersebut. Bagaimana caranya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon pecintamieinstant, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

7

"Selamat siang, dan selamat datang kembali untuk kegiatan ini. Kita cukup banyak pekerjaan padat disini. Saya yakin kalian bisa melewati semua ujian-ujian disini. Terimakasih."

Hologram wanita menghilang. Disusul lantai bergoncang hebat, mengakibatkan tubuh West mendadak tidak bisa menyeimbangkan dirinya.

"Wow, wow, ada apa ini?" West menekuk sedikit lutut—tubuhnya mendadak tidak seimbang

Lantai bergerak turun perlahan. Tembok yang melingkar, berjalan menjauh. Disusul bunyi bising bergesek, antara lantai besi dengan dinding besi.

"Kita mau kemana?" Eme panik selama lantai otomatis turun kebawah. Dua alis dipertemukan, ketegangan terjadi pada wajahnya.

"Aku tidak tau, Eme." West menyipit matanya. "Entahlah."

Pikiran ini membuat West semakin sakit, sekedar mencari tahu apa yang terjadi, membawa kami sampai jauh masuk ke bawah tanah.

Gelap. Sudah dipastikan akan terjadi setelah lantai bulat tadi, akhirnya berhenti. Mengenai bagian paling dasar bangunan.

Gelang-gelang kami sepenuhnya tidak bisa dinyalakan. Kecurigaan terus berlanjut.

Sesak membuat napas Erton terengah-engah. Benci jika harus masuk dalam ruangan gelap, dalam kurun waktu yang begitu panjang. Dia tidak menyukainya sejak kecil.

"Siapa saja nyalakan gelang kalian. Kita butuh penerangan di sini!" salah seorang anak muda, meneriaki.

Semakin gawat dan panik, ditunjukkan pada anak-anak terdampar sampai ke kedalaman entah berada.

"Punyaku tidak bisa menyala. Punyamu bagaimana, West?"

West mencoba menepuk gelang miliknya. Satu kali, dua dan tiga kali, dilakukan. Tidak ada hasilnya.

Eme memegang gelang West ketika salah seorang anak muda menyenggol tubuh Eme, saat anak itu berjalan panik, terburu-buru.

"Kita harus pergi dari sini! Aku mendengar ada suara hantu dari sana!" Anak tanpa dikenali, berteriak serta berlari menyenggol siapa saja di depan dan samping-nya.

Kecurigaan semakin bertambah dan menumpuk kepada kota Valcon.

"Seharusnya bangunan ini tidak pernah padam. Kenapa tiba-tiba?"

Begitu Eme mencoba menyalakan gelang miliknya lagi yang sempat mati, lampu-lampu di atas kami, menyala serentak. Sepanjang lorong sampai ke ujung.

Erton ikut melihat sedikit kepada Eme. Lantas meninggalkan kami berdua untuk berjalan kedepan. Dia tidak begitu tertarik pada wanita yang bersama dengan West.

Paling pojok setelah lantai bulat berhenti, didepan kami seterusnya, hanyalah lorong-lorong oanjang dengan lampu-lampu kotak.

Rasa penasaran West semakin diuji, karena jalan ini akan membawa tiga puluh anak-anak, selama dikedalaman tanah.

Masing-masing hologram, muncul serempak. Begitu kaget seperti jantung berhenti mendadak.

Koordinat lokasi seluruh arah di bawah tanah dengan titik-titik warna-warni, itulah tanda jejak kami yang sebenarnya.

Anak-anak remaja, berjalan sesuai intruksi yang ditujukan. Bersamaan dengan titik tadi ikut bergerak.

Kami memulai perjalanan awal dibawah tanah, pertama kali dalam seumur hidup.

Lantai berlogam dengan baut-baut menempel, dinding melengkung terasa terlalu dingin ketika telapak tangan West, menyentuhnya. Kabel-kabel kecil maupun besar, sengaja ditempelkan pada bagian atas kami selama menyusuri lorong panjang.

Lengkungan dinding berlogam abu-abu, membuatnya berpikir jika ini adalah bekas perlindungan dari bencana alam super dahsyat beberapa ratus tahun yang lalu. Sebelum dirinya lahir, sekaligus berdirinya lima kota.

Anak yang berada paling depan, berhenti mendadak. Menjalar sampai bagian belakang ketika West hampir terserempet kaki orang lain.

"Lihat ini." Suara anak laki-laki, tertegun mengatakan tidak percaya.

Area lebar, sepenuhnya serba abu-abu. Sisi-sisi ruangan terdapat peralatan-peralatan latihan mereka. Berjejer rapi berdasar jenis.

Pisau panjang-pendek, satu perlengkapan panah, kapak hitam besar dan kecil, dan lima lemari besi ikut berdiri menutup rapat.

Wanita hologram muncul membawa pesan.

"Silahkan gunakan yang bisa kalian pakai disini, karena selama enam jam ke depan, tidak diperkenankan kembali ke kamar."

Wanita hologram menghilang.

