Kubalas Penghianatanmu Mass

Sepulang dari kantor, hari ini Andin kembali memiliki janji menemui pengacaranya. Ia akan segera mengurus perceraiannya. Sudah cukup ia berleha-leha sekarang.

"Halo pak, maaf membuat Anda menunggu" sapa Andin yang baru bergabung di depan meja pak Ridwan.

"Ah tidak bu Andin, saya juga baru datang. mau langsung atau pesan dulu? " tawar pak Ridwan.

"Bapak pesan aja, nanti saya bayar, mbakk" ucap Andin sambil mengangkat tangan memanggilnya waitress.

Setelah memesan dua minuman Andin dan Pak Ridwan terlibat obrolan serius.

"Saya akan mengajukan perceraian pak. Tolong segera anda urus. saya tak mau bertele-tele"

"Baik bu, sebenarnya di pertemuan pertama kita waktu itu, setelahnya saya langsung membuat surat panggilan kepada suami anda. Namun, saat saya mau mengantarnya, suami anda sedang berada di lampung. Betul? Lalu tempo hari saat saya mencoba mengantarkan lagi, rumah yang ditinggali suami anda sudah terisi oleh orang lain. Jadi sekarang saya bingung mau mengantar suratnