" Iya, sekalipun kamu menikah dengan wanita lain, kamu juga bisa menjalin hubungan denganku. Kamu menikah dengan wanita lain, bukan halangan bagiku “ Tegas Selly.
Padahal, Deva hendak di jodohkan dengan seorang wanita bernama Nindy, pilihan Ibunya. Akan tetapi, Deva benar - benar sudah cinta mati dengan Selly dan menjalin hubungan gelap dengannya. Lantas, bagaimanakah kelanjutan hubungan antara ketiganya ? Akankah Deva akan selamanya menjalin hubungan gelap dengan Selly ? atau dia akan lebih memilih Nindy ?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vitra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Terjebak Oleh Keadaan
Deva merasa puas dengan pesan yang dikirimkan oleh Nindy kepadanya. Akhirnya, Deva bisa memastikan dengan keyakinan penuh bahwa Nindy telah terjebak dalam rayuannya. Tinggal selangkah lagi hingga rencana yang ia susun selama ini bisa terwujud sesuai dengan harapannya.
Ponsel Deva kembali berbunyi. Terlihat Nindy membalas pesannya.
[Nindy: Terima kasih, kamu sudah bisa memperlakukanku dengan baik. Besok malam Minggu aku luang. Katamu, meluangkan waktu bersamamu sudah cukup membayar semua pemberian darimu.]
Sesaat setelah membaca pesan dari Nindy, perasaan Deva semakin yakin. Kini, saat Nindy telah menaruh hati padanya, segalanya menjadi lebih mudah. Ia tak perlu lagi bersusah payah merebut hati Nindy. Cukup terus memainkan peran di balik topeng yang telah ia kenakan.
[Deva: Oke, besok malam Minggu kita bertemu lagi.]
"Apakah pertemuan besok adalah waktu yang tepat untuk aku melamarnya?" tanya Deva dalam hati.
Ia terus berpikir. Kapan waktu terbaik untuk melamar Nindy? Ia khawatir jika terlalu lama membiarkan hubungan ini menggantung, Nindy akan pergi meninggalkannya. Akhirnya, ia memutuskan untuk menemui ibunya.
Bu Lastri sedang bersantai di depan televisi saat Deva menghampirinya.
"Bu..." panggil Deva.
"Iya, ada apa?" sahut Bu Lastri sambil tetap menatap layar.
"Aku mau bicara serius, Bu. Tentang hubunganku dengan Nindy." Mendengar itu, Bu Lastri menoleh ke arah Deva dan mematikan televisi. Ia bersiap mendengarkan dengan seksama.
"Gimana kelanjutan hubunganmu dengan Nindy?" tanya Bu Lastri.
"Aku sudah beberapa kali bertemu dengannya, Bu. Kami juga semakin intens berkomunikasi. Dan... aku merasa sudah siap mengajaknya menikah."
Mendengar ucapan itu, Bu Lastri langsung memeluk Deva erat. Wajahnya berseri-seri.
"Akhirnya... anak Ibu mau menikah juga," ucap Bu Lastri riang. Ia lalu menambahkan, "Segeralah melamar Nindy, Dev. Kalau dia menerimamu, beri tahu Ibu. Biar Ibu dan Pak Danu segera merancang acara lamaran resmi kalian."
"Besok malam Minggu aku akan bertemu Nindy. Apakah itu waktu yang tepat untuk melamarnya, Bu?" tanya Deva pelan.
"Iya, tentu saja. Kapan pun kamu sudah siap, itulah waktu terbaik. Niatmu saja sudah jadi petunjuk bahwa waktunya memang telah tiba," jawab Bu Lastri yakin.
"Inilah saatnya... aku akan kembali pada Selly sepanjang waktuku," ucap Deva dalam hati.
Kemudian, Deva pun berencana membeli cincin sepulang kerja besok. Meski ia tidak tahu pasti ukuran jari manis Nindy, ia berharap cincin yang dipilihnya akan pas tersemat di sana.
Namun saat pikirannya sedang sibuk membayangkan momen romantis itu, tiba-tiba terlintas satu nama—Ardi.
Ya... Ardi. Teman dekatnya yang beberapa waktu lalu sempat melontarkan pertanyaan dengan nada mencurigakan. Wajah Ardi saat itu seolah menyimpan sesuatu. Bagaimana jika Ardi sudah mengetahui kedekatanku dengan Nindy? pikir Deva panik. Jika itu benar, maka sangat mungkin Ardi juga sudah menyimpulkan sendiri hubungan rahasia Deva dan Selly.
"Betapa bodohnya aku... Kenapa aku bisa melewatkan hal sepenting ini?" Deva bergumam kesal. Ia mondar-mandir di kamarnya sambil menggigit kuku, gelisah. Haruskah aku besok bilang ke Ardi kalau aku tiba-tiba putus dengan Selly? Tapi... itu malah terlihat janggal, batinnya makin kacau.
