Amora, seorang gadis bangsawan yang muak dengan semua aturan yang mengekang pada awalnya hanya ingin keluar dari kediaman dan menjelajahi dunia bersama pelayan pribadinya
Menikmati kebebasan yang selama ini diambil secara paksa oleh kedua orang tuanya pada akhirnya harus menerima takdirnya
Sebagai gadis yang terlahir dengan berkat kekuatan suci, dia memiliki kewajiban menjaga perdamaian dunia.
Amora yang pada awalnya masih berusaha menghindari takdirnya dihadapkan pada kenyataan pahit.
Fitnah keji telah menjatuhkan keluarga Gilbert.
Amora Laberta de Gilbert, merubah niat balas dendamnya menjadi ambisi untuk menegakkan keadilan karena kekuatan suci dalam tubuhnya, menghalanginya.
Demi memuluskan tujuannya, Amora menyembunyikan identitasnya dan bergabung dalam tentara.
Mengawali karir militernya dari tingkat paling rendah, Amora berharap bisa menjadi bagian dari pasukan elit yang memiliki tugas menegakkan keadilan dimana itu selaras dengan tujuannya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon julieta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BERULAH
Traaang... Traaang... Traaang...
Bunyi gesekan pedang terdengar nyaring, memekakkan telinga. Meski begitu, gadis kecil berusia empat tahun tersebut pantang menyerah.
Karena kekuatan cahaya yang dimilikinya sudah berkembang pesat seiring beberapa kali melakukan pelatihan bersama gurunya, Amora tak kesulitan memegang pedang besar yang ada ditangannya.
Gerakannya pun cukup lincah, membuat empat lelaki dewasa yang berbeda usia, teman sepermainannya merasa tercengang.
Bahkan guru berpedang yang kini sedang berduel untuk menguji apa yang diajarkannya merasa kagum akan kekuatan dan kecepatan gadis kecil itu menerima materi yang diajarkannya.
“Remo ternyata masih berbakat. Ditangan dia, aku yakin, Amora akan menjadi jenderal wanita pertama dari kota Erythra”, ungkap Zoe penuh kekaguman.
Hans, rekan seperjuangan Remo semasa ditentara dulu mengangguk setuju. Jika saja dirinya dan Remo tak terkena fitnah keji yang membuat keduanya harus meninggalkan barak militer yang selama ini menjadi markas sekaligus kebanggaan mereka, mungkin keduanya kini sudah berpangkat minimal seorang letnan ataupun mayor, sama seperti jabatan yang rekan-rekan seperjuangannya dulu miliki saat ini.
Pablo yang mengetahui nasib buruk yang menimpa Hans dan Remo,menepuk pundak sahabatnya itu untuk memberi penghiburan.
“Makan ini, tak enak jika sudah dingin”, ucap Pablo sambil memasukkan satu tusuk sate kelinci yang baru saja dia angkat dari bara api kedalam mulut Hans, membuat wajah pria berotot itu memerah menahan rasa panas yang menyentuh lidahnya.
“B*****t! Awas kau!”\, teriaknya marah.
Zoe tertawa terpingkal-pingkal melihat Pablo berlari dengan nafas tersenggal demi menghindari pukulan dari Hans, sementara Thiago, pria berambut ikal tersebut hanya tersenyum samar dan meneruskan pekerjaan Pablo untuk membakar daging kelinci yang masih tersisa banyak diatas lembaran daun yang ada dihadapannya.
..........................................
Di kekaisaran Foteirno,
Suasana istana semakin hari semakin tegang. Ini sudah hampir tujuh puluh tahun lamanya, setelah kaisar terdahulu wafat dan pamannya menghilang tanpa kabar, istana tak lagi memiliki seseorang yang dengan kekuatan elemen cahaya.
Sebuah kekuatan yang selama ini menjadi kebanggaan mereka dan entah sampai kapan rahasia ini akan tetap mereka simpan sebelum ada seseorang yang tahu dan meruntuhkan kekuasaan yang selama dua abad ini telah mereka pegang.
“Yang Mulia, kekuatan pelindung kekaisaran semakin lama semakin melemah. Beberapa kerajaan kecil yang ada disekitar wilayah kekaisaran tampaknya sudah mulai menaruh rasa curiga”
Kaisar Rouvin menghela nafas berat sambil mengurut celah diantara kedua alisnya secara perlahan.
Entah kenapa, keturunan yang dihasilkan oleh ayahnya sama sekali tak ada yang memiliki kekuatan dengan elemen cahaya.