Dilanjutkan kemunculan lima petugas, muncul dari permukaan dinding.

"Sejak kapan mereka ada di sana?"

"Percuma saja, tidak ada pemandu disini." Erton berbalik badan, menjauhi kerumunan tiga puluh anak. Menarik dan mengangkat kaki.

Kejut listrik membuat dirinya jatuh mendadak.

West menoleh begitu mendengar keributan dibagian belakang tubuhnya. Berlari kecil dan berjongkok. "Kau tak apa-apa?"

Wajah Erton memerah, menjalar ke seluruh kulitnya. Ruam-ruam kemerahan, terlihat jelas.

West meneliti kulit kemerahan. Bukan hanya wajahnya, lengan, telapak tangan, menjadi terlihat di sekujur tubuhnya.

"Pasti karena seragam hitam itu." Pikirnya, merangkul tubuh lemas sahabatnya kepinggir pilar tembok.

Tubuh Erton diletakkan begitu saja, beriringan kedua kaki diluruskan. Keringat dingin, keluar dari pori-pori kulit.

"Aku tidak suka ini." Napas tersengal-sengal untuk Erton. Dia menunduk segera.

West berdiri, mengetahui ada yang aneh dengan seragam yang diberikan dari pusat. Alat kejut dari gelang, sekarang tersedia di alat tempur hitam kami.

"Apa yang pusat inginkan dari anak-anak remaja seperti kami?"

Belum selesai West bertanya-tanya, Eme berjalan menuju padanya. "Biarkan dia istirahat dulu." Jarinya mengelus pundak West.

West menyetujui pendapat Eme. Berdiri, mengikuti gerombolan anak-anak—kebingungan yang mereka lakukan sekarang.

"Kita harus apa sekarang?"

West mengamati fasilitas yang disediakan. Berbekal tempat bunker dan luas, seperti memahami hal baru.

West menoleh, "pusat ingin kita belajar bela diri disini. Semua peralatan tempur, akan selalu disediakan. Baju hitam, dan anak-anak yang dikumpulkan, tidak akan bermain-main palsu."

"Ma-maksudmu semua alat itu nyata?" Eme menutup mulut. Mata menegang, mengetahui kebenaran.

"Menurutmu?" West memandang kearah Eme.

"Tidak mungkin."

"Kalau kau tidak percaya, ayo lihat apa saja yang ada di sana."

West berjalan menuju ruang peralatan. Letaknya paling mendekati tembok-tembok itu. Eme mencurigai, namun tetap dengan mengikuti West.

Tidak ada lagi sinar matahari yang menembus ruang bawah tanah. Tempat pelatihan yang sesungguhnya, sudah terjadi.

West berhadapan langsung kepada satu lemari, yang menurutnya lebih tinggi daripada postur badannya. Eme curiga apa isi di dalamnya.

Pegangan tangan, diremas dengan olehku. Bagian kanan dibuka, "apa ini?" West membuka satunya. "Apakah?"

Eme menutup mulut. "Astaga."

Enam senjata laras panjang, tertata rapi. Model sama, menghadap keatas. Hitam, penuh bahaya. Pada bagian bawah, sudah dipastikan kotak-kotak peluru, untuk mengisi.

"Mereka tidak main-main soal ini." West berjongkok kaki, selama dia menyentuh senjata tadi.

Setelah selesai mengecek semua peralatan disini, segera anak itu berdiri. Merapikan baju hitam.

"Selamat siang menuju sore, semuanya."

Hologram wanita berdiri membuat senyuman. Dua tangan disatukan, membentuk kepalan tangan di tengah-tengah.

West segera menuju arah suara sang wanita—sempat terhimpit ketika melewati gerombolan anak-anak depan, samping kiri-kanan, dan belakang.

Napas diatur perlahan bagi West Bromwich, karena sempat sesak ketika melewati lautan manusia, yakni anak-anak muda.

"Bagaimana kabar kalian?" tanya sang wanita.

"Baik." Sekitar dua anak tanpa dikenali oleh West, menjawab ragu dan bersuara kecil.

"Sangat bagus untuk saat ini, mendengar kabar kalian yang masih sehat. Ada yang ingin ditanyakan?"

Semua saling menatap bimbang. Bersuara berisik, bertanya-tanya dalam keraguan.

West tak mau mengambil pusing, akhirnya berbicara.

Satu ruangan memperhatikan yang akan diucapkan dari anak laki-laki berbaju hitam, dengan model baju, berbeda dari semuanya. Hanyalah West tanpa berseragam lengkap.

"Apa kegiatan kami untuk sekarang?" West mengajukan pertanyaan—kepala sedikit dimiringkan.

"Pertanyaan sangat bagus, West." Mrs.Grow mengarah pandangan kepada West Bromwich, tepat langsung.

"West?"

West lantas menyipit matanya, karena Mrs.Grow baru saja menyebut nama panggilannya.

Mrs.Grow menyambung kalimat.

"Kalian akan menjalani pelatihan dasar skill keahlian."

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!