Tak pernah sedikit pun terbesit dalam pikiran Serina bahwa ia akan dikhianati oleh suaminya sendiri.
Suami yang menurutnya baik, sayang dan pengertian padanya ternyata selama ini hanyalah sandiwara saja untuk menutupi pengkhianatan yang telah dilakukan.
Lalu bagaimanakah kisah mereka selanjutnya?
ayo ikuti terus jalan ceritanya!🥰🙏🏻
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ༂𝑾𝒊𝒚𝒐𝒍𝒂❦ˢQ͜͡ᵘⁱᵈ༂, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
8. Kesal
Wajah Arum seketika berubah menjadi merah padam, entah menahan malu atau amarah.
"Arum, jika kamu ingin mengenakan pakaian seperti itu, pakailah sesuai pada tempatnya!" Ucap Serina.
Dadanya begitu sesak, mulut tak lagi dapat berkata. Arum membuang pandangannya, menyembunyikan mata yang sudah memerah sejak tadi.
"Sekali lagi ma-maafkan saya, nyonya!" Ucap Arum terbata-bata.
Serina terus saja menatap dingin Arum. Arum yang merasa tak enak hati, ia pun langsung saja berlalu kembali ke dapur.
"Sayang, jangan bicara seperti itu lagi pada Arum." Tutur Bara.
"Kasihan, dia pasti tersinggung dengan ucapanmu tadi!"
"Kamu membelanya, mas?" Tanya Serina.
Seketika Bara terdiam sesaat.
"Bukan begitu maksudku, Sayang!" Sangkal Bara.
"Lalu apa?"
Melihat Bara tak ada jawaban, dengan kasar Serina langsung meletakan sendok dan garpu yang sedang ia pegang.
Wanita itu lalu bangkit dari duduknya.
"Kamu mau kemana?" Tanya Bara heran.
"Mendadak aku tak nafsu makan!" Jawab Serina dengan ketus. Ia kemudian berlalu begitu saja.
Bara mengernyitkan dahi, heran melihat sikap istrinya yang sekarang mudah tersinggung.
Tak ambil pusing Bara pun melanjutkan makan malamnya seorang diri.
Setelah selesai makan, Bara pun berniat untuk langsung kembali ke kamar, menyusul Serina. Namun saat ia hendak menaiki anak tangga, tiba-tiba terdengar samar-samar suara orang menangis. Bara yang penasaran pun langsung saja mencari sumber suara tersebut, yang ternyata berasal dapur.
"Arum......." Tegur Bara.
Arum yang mendengar suara Bara pun langsung saja menyeka air matanya.
"Kamu kenapa menangis, Arum?" Tanya Bara mendekat sambil memegang pundak Arum.
"Ah....tidak apa-apa, mas." Jawab Arum berbohong.
Bara mulai sadar jika Arum menangis pasti karena Ucapan Serina yang barusan.
"Maafkan ucapan Serina tadi, Rum." Ujar Bara.
Arum menatap dingin Bara, lalu menghembuskan nafasnya kasar.
"Aku tahu pasti kamu sangat kesal dengan ucapannya tadi."
"Iya tentu saja aku kesal, mas! serendah itukah aku dimatanya?" Tanya Arum, ia kembali mengeluarkan air buaya.
"Shut.....sudah....sudah lebih baik lupakan saja, tidak usah dimasukan ke hati!" Ucap Bara, lalu ia merangkul Arum dengan maksud ingin menenangkannya.
"Tapi tetap saja, mas. Aku sakit hati mendengarnya!" Ujar Arum yang diselingi Isak tangis dalam rangkulan Bara.
"Sudah, jangan di perpanjang lagi!" Pinta Bara sambil mengelus-elus rambut Arum.
-
-
-
Pagi ini tidak seperti biasanya. Sejak tadi Bara sudah duduk dimeja makan menunggu kemunculan Serina yang belum juga terlihat.
Tak.....
Tak.....
Tak....
Terdengar suara derap langkah kaki yang menuruni anak tangga, yang tak lain itu adalah Serina.
"Aku pergi duluan!" Ujar Serina.
Bara yang sedang menikmati roti bakar nya pun seketika berhenti mengunyah.
"Lo.....lo tumben? Kenapa? Biasanya juga kita berangkat bersama?" Tanya Bara heran.
"Tidak apa-apa, kali ini aku ingin berangkat sendiri, mengendarai mobil sendiri!"
"Kamu tidak sarapan dulu?"
"Tidak!"
"Duduklah!" Titah Bara.
"Aku bilang tidak ya tidak!" Ucap Serina ketus.
"Sejak kapan kamu membantah suamimu sendiri?" Tanya Bara yang mulai kesal.
"Lalu sejak kapan kau mengkhianati ku, mas?" Batin Serina.
"Aku tidak membantah. Sudahlah aku tidak ingin berdebat dengan mu, mas!" Ucap Serina.