Sebuah kekuatan yang identik dengan kekaisaran Foteirno, yang membuat wilaya mereka sangat dihormati dan disegani oleh kerajaan lainnya karena dianggap sangat kuat sehingga tak ada yang berani menyinggung mereka secara terang-terangan jika tak ingin kerajaan yang mereka pimpin musnah.
Itu dulu, tapi sekarang, dengan tanpa adanya penerus yang mewarisi kekuatan elemen cahaya, entah apa yang akan terjadi pada nasib kekaisaran Foteirno dimasa depan.
Meski begitu, sifat angkuh yang selama ini mendarah daging dalam diri semua penghuninya masih juga tinggi, meski kondisi kekaisaran sudah mencekam seperti ini.
Akibat kekuatan elemen cahaya yang sangat kuat dan tak terkalahkan, kekuatan yang selama ini diwariskan secara turun temurun, membuat kaisar dan rakyat yang tinggal diwilayah kekaisaran Foteirno menjadi sombong.
Karena hal ini lah, mungkin para dewa menghukum mereka dengan menghentikan garis keturunan mereka mendapatkan kekuatan cahaya.
Dunia masih belum mengetahui hal ini. Tapi, lambat laun, apa yang kekaisaran Foteirno tutupi pasti akan terbuka dengan sendirinya seiring dengan semakin melemahnya pelindung lapisan sihir yang menyelimuti wilayah kekaisaran dimana pelindung sihir tersebut merupakan tameng utama mereka untuk menghalangi siapapun orang yang berniat buruk dan merugikan kekaisaran Foteirno.
___________________________
8 tahun kemudian
Dimansion kediaman keluarga Gilbert, kegaduhan kembali terjadi. Sang putri bungsu kembali membuat ulah acap kali sang nyonya rumah hendak mengadakan pesta minum teh dirumah.
“Cepat, kejar dia! Kalian semua akan mendapatkan hukuman jika sampai tamu datang, Amora masih juga belum siap!”
Amarah Vincountess Sabrina membuat para pengawal yang berjaga pun segera berlari untuk mengejar putri bungsu keluarga Gilbert yang semakin hari kegesitannya semakin bertambah.
“Berhenti nona! Tolong berhenti!”, Klara tergopoh mengejar pelarian nona mudanya yang kini sudah berhasil keluar kediaman setelah memanjat tembok pembatas halaman rumah setelah berhasil menghindari kejaran para pengawal yang mengepungnya.
Beberapa kali Klara menyeka peluh di keningnya, sementara netra birunya menyorot jauh kedepan, mencari jejak sang nona muda yang terlihat seperti bayangan dimatanya.
Kendati nafasnya tinggal diujung tenggorokan, sedikitpun semangat Klara tidak menyurut, dan diapun tetap berlari agar bisa segera membujuk nona mudanya untuk pulang.
Sayangnya, lalu –lalang pengunjung pasar membuat jaraknya dengan sang nona muda semakin jauh, dia bahkan hampir tidak bisa melihat punggung buruannya.
Sementara itu sepasang tungkai beralaskan sepatu berlapis kain sutra milik Amora, dengan mantap menerjang hiruk-pikuk aktivitas perdagangan.
Sang gadis tertawa kegirangan seraya bermanuver menghindari lalu-lalang pengunjung pasar.
Tawa renyahnya menggema sepanjang pelarian, bahkan kebisingan para pedagang yang menjajahkan barang dagangan mereka tak mampu meredamnya.
Amora terlihat bahagia, lepas dan lincah. Pergerakannya begitu gesit saat menghindar, melompat, sambil sesekali menjulurkan lidahnya untuk meledek kearah Klara dan para pengawal yang mengejarnya.
Para pedagang yang tak asing dengan pemandangan tersebut hanya menonton aksi putri bungsu Vincount Alexander tersebut dengan tatapan malas.
Beberapa lagi memilih abai, mereka fokus menawarkan dagangan kepada pengunjung tanpa melirik sedikit pun pada aksi kejar-kejaran sang nona bersurai hitam panjang dengan pelayan pribadinya dan pengawal kediaman Gilbert.
“Klara yang malang. Jika aku jadi dia, aku akan memilih mengundurkan diri”, seorang pedagang wanita lanjut usia berkomentar setelah melihat Klara terseok – seok melewati kios kecil miliknya, hingga sepatu yang dikenakannya hampir putus.
