Ranti terpaksa harus mengakhiri pernikahannya dengan lelaki yang ia cintai. Niat baiknya yang ingin menolong keponakannya berbuntut peperangan dalam rumah tangganya.
Lalu bagaimana akhir dari cerita ini?
Yuk kita simak ceritanya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon LaQuin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6. Luka Lama
Bab 6. Luka Lama
Pov Author
"Assalamualaikum..."
Ranti mengucapkan salam sambil sesekali mengetuk pintu rumah Sri.
"Wa'alaikumsalam..."
Terdengar jawaban salam dari dalam meski pintu belum di buka. Dengan sabar Ranti menunggu sosok yang ia cari selama beberapa bulan terakhir ini.
Ceklek!
Sri tertegun memandang wajah seseorang yang berada tepat di hadapannya dengan sebaris senyum yang menyapa. Cukup lama ia mencoba mengenali wajah yang nyaris lupa oleh hati yang ingin mengubur semua sisa kenangan yang ada.
"Ranti..."
Ragu-ragu Sri mengucap nama itu dalam gumamnya yang masih bisa di dengar oleh sang pemilik nama.
"Apa kabar Mbak? Maaf aku bisa menemui Mbak sekarang."
"Ada apa Ranti?"
Sedkit sambutan kurang hangat terdengar dari mulut Sri.
"Boleh aku masuk Mbak. Aku tahu Mbak pasti merasa tidak nyaman atas kedatanganku. Tetapi, aku benar-benar ingin berbicara sama Mbak, dan juga meminta maaf atas perlakukan keluarga ku terhadap Mbak dulu." Kata Ranti dengan tatapan memohon.
Sri menunduk terlihat berpikir sejenak. Kemudian terdengar helaan napas dari mulutnya.
"Masuk lah."
Ranti tersenyum dan terlihat senang di ijin kan masuk ke rumah berlantaikan semen dan berdindingkan batako merah itu. Ia mengamati sesaat isi rumah yang tidak memiliki banyak barang berharga selain kursi rotan dan meja kayu di ruang tamu itu berukuran kecil.
Ranti mendudukan bobot tubuhnya di atas bisa tipis kursi rotan. Kemudian menatap lekat wanita yang pernah menjadi kakak iparnya itu.
"Jadi, kamu mencariku ada apa Ranti?"
"Mbak, aku minta maaf atas apa yang keluarga ku lakukan dulu sama Mbak, terutama Ibu. Ibu sudah tidak ada Mbak, dan aku menemukan buku catatan milik Mas Sanjaya. Di dalam sana, tertuliskan alamat kampung ini, sebagai tempat kalian untuk memulai hidup baru."
Benar, aku dan Mas Sanjaya saling mengikat janji untuk tinggal di kampung ini saat kami akan memulai hidup berumah tangga. Sayangnya, hanya aku saja yang berada disini. Saat aku di usir dari rumah besar, Mas Sanjaya sedang berada di luar kota. Dan tidak kunjung juga Mas Sanjaya mendatangi ku di kampung ini. Sampai beberapa bulan aku menunggu hingga mendapat kabar kalau Mas Sanjaya sudah meninggal dunia karena sebuah kecelakaan. Batin Sri berbicara sendiri dalam hatinya.
Sri menunduk. Ada luka yang mulai sembuh harus terkoyak kembali mengingat peristiwa yang pernah terjadi. Matanya mengembun meski ia mencoba untuk menutupi.
"Aku tahu almarhum Ibu ku begitu kejam sama Mbak. Beliau di didik keras oleh kakek dan nenek sehingga cara hidupnya pun berdampak pada orang-orang di sekitarnya. Karena itu aku merasa bersalah pada Mbak atas perlakukan Ibu. Aku dulu tidak berani untuk membela Mbak, karena aku juga masih dalam kekangan Ibuku." Tutur Ranti dan tertunduk dengan perasaan bersalah.
"Dan begitu membaca catatan di buku milik Mas Sanjaya, aku merasa harus menemukan Mbak. Karena dalam buku catatan itu mengatakan, Mbak sedang mengandung keturunan Mas Sanjaya." Ungkap Ranti.
Jadi Mas Sanjaya tahu aku hamil? Batin Sri bertanya-tanya.
Sri teringat dulu dia pernah menggunakan tespek tanpa sepengetahuan Sanjaya ketika Sanjaya belum pergi dinas ke luar kota. Namun tespek itu entah kemana hilangnya, saat Sri kembali lagi ke kamar dan membawakan minuman hangat untuk sang suami.
Rencananya Sri akan memberikan kejutan tentang kehamilannya setelah Sanjaya pulang dari Dinas minggu depan. Namun sebelum itu terjadi, nyata Sri lebih dulu di usir oleh ibu mertuanya sehari setelah keberangkatan Sanjaya Dinas ke luar kota.
