Viola merasa di tipu dan dikhianati oleh pria yang sangat dicintainya. Menyuruh Viola kuliah hingga keluar negeri hanyalah alibi saja untuk menjauhkan Viola dari pria itu karena tidak suka terus di ikuti oleh Viola.
Hingga 8 tahun kemudian Viola kembali untuk menagih janji, tapi ternyata Pria itu sudah menikah dengan wanita lain.
"Aku bersumpah atas namamu, Erland Sebastian. Kalian berdua tidak akan pernah bahagia dalam pernikahan kalian tanpa hadirnya seorang anak"
~ Viola ~
Benar saja setelah 3 tahun menikah, Erland belum juga di berikan momongan.
"Mau apa lo kesini??" ~ Viola ~
"Aku mau minta anak dari kamu" ~ Erland ~
Apa yang akan terjadi selanjutnya pada Viola yang sudah amat membenci Erland??
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon santi.santi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
8. Permintaan Dito
"Jangan bercanda kamu Beca. Saat ini dia juga tidak punya kekasih"
"Lalu apa yang Kak Vino tau tentang Vio selain keinginannya yang satu ini. Bukankah sudah jelas kalau kepulangan Vio adalah untuk menikah?"
Vino terdiam membenarkan perkataan Beca. Tapi dia juga bingung apa yang harus dilakukannya saat ini.
"Beca mohon Om, ini adalah salah satu keinginan terbesar Viola. Tidakkah Om dan Kak Vino mau mengabulkan permintaannya yang satu ini??"
Beca memohon hanya demi sahabatnya. Satu-satunya orang yang dia miliki di dunia ini. Kali ini Beca akan berjuang mendapatkan apa yang seharusnya Viola miliki. Meski di saat-saat terakhirnya, Viola harus mendapatkan apa yang selama ini dia perjuangkan.
"Tapi aku harus mencari pria itu di mana?? Mana ada pria yang mau menikahi wanita yang terbaring lemah seperti Viola" Tanggapan putus asa dari Papi Dito membuat Beca memanfaatkan itu.
"Om tidak perlu mencari kemanapun. Tentu saja Om dan Kak Vino tau kan siapa yang paling bertanggung jawab sampai akhirnya Viola menjadi seperti ini??"
"Jangan gila kamu, dia sudah punya istri. Aku tidak mau menjadikan adikku sebagai pelakor. Aku juga tidak rela melihat adikku menjadi istri ke dua" Tolak Vino dengan tegas.
"Kak, jangan pernah sebut Viola sebagai pelalor. Dari awal, Viola yang berhak atas laki-laki tak bertanggung jawab itu!! Akulah saksinya jika Viola berjuang mati-matian hanya demi menjadi wanita yang pantas untuk dia. Setelah semuanya sudah Viola dapatkan, sekarang dia justru dicampakkan begitu saja setelah di sogok dengan janji palsu itu. Apa Kak Vino akan diam saja?? Apa Kak Vino tidak ingin membahagiakan Viola sekali ini saja?? Coba pikirkan lagi Kak, sudah sepuluh tahun Viola menderita, apa tidak ada kesempatan untuknya bahagia??"
Beca tersenyum tipis karena berkat kalimatnya yang dramatis itu mampu membungkam Vino. Sepertinya pria lajang itu sudah termakan hasutan Beca.
"Aku tidak peduli orang-orang akan menganggap ku jahat karena telah menghasut Kaka mu Vi. Yang penting saat ini adalah kebahagiaanmu. Aku akan berusaha semampuku agar pria b****sek itu menepati janjinya kepadamu"
Beca mengepalkan tangannya kuat saat mengingat wajah Erland tersenyum di atas pelaminan saat itu.
"Papi akan temui Erland"
Keputusan tepat yang sangat di inginkan Beca justru langsung terucap dari Papinya Viola.
"Tapi Pi, bagaimana dengan istrinya?? Apa dia mengijinkan suaminya menikah lagi?? Dia juga sahabat Vino Pi" Sebenarnya yang sedari tadi membuat Vino berat mengambil keputusan adalah karena mereka berdua juga bersahabat.
"Itu urusan nanti. Yang penting kita tanyakan dulu pada Erland. Kita lihat tanggapannya bagaimana. Papi minta sama kalian untuk merahasiakan ini dari Mami dulu. Karena ini bisa membuatnya semakin syok"
"Baik Om" Beca bersorak dalam hati.
*
*
*
*
Dua insan yang masih menikmati suasana pengantin baru masih berada di balik selimut meski saat ini sudah menunjukkan jam tiga sore.
Salah satunya terusik gara-gara dering ponsel yang terus berbunyi beberapa kali. Dengan matanya yang masih terpejam, Erland meraih ponselnya yang berada di atas nakas.
