Apa kamu bisa bertahan jika seorang yang kau kasihi dan kau hormati menorehkan luka begitu dalam.
Penghianat yang di lakukan sang Suami membuat Ellen wajib berlapang dada untuk berbagi segala hal dengan wanita selingkuhan Suaminya.
Ingin rasanya Ellen pergi menjauh namun Davit, Suaminya tidak mau menceraikan. Ellen di tuntut bertahan meski hampir setiap hari dia menerima siksaan batin. Bagaimana hati Ellen tidak sakit melihat lelaki yang di cintai membagi perhatian serta kasih sayang nya di pelupuk mata. Namun tidak ada pilihan lain kecuali bertahan sebab David tak membiarkannya pergi.
Suatu hari tanpa sengaja, Ellen di pertemukan dengan seseorang yang nantinya bisa menolongnya terlepas dari belenggu David.
Langsung baca ya👇
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon HaluSi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 8
Setelah belajar membuat kopi, Mbok Lela menawari Ellen sarapan. Jarangnya Yuan makan, membuat Mbok Lela sering membungkus makanan di luar daripada aroma masakan menyulut kemarahan Yuan.
Mbok Lela sempat menawarkan mungkin saja Ellen mau ikut tapi tawaran itu di tolak karena Ellen takut David menemukannya.
Sambil menunggu kedatangan Mbok Lela, Ellen berkeliling rumah. Tujuannya sekedar mengenal lingkungan sekitar agar memudahkan perkerjaan nya.
Terdengar suara lantang Yuan yang tengah menjelaskan tambahan peraturan. Ellen tertarik untuk menyimak dan memutuskan berhenti sambil memperhatikan puluhan lelaki yang tengah berbaris rapi.
Wah banyak sekali pekerja di sini. Kira-kira tugas mereka apa saja ya?
Tentu Ellen penasaran, menebak soal perkerjaan puluhan orang tersebut. Di rumah David saja hanya memperkerjakan enam orang. Itupun waktu mereka banyak di habiskan untuk menganggur.
Tidak mungkin kalau security 10 orang, tukang bersih-bersih pekarangan 10 orang, masih tersisa banyak. Oh mungkin...
Gleg! Ellen menelan saliva nya kasar saat menyadari Yuan menatapnya tajam.
Duh cari masalah saja sih!!! Umpat Ellen dalam hati.
"Maafkan saya, silahkan lanjutkan Tuan." Ellen tersenyum canggung lalu bergegas melanjutkan langkahnya dengan tergesa-gesa.
Rasa kasihan akan melemahkan pertahanan. Ucap Yuan dalam hati. Dia kembali memutar tubuhnya ke arah puluhan anak buah yang tampak menundukkan kepala.
"Katakan apa tambahan peraturannya!" Teriak Yuan.
"Wajib bersikap tegas dalam situasi apapun. Jika melanggar, hukumannya mati." Jawab mereka serentak.
Ellen yang masih bisa mendengar itu langsung melebarkan matanya. Peraturan tersebut terdengar sangat mengerikan. Ellen jadi ingat saat awal bertemu dengan Yuan. Johan dan anak buahnya masing-masing membawa senjata api. Kini Ellen mempertanyakan tentang siapa Yuan sebenarnya.
"Kalau dia membunuhku karena teledor bagaimana? Ah terserah, yang penting aku tidak bunuh diri." Gumam Ellen. Dia kembali tidak fokus dan mengabaikan Johan yang sejak tadi berdiri di belakangnya.
Saat Ellen memutar tubuh lalu melangkah, tubuhnya membentur Johan sampai membuatnya hampir terjatuh. Beruntung pergelangan tangannya berhasil di raih Johan.
"Peraturan itu hanya berlaku untuk mereka." Ujar Johan sambil melepaskan pegangan tangan nya. Dia tidak mengerti kenapa Ellen sedikit melemahkan kerasnya prinsip yang sudah lama di tetapkan. Mungkin karena dia wanita baik. "Apa mereka bersikap berlebihan tadi? Wajar saja Nona, satu-satunya wanita di sini hanya Mbok Lela." Imbuh Johan berusaha mencairkan suasana sebab mimik wajah Ellen tampak menegang.