Bara sama sekali dibuat heran dengan sikap Serina yang tiba-tiba berubah drastis.
Bisa ia rasakan dengan jelas bahwa ini bukanlah Serina yang ia kenal sebelumnya.
Serina menghela nafas panjang, ia berbalik badan dan kemudian berlalu begitu saja dari hadapan Bara.
Sepergiannya Serina, Arum pun tiba-tiba datang menghampiri Bara yang masih dalam posisi duduk.
"Ada apa dengannya?" Tanya Arum penasaran.
"Entahlah, baru kali ini dia seperti itu!" Ujar Bara.
Arum mendecih. "Cih....sikapnya benar-benar seperti anak kecil saja!" Ucap Arum sambil mengangkat bibirnya sedikit.
"Yasudah, aku ingin berangkat dulu!" Ucap Bara.
"Tapi sarapanmu belum habis, mas!"
"Aku sudah kenyang, Rum!" Bara meraih tas kerjanya lalu berlalu begitu saja.
"Mas....mas....." Panggil Arum tapi di toleh saja tidak.
Drtt.....Drttt....
Ponsel Arum bergetar, menandakan bahwa ada panggilan masuk untuk dirinya. Dengan sigap Arum pun langsung merogoh sakunya.
"Ya ibu, ada apa? tumben menelpon?" Tanya Arum.
"Bagaimana kabarmu, nak?" Tanya ibu Arum.
"Kabarku baik-baik saja, Bu!" Jawab Arum.
"Baguslah kalau baik-baik saja. Oh ya ibu menelpon karena ibu ingin minta uang padamu, Arum."
"Berapa? untuk apa?" Tanya Arum.
"Ini sudah waktunya jatuh tempo untuk membayar kontrakan kita, nak. Dan juga untuk membayar tagihan rumah sakit ayahmu!"
"Iya baiklah Bu, ibu tenang saja. Katakan, berapa uang yang diperlukan itu?" Tanya Arum.
"Hem......kalau bisa dua puluh juta, Rum!"
Arum sejenak terdiam, bagiamana tidak? untuk dia yang seorang pembantu, manalah mungkin punya uang sampai segitu.
Akan tetapi Arum lebih merasa malu lagi jika ia harus bilang tidak memiliki uang sebanyak itu.
Hal itu dikarenakan kebohongan Arum sendiri, Arum membohongi kedua orangtuanya dengan mengatakan jika ia merantau ke kota diterima bekerja sebagai seorang manager disalah satu perusahaan ternama. Padahal dia hanyalah seorang pembantu rumah tangga.
"Baiklah, Arum akan segera mengirim uangnya nanti, Bu. Ibu tunggulah sebentar, soalnya Arum masih sibuk!" Ujar Arum.
"Baiklah nak, terimakasih banyak. Jika tidak kamu siapa lagi yang bisa membantu ibu. Jangan lupa jaga kesehatanmu, sayang!"
Telepon ditutup, Arum pun menaruh kembali ponselnya ke dalam saku.
"Dua puluh juta, darimana aku mendapatkan uang sebanyak itu? huh, mana uang gajihan ku sudah habis pula!" Keluh Arum.
"Ah.....gampang, kenapa aku tidak minta saja ke mas Bara? toh, mana mungkin juga mas Bara tidak ngasih!" Arum tersenyum miring.
Huft.......
Sepanjang hari Serina memasang wajah tak bersahabat, ia pun lebih banyak menyibukkan diri didepan komputer sembari menetralkan segala pikiran yang berkecamuk. Sampai tak terasa jam sudah menunjukan pukul satu siang.
"Makan siang dulu, yuk!" Ajak Desi pada Serina.
Serina melirik ke arah jam tangan yang melingkar ditangan, dan ia sedikit terkejut ketika menyadari jam sudah menunjukan pukul satu siang.
"Loh.....ternyata sudah jam segini!" Ucap Serina. "Ya sudah, ayo kita makan!" Serina bangkit dari duduknya.
Lalu ia dan sahabatnya itu pun pergi ketempat biasanya, yaitu restoran favorit yang selalu mengisi perut mereka ketika jam makan siang.
Restoran tersebut tak jauh dari kantornya, hanya jarak beberapa meter saja. Sesampainya di restoran, mereka langsung saja memesan makanan dan minuman.
"Kamu kenapa, Serin?" Tanya Desi.
"Apanya yang kenapa, Des?" Serina malah bertanya balik.
"Aku perhatikan seharian ini wajahmu seperti benang kusut saja," Ucap Desi.
Serina tertawa pelan. "Kamu ada-ada saja. Padahal aku tidak kenapa-kenapa!" Ujar Serina.
"Cerita saja kalau ada apa-apa, tidak usah sungkan. Lagi pula kita sudah bersahabat dari lama, Rin."