Sanjaya bukanlah PNS. Ia hanya seorang kontraktor yang sering mendapat proyek di luar kota. Oleh karena itu Sri sering di tinggal dan di perlakukan kasar oleh keluarganya tanpa sepengetahuan dirinya. Dan Sri mengetahui kalau Sanjaya telah meninggal dunia seminggu setelah ia meninggalkan rumah dari teman Sanjaya setelah Sanjaya tidak dapat di hubungi berhari-hari.
"Apa keponakan ku hidup Mbak? Sebesar apa dia sekarang?" Tanya Ranti lagi dengan penuh harap.
Pertanyaan Ranti kali ini membuyarkan pikiran Sri yang sesaat teringat akan kenangan masa lalunya. Namun kenangan lain muncul kala ia teringat karena kehamilannya itu ia di usir oleh ibu mertua yang tidak menyukai Sanjaya memiliki keturunan darinya.
"Buat apa bertanya soal anakku? Dia pun tidak diharapkan kehadirannya oleh neneknya.
Tanpa sadar Sri mengatakan apa yang ada dalam hatinya.
"Rupanya Mbak masih marah terhadap mendiang Ibu." Lalu terdengar helaan napas berat dari mulut Ranti. "Aku tidak menyalahkan Mbak kalau memang Mbak masih marah sama perlakuan Ibu dulu. Tapi Ibu sudah tiada Mbak. Dan aku peduli pada anak Mas Sanjaya, yang juga bagian dari keluarga ku. Aku ingin sekali bertemu dengannya." Tutur Ranti penuh harap.
Sri akui dirinya begitu egois karena masih menyimpan rasa sakit hati kepada orang yang telah tiada. Namun Sri juga tidak dapat menghindari rasa sakit hatinya jika teringat bagaimana dia memohon kepada Ibu mertuanya agar diterima dan di akui sebagai menantu dalam keluarga suaminya. Kalimat yang di ucapkan ibu mertuanya waktu dulu membuat Sri begitu terluka dan terus memendam rasa sakit di hatinya.
"Gugurkan! Aku tidak sudi mendapat keturunan dari rahimmu!"
Entah apa yang membuat ibu mertuanya begitu membenci Sri, dulu. Karena yang Sri tahu, ia sudah berusaha semaksimal mungkin untuk mengambil hati ibu mertuanya itu.
Bertepatan dengan pembicaraan mereka yang belum selesai karena saling diam, Menur datang dan memasuki rumah tanpa mengucapkan salam seperti biasa. Ia mengamati sesaat tamu yang sedang duduk bersama dengan sang Ibu.
Ranti tiba-tiba berdiri melihat Menur menatap dirinya. Wajah Menur yang mirip dengan Sanyaja sang kakak, begitu di kenali Ranti sehingga raut wajahnya terlihat sedih sekaligus bahagia melihat kehadiran Menur.
"Apa dia anak Mas Sanjaya, Mbak?" Tanya Ranti kepada Sri, karena merasa yakin sosok di hadapannya itu adalah anak kakaknya.
Awalnya Sri hanya diam karena masih ragu untuk mengungkapkan sosok Menur kepada salah satu anggota keluarga Almarhum suaminya. Namun pada akhirnya Sri hanya mengangguk lemah, menjawab pertanyaan Ranti.
Ranti terlihat bahagia menjumpai satu-satunya keponakan dari saudaranya yang lebih dulu meninggalkannya di dunia ini. Ranti perlahan melangkah mendekati Menur yang sedang terteduh dengan pikirannya ketika mendengar dirinya dikatakan anak Sanjaya.
Ranti menangkup wajah Menur dengan kedua tangannya lalu mengusap pipi, kepala serta lengan Menur.
"Siapa namamu?" Tanya Ranti menatap Menur dengan sendu dan kelopak mata yang telah mengembun.
"A... aku... Menur Cantika."
Entah kenapa Menur pun ingin sekali menyebutkan namanya di hadapan wanita yang baru pertama kali ia jumpai itu, meski ia sedikit gugup.
"Kamu cantik sekali Menur, mirip sekali dengan Mas Sanjaya." Tutur Ranti penuh haru lalu memeluk Menur.
Ranti tak kuasa menahan tangisnya hingga ia sesunggukan di bahu Menur.
"Mbak ini tante ku? Adik dari Bapak ku?" Tanya Menur masih tidak percaya dan ingin memperjelas apa yang ada dalam pikirannya.
"Iya..." Jawab Ranti.
Menur pun membalas pelukan Ranti setelah mendapat jawaban yang pasti atas pertanyaan di pikiran dan hatinya. Bagai menemukan oase di padang yang tandus, Menur melepaskan rasa rindu dan keingintahuannya selama ini tentang sosok sang Bapak dan juga keluarganya.
Bersambung...
Jangan lupa like dan komen ya, terima kasih 🙏😊
mana menur mnta alamat pram lagi, dah lah pasti menur bakal sering nyusulin pram disana.