"Saya sekedar bertanya tapi Tuan Yu marah."
"Eh kenapa bahasanya ganti." Tegur Johan. Dia tidak merespon penjelasan soal Yuan sebab tahu betapa bengisnya sosok tersebut.
"Lebih sopan begitu." Penampilannya saja yang berandalan tapi dia lelaki yang baik sementara Tuan Yu? Kok mengeluh lagi. Masih untung di beri izin tinggal di rumah ini.
"Kamu mendengar ku?" Tegur Johan.
Ellen tersenyum canggung. Fokusnya memang kerapkali hilang seperti sekarang.
"Tenang saja. Nona tanggung jawab saya. Tuan Yu juga tidak mungkin asal membunuh." Johan menebak jika Ellen takut akan peraturan yang baru di tambahkan.
"Tidak masalah di bunuh." Jawab Ellen asal.
"Sia-sia saya menolong anda semalam." Goda Johan.
"Maaf."
"Untuk komunikasi." Johan mengeluarkan kotak ponsel dari saku jaket lalu menyodorkannya ke Ellen.
"Tidak perlu. Sa saya tidak seberapa suka dengan ponsel." Jawab Ellen seraya memundurkan tubuhnya. Seakan-akan ponsel termasuk benda selayaknya Bom.
Rupanya Ellen memiliki memory buruk soal ponsel dan sejak saat itu dia tidak pernah menyentuhnya.
"Ben benda itu tidak ada manfaatnya. Mengingatkan saya pada beberapa hal yang tidak ingin saya ingat." Lanjut Ellen sambil terus memundurkan tubuhnya.
"Ini ponsel yang baru saya beli, tidak ada apapun di dalamnya."
"Ku bilang jauhkan!" Teriak Ellen sambil menunjuk ke ponsel. Tangannya tampak gemetar menandakan memang ada memory buruk di sana." Nanti dia menelfon dan menyuruhku kembali! Aku benci saat layar menunjukkan foto lelaki itu! Untuk apa kau tolong aku kalau akhirnya kau memberi akses agar dia mudah menemukan ku!" Bugh! Saat Ellen akan pergi, tubuhnya kembali membentur seseorang yang tidak lain adalah Yuan.
Tidak ada ekspresi menyesal, takut apalagi ucapan maaf, Ellen malah menatap tajam Yuan dengan wajah garang lalu pergi begitu saja.
"Kau di umpat orang yang kau tolong." Dia stres berat.
Kini Yuan melihat sendiri kenyataan soal Ellen yang memang butuh pertolongan meski sebenarnya dia malas terlibat.
"Ternyata melakukan kebaikan membutuhkan kesabaran ekstra." Kasihan sekali. Johan menyimpan lagi ponselnya.
"Perhatian mu tampak berlebihan."
"Komunikasi itu penting Tuan. Ponsel ini juga bisa di gunakan untuk berbelanja online. Dia belum punya baju ganti dan kalau keluar, situasi masih tidak kondusif. Lelaki itu mencari keberadaannya." Jawab Johan.
Dua orang yang di utus mengawasi Ellen kini berganti tugas mencari informasi tentang apa saja kegiatan David. Johan ingin membuktikan kebenaran dari penjelasan Ellen. Terlintas sebuah tebakan, mungkin saja Ellen terlalu stres berat sampai berhalusinasi dan mengarang cerita. Namun setelah kenyataan tentang kegilaan David terbukti, Johan mempercayai semua penjelasan Ellen.
"Penjaga rumah di bunuh padahal dia sendiri yang menyebabkan Istrinya kabur." Imbuh Johan.
Yuan menghela nafas panjang karena ingin membuang jauh-jauh rasa perduli meski penjelasan Johan sedikit menggelitik hati. Ada hasrat untuk melihat bagaimana penampakan David walaupun Yuan memilih bungkam.
