Raisya adalah seorang istri yang tidak pernah diberi nafkah lahir maupun batin oleh sang suami. Firman Ramadhan, adalah seorang arsitektur yang menikahi Raisya setelah empat tahun pertunangan mereka. Mereka dijodohkan oleh Nenek Raisya dan Ibu Firman. Selama masa perjodohan tak ada penolakan dari keduanya. Akan tetapi Fir sebutan dari seorang Firman, dia hanya menyembunyikan perasaannya demi sang Ibu. Sehingga akhirnya mereka menikah tanpa rasa cinta. Dalam pernikahannya, tidak ada kasih sayang yang Raisya dapat. Bahkan nafkah pun tidak pernah dia terima dari suaminya. Raisya sejatinya wanita yang kuat dengan komitmennya. Sejak ijab qobul itu dilaksanakan, tentu Raisya mulai belajar menerima dan mencintai Firman. Firman yang memiliki perasaan kepada wanita lain, hanya bisa menyia-nyiakan istrinya. Dan pernikahan mereka hanya seumur jagung, Raisya menjadi janda yang tidak tersentuh. Akankah Raisya menemukan kebahagiaan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bunda RH, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Harus bersabar
Jam 4 sore setelah shalat ashar kudengar pintu rumah berbunyi, sepertinya ada yang datang. Benar dugaanku, suamiku sudah pulang.
"Kakak sudah makan?"
"Sudah tadi di rumah ibu."
"Em.. ya sudah kalau begitu kak saya mau ke rumah nenek sebentar."
"Iya." jawabnya singkat
Rasanya kenapa masih sangat canggung. Apa seperti ini rasanya menjadi pengantin baru. apa mungkin ini karna kami menikah karna perjodohan? itu suara batinku.
Setelah 5 menit aku main di rumah nenek kulihat ada 2 orang datang ke rumah, sepertinya Agus sepupu suamiku dan satu lagi aku tidak mengenalnya.
"Nek aku pulang dulu, sepertinya ada tamumya suamiku."
"Iya Rai, pergilah sana! Kalau tidak ada minuman ambil saja teh di dapur bawa ke rumahmu."
" Masih ada nek."Akupun pulang ke rumah.
"Eh kakak ipar, seger banget nih pengantin baru." Ucap Agus menggodaku.
Aku hanya menanggapi dengan senyuman.
"Saya ambilkan minuman dulu, silahkan dilanjut." Pamitku.
Aku mengambil minuman kopi kemasan botol dari dalam kulkas dan camilan wafer coklat untuk mereka.Lalu ku suguhkan di atas meja tempat mereka duduk.
"Terima kasih kakak ipar."
"Iya sama-sama, sambil dinikmati. Maaf adanya cuma itu."
"Ini sudah cukup kakak ipar, kalau terlalu banyak nantik kami gak pulang- pulang haha." Agus beeucap dengan nada bercanda.
Entah kenapa aku merasa suamiku ini selalu menghindariku, maksudku dia seakan tidak ingin berlama-lala berdua denganku.Tiba-tiba saja aku ingat dengan nama 'istri pertama'. Nama itu selalu mengganggu pikiranku.
"Ya Allah hilangkan kecurigaan dalam hatiku." Do'aku dalam hati.
"Assalamu'alaikum." ku dengar suara Fifi mengucap salam.
"wa'alaikum slam." Jawab tiga orang laki-laki di terasa rumah.
"Kak Firman, Raisya nya ada?"
" Ada Fi, masuk saja."
Aku muncul di balik pintu melambaikan tangan tanpa suara.
"Jadi gk nih bongkar amplopnya Rai?"
"Amplopnya udah dibongkar tinggal kado yang belum fi hehe."
"Yah padahal aku mau pinjam isi amplopnya haha." kami pun tertawa bersama.
"Kamu nih ada-ada saja fi."
"Becanda Rai, biar gk stres. Pengantin baru gak boleh stres".
Kami pun mulai membongkar isi kado di dalam kamar. Ada seprei, perabotan rumah tangga, baju dan lain lain, kami membongkar kadi sambil ngerumpi.Maklum sudah lama aku tidak ngobrol lama dengan Fifi, sejak dia menikah.
"Rai gimana tadi malam?"
"Tadi malam apanya?"
"Yaelah pura-pura gak tahu."
"Sini mana lihat buka jilbabmu, ada tanda merah gk di lehermu?" Fifi hendak menyingkap jilbabku sambil tertawa.
"Ish ngawur! gk ada fi, apaan sih!" Aku berusaha bersikap biasa.
Kalau pun ada mana mungkin aku
memperlihatkan kepada orang lain. batinku dalam hati.
"Rai itu ngapain Si Agus dan temannya main ke sini? gangguin kalian saja."
"Nggak tahu Fi, jangan kepo deh."
"Sudah jam 5 Rai, aku pamit suami tadi cuma bentar. Eh malah jadi lama, nanti suamiku kangen."
"Bisa aja kamu Fi, ya sudah sana pulang, makasih udah bantuin, oh iya ini jilbab buat kamu."
"Nggak usah kali Rai, aku senang bisa bantuin dan ngobrol sama kamu."
"Nggak pa-pa fi, aku memang mau ngasih tambahan koleksi kamu biar gak buka tutup itu kepala."
"Nyindir nih! oke oke makasih, pasti aku pakai ini. Aku pulang dulu ya, oh iya nomorku ganti, nantik aku kirim pesan ke nomormu."
"Siap bos!"
Malam hari, tinggallah aku dan suamiku berdua. Saat kami selesai sholat isya HP suamiku berbunyi. Kulihat dia pergi keluar dan mengangkat telpon. Hatiku gelisah kembali, kenapa hanya menerima telpon saja dia harus menghindar dariku. Aku istrinya, bukan orang lain.
Malam semakin larut, suamiku masuk ke dalam kamar, kami duduk di tempat tidur saling berdiam diri. Akhirnya dia membuka suara.
"Kamu tahu kan kita menikah karna dijodohkan, tentu kita masih belum terbiasa satu sama lain, aku harap kamu mau bersabar," kak Firman menjeda ucapannya.
"Aku bekerja di perantauan hanya cukup membiayai kehidupanku sendiri dan membantu ibuku, kamu tahu sendiri kan Ayahku sudah lama meninggal, kakakku punya beban istri dan 4 anak, sedangkan adikku dia baru saja lulus kuliah, aku minta maaf jika nanti aku belum bisa memberimu nafkah." kak Firman menjeda ucapannya lagi. "nafkah lahir ataupun batin."
jlep
Hatiku rasanya sakit, bagaimana mungkin seorang suami dengan terang-terangan berkata seperti ini.Tapi aku harus kuat. Ini sudah takdirku, Allah sudah memberikan yang terbaik untukku.
"Baik kak, aku akan bersabar. Tolong bimbing aku untuk menjadi istri yang baik." itu jawabanku. Sejak menjadi seorang istri tentu aku harus belakangnya suamiku.
🍀Terkadang yang baik menurutmu bukan yang terbaik bagi Allah, dan yang buruk menurutmu bukan yang yang buruk bagi Allah. 🍀
...~Raisya Azkiya~...
-
-
See you again kakak
Jangan lupa dukung aku, thanks🤗