"Halo??"
"_____"
Erland langsung terduduk dengan mata yang terbuka lebar.
"Baik Pak, saya akan langsung ke kantor Pak Dito"
Erland beranjak dari ranjang lalu memungut bajunya yang sudah tergeletak di lantai.
"Mau kemana sih Mas?? Bukannya hari ini kamu sudah ambil libur??" Sarah masih enggan keluar dari selimut yang membungkus tubuh polosnya.
"Aku harus ke kantor Pak Dito. Ada sesuatu yang ingin beliau sampaikan katanya. Tadi bahkan sempat datang ke kantorku tapi tidak menemukanku di sama"
Erland buru-buru masuk ke kamar mandi. Bergegas membersihkan dirinya secepat mungkin sambil terus berpikir hal apa yang ingin di sampaikan bos besar itu. Rasanya dia tidak memiliki bahan apapun tentang pekerjaannya yang harus mereka bahas.
"Aku pergi dulu ya" Erland mencium kening Sarah yang masih terbaring di tempat tidur.
"Hemm, jangan aneh-aneh!! Firasat ku mengatakan ada hal yang tidak beres dengan mereka"
"Jangan berprasangka buruk dulu, aku pergi ya"
Sarah terus menatap punggung Erland yang terbalut jas rapi itu.
"Setelah dua minggu gue nahan dia buat nggak ke rumah sakit, sekarang justru bokapnya yang ngajak ketemu"
*
*
*
*
"Maaf Pak Dito menunggu lama"
Erland sudah duduk di dalam ruangan Papi Dito yang besar dan mewah itu.
"Tidak masalah, ini juga bukan masalah pekerjaan, jadi kita bicara santai saja"
"Baik Om" Ketika Papi Dito mengatakan seperti itu, tandanya dia ingin berbicara pada anak sahabatnya, bukan rekan bisnisnya.
"Om yakin kamu sebenarnya bingung karena Om tiba-tiba ingin bertemu kamu" Wajah yang sudah mulai keriput itu masih terlihat tegas di usianya yang sekarang.
"Benar Om, karena saya rasa, saya tidak ada janji temu dengan Om dan staf perusahaan ini"
"Memang tidak, Om yang secara pribadi ingin menemui mu"
Melihat Papi Dito mulai berubah serius, Erland menjadi sedikit gugup meski belum tau apa yang ingin di sampaikan investor terbesar perusahaannya itu.
"Erland, setelah dua minggu kecelakaan yang menimpa putri Om, keadaanya justru semakin menurun"
Erland belum tau apa maksud Papinya Viola langsung menceritakan keadaan putrinya itu kepadanya.
"Menurut Dokter, kita harus segera mengambil keputusan untuk mengikhlaskan Viola"
Deg...
"Maksud Om??" Dada Erland seperti di timpuk sebuah batu.
"Saat ini Viola masih bertahan hanya karena alat-alat itu, jadi kalau semakin lama di pasang, justru akan semakin menyiksa Viola"
"Lalu keputusan apa yang Om ambil?? Tidak mungkin kan Om akan merelakan Viola begitu saja??" Walaupun Erland tidak mencintai Viola tapi ada rasa tak rela jika Viola di lepas begitu saja.
"Itu keputusan yang terbaik" Jawab Papi Dito dengan mendung di wajahnya.
"Tidak Om, itu bukan yang terbaik. Kita masih bisa membawa Viola untuk pergi berobat ke laur negeri. Di sana pasti banyak Dokter yang lebih hebat, jangan menyerah begitu saja dong Om" Sepertinya rasa bersalahnya pada Viola membuat Erland begitu khawatir pada wanita itu.
Papi Dito hanya menggeleng lemah, menandakan jika sudah tidak ada harapan lagi pada Viola.
"Tapi Erland, sebelum Dokter melepas semua alat itu, bisakah kamu membantu Om untuk mengabulkan satu saja keinginan terakhir Viola??" Mata tua itu menatap penuh harap pada Erland.
"Apa itu Om??" Erland sudah mulai tak tenang, firasatnya mengatakan begitu.
"Om tau ini salah. Om tau kamu juga pasti akan menolak dengan keras. Tapi Om mohon dengan segala kerendahan hati Om. Demi anak Om yang paling Om cintai, tolong nikahi dia Er"
Untuk pertama kalinya, seorang pengusaha sukses dengan kekayaan spektakuler memohon kepada Erland yang hanya anak ingusan.
"Apa??!! Me-menikahi Viola??"
bisa....bisa ...
emansipasi wanita anggap aja😁😁
mana bisa keguguran hamil juga ngga....