“Tapi, dari semua bangsawan di kota ini, Vincount Alexander menjadi yang paling murah hati dalam urusan gaji. Mungkin hal itu jugalah yang membuat Klara memilih melayani nona Amora yang nakal”, pemilik kios sebelah menyahut, dia mengutarakan pemikirannya yang masuk akal mengenai alasan kenapa Klara masih bertahan dalam posisi sulit tersebut.
Pedagang lain menghembuskan nafas dalam beberapa kali. “Jika aku yang jadi Klara, aku akan iri setengah mati pada Rosa. Selain anggun, nona Regina terlihat lebih mudah untuk dilayani daripada adiknya”, timpal pedagang lain yang tiba-tiba ikut masuk dalam obrolan yang tengah berlangsung.
“Benar! Rosa sangat beruntung. Dikehidupan lalu, mungkin dia telah menyelamatkan dunia sehingga memiliki nasib baik seperti itu”, jawab yang lainnya.
BRAK !!!
Kegaduhan terjadi, satu kios penjual daging ambruk, hancur berserakan, para pedagang yang tadi berkumpul segera meninggalkan gossip mereka dan serempak mencari tahu penyebab suara keras tersebut.
Akan tetapi, begitu melihat nona Amora tertangkap oleh tuan muda Lucius yang langsung mencengkeram kerah bajunya dari belakang diatas kereta kudanya dengan satu tangan, seperti sedang mengangkat anak kucing, wajah para pedagang langsung menjadi datar.
Itu sepeti tontonan sehari-hari yang sudah muak mereka lihat. Tanpa kata, masing-masing segera kembali ke kios, menjajakan dagangan pada para pengunjung seolah tidak pernah ada keributan apapun.
“Kakak! Cepat lepaskan aku!”
Amora berontak, menggerakkan kedua tangan dan kakinya dengan harapan sang kakak melepaskannya.
“Bawa dia kembali dan jangan sampai kabur lagi”, perintah Lucius tajam.
Dua pengawal dengan lambang macan kumbang di punggung baju mereka, sekuat tenaga menahan pemberontakan sang nona, begitu tubuh mungil Amora diserahkan kepada mereka.
Sementara Lucius bersama pasukan yang dibawahinya, kembali melanjutkan perjalanan yang sempat tertunda demi menangkap sang adik yang terus saja membuat ulah dan mempermalukan nama keluarga di luar.
Tak mampu menahan aksi berontak nona mudanya, dua pengawal yang berjalan dibelakang ikut memegangi tubuh mungil Amora dan membawanya kembali ke kediaman Gilbert.
Meski kecil, namun tenaga yang dimiliki oleh Amora bukan main besarnya. Itu mengapa butuh empat orang pria dewasa untuk menahannya.
Tidak jauh dari mereka, satu kios daging telah menjadi porak-poranda akibat aksi kejar-kejaran tadi.
Pemilik kios beserta dua pegawainya hanya menonton dengan ekpresi datar, mereka tidak memberikan reaksi yang seharusnya, jangankan marah, berkomentar saja tidak.
“Tuan Revan, ini ganti rugi untuk kerusakan kios anda”, Klara menyodorkan lima puluh koin emas pada pemilik kios daging yang hancur akibat ulah nona mudanya.
Wajah Klara sangat tenang, tidak ada riak rasa bersalah sama sekali karena hal seperti ini sudah sering terjadi sehingga dirinya sudah kebal.
“Klara, kapan kamu akan mengundurkan diri?”, sambil menerima uang ganti rugi, Revan bertanya dengan nada prihatin, dia juga memiliki tatapan mengasihani.
Klara tersenyum kecil sebelum menjawab, “Nona Amora tidak seburuk yang anda kira. Nona hanya tidak suka terjebak di perkumpulan para wanita bangsawan sehingga setiap kali ada perjamuan akan langsung melarikan diri”, ucapnya penuh pembelaan.
“Ya, terus saja kamu bela Nona kecil nakalmu itu! Dia, tuan muda Lucius dan Nona muda Regina lahir dari rahim yang sama, tapi bagaimana bisa memiliki kelakuan yang berbeda”, ucapnya sewot.
Revan berbalik, dia memberi titah pada dua pegawainya untuk segera membereskan kekacauan yang terjadi agar esok hari bisa kembali berjualan seperti biasa.
Untung saja daging yang telah dijual hari ini telah habis dan hanya menyisakan sedikit pada bagian khas dalam sehingga daging yang terbuang pun tak terlalu banyak dan bisa menjadi makanan bagi anjing liar yang sering berkeliaran disekitar pasar.