Deva terus menyalahkan dirinya sendiri. Sejak awal mendekati Nindy, ia tidak pernah menyusun skenario bahwa dirinya telah putus dengan Selly. Dan yang lebih rumit, Ardi tahu bahwa ia sering berkunjung ke apartemen Selly. Itu bisa menjadi petunjuk besar bagi Ardi bahwa hubungan mereka belum benar-benar berakhir.
Deva akhirnya terduduk lemas di pinggir kasurnya. Kepalanya terasa mau pecah. Apa yang selama ini ia rancang dengan sempurna, ternyata menyimpan celah yang fatal. Ia memegangi kepalanya, frustasi.
"Aarrggghhh, sial! Ini yang salah sebenarnya siapa sih? Aku atau Ardi?"
Di malam itu, suasana hati Deva berubah dengan sangat cepat.
Awalnya, ia merasa senang karena rencananya berjalan lancar. Nindy telah jatuh hati kepadanya, dan ia pun mulai merancang niat untuk melamarnya. Namun, kegembiraan itu tak bertahan lama. Tiba-tiba saja kegelisahan menyergapnya. Deva harus segera mencari cara agar Ardi tidak mengetahui hubungan terlarangnya dengan Selly.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Sementara itu, Kevin tengah berdiri di depan pintu apartemen Selly, menekan bel berulang kali. Sepertinya Selly sengaja tak langsung membukakan pintu. Ia pun mulai membujuk melalui kamera interkom.
"Sayang, tolong bukakan pintunya. Aku ingin minta maaf," ucap Kevin lembut.
Klek.
Pintu terbuka perlahan. Kevin masuk. Selly berdiri di ambang pintu, menahan tangis. Kevin langsung memeluknya erat.
"Kamu tega sama aku," suara Selly bergetar di balik pelukannya.
"Maafkan aku. Kali ini aku janji tidak akan memperdebatkan hal-hal sepele lagi. Aku tidak peduli kamu masih ingin mempertahankan Deva atau tidak. Yang penting, aku tahu kamu mencintaiku," ucap Kevin penuh penyesalan.
Ia lalu melepas pelukan dan menghapus air mata Selly dengan lembut, kemudian memberikan bunga mawar besar berbentuk hati.
Dengan sisa tangis yang menggantung, Selly menerima bunga itu. "Aku tahu kamu pasti akan kembali. Karena kita sudah saling terikat," ujarnya.
"Iya, sekali lagi maafkan aku. Seminggu ini sangat menyiksa tanpa bertemu denganmu," kata Kevin.
Di balik pelukan Kevin, Selly tersenyum tipis. Apa yang ia pikirkan kemarin ternyata benar—laki-laki yang sudah terikat dengannya akan sulit melepaskan diri.
Deva dan Kevin. Keduanya tak memiliki ikatan yang kuat dengan Selly. Hanya saja, hubungan Selly dengan Deva hanyalah pelampiasan luka masa lalunya. Ia tak ingin Deva bahagia dengan pilihan ibunya. Sementara dengan Kevin, ia mendapatkan segalanya—materi dan cinta.
Hubungan Selly dan Kevin membaik. Mereka kembali mengobrol, bercanda, dan tertawa bersama.
Di tengah percakapan hangat itu, Kevin teringat sesuatu.
"Wah, aku lupa ada yang ketinggalan di mobil. Sebentar ya," ujar Kevin sembari mengambil kunci dan turun ke bawah.
Rendi yang sejak tadi mengawasi Kevin langsung siaga dengan kameranya. Namun, ia tampak kecewa karena wanita simpanan Kevin tidak muncul.
"Ah, kenapa wanita itu nggak ikut ke bawah buat pamit ke Pak Kevin?" gumam Rendi kecewa.
Namun, Kevin tidak langsung pergi. Ia keluar lagi dari mobil sambil membawa tas belanja besar. Melihat hal itu, Rendi kembali sigap dan membidik kameranya.
Cekrek, cekrek.
Ia mengecek hasil fotonya. Meski kualitasnya kurang maksimal karena malam hari, saat diperbesar terlihat Kevin membawa tas dari merek ternama. Tapi Rendi tidak tahu apa isi tas itu.
Kevin kembali ke apartemen dan menyerahkan tas tersebut pada Selly dengan wajah sumringah.
"Hah? Ini buat aku?" tanya Selly terkejut.
"Iya, ini untukmu. Sebagai tanda permintaan maafku," jawab Kevin.
Selly segera membuka tas itu dan menemukan hadiah berupa tas impian yang selama ini ia idamkan. Ia memeluk Kevin dengan penuh suka cita.
"Terima kasih, sayangku."