"Dia tanggung jawab mu dan aku tidak perduli!" Jawab Yuan ketus.
"Saya sekedar..."
"Segera berikan surat perjanjian kontrak agar dia bisa menjaga sikap dan cara berpakaiannya!" Sahut Yuan seraya berjalan melewati Johan. Biar ku cari fotonya di internet. Ah lupakan!!! Tidak berguna melakukan itu!!
Johan tersenyum simpul lalu berjalan ke arah yang sama dengan Ellen. Dia ingin meminta maaf juga memberikan surat perjanjian kontrak yang wajib di tanda tangani juga di patuhi.
Apa yang ku lakukan. Tutur Ellen dalam hati ketika sadar akan sikapnya barusan.
"Melamun apa El, Mbok panggil kok diam saja." Terlihat Mbok Lela berjalan mendekat sambil membawa kantong kresek kecil.
Ellen tersenyum dengan ekspresi bingung. Merespon Mbok Lela atau meminta maaf pada Johan? Pilihan seperti itu saja sudah membuatnya terbebani sebab otak Ellen memang mengalami ganguan akibat terlalu sering mendapatkan tekanan.
"Itu Mbok, Johan, ah maksud saya itu..."
"Sarapan dulu." Mbok Lela menyodorkan kantong kresek berisi nasi.
"Sa sarapan?" Tanya Ellen mengulang. Sesaat dia lupa arti kata sarapan.
"Makan pagi El."
"Saya tidak terbiasa makan ponsel." Mbok Lela tertawa kecil.
"Ini isinya nasi." Menunjukkan isi kantong kresek.
"Saya tahu itu nasi Mbok tapi saya..." Ellen tidak melanjutkan ucapannya. Dia paham otaknya membutuhkan waktu untuk berfikir. Ellen menarik nafas dalam-dalam lalu menghembuskan perlahan.
"Di marahi Tuan lagi?" Bisik Mbok Lela seraya mengusap-usap punggung Ellen.
"Saya boleh istirahat dulu Mbok?" Harus di tenangkan agar tidak bertindak macam-macam. Nanti tinggal minta maaf sama...
"Ada apa Mbok." Sahut Johan.
Ellen sontak menoleh lalu kembali menunjukkan ekspresi wajah panik.
"Johan." Teriak Ellen menunjuk ke Johan lalu berlari menuju bangunan belakang.
"Sebenarnya apa yang kamu lakukan sama Ellen, Jo?" Kini tuduhan berpindah pada Johan.
"Saya cuma mau memberikan ponsel Mbok." Ingin rasanya Johan terkekeh namun dia harus menjaga sikap karena di sekitar banyak anak buahnya.
"Jangan bohong Jo. Kalau di beri ponsel kenapa kok tegang gitu?" Mbok Lela masih menatap kepergian Ellen.
"Saya juga bingung Mbok. Eum terus itu apa." Menunjuk bungkusan di tangan Mbok Lela.
"Nasi campur."
"Buat saya?"
"Eh tidak." Mbok Lela menjauhkan kantong kresek dari tangan Johan." Punyamu ada di dapur." Imbuhnya menjelaskan.
"Nanti punya saya berikan ke Nona."
"Ini sudah Mbok khususkan. Takutnya Ellen pilih-pilih ikan. Sepertinya bukan dari kampung ya." Johan tersenyum simpul.
"Iya Mbok. Dia Istri seorang pengusaha sukses."
"Pantesan tidak setia."
"Wajar Mbok kan uangnya banyak. Yang tidak wajar itu Kak Yu." Jawab Johan berbisik.
"Owalah, Mbok pergi saja kalau bahas masalah itu."
"Biar saya antarkan nasinya sekalian tanda tangan kontrak."
"Nanti saja Jo. Katanya mau istirahat." Ujar Mbok Lela menjelaskan.
"Oh, ya sudah." Terus bagaimana cara membelikan nya baju?
Johan memutuskan berkeliling sambil memikirkan cara membelikan baju untuk Ellen.
🌹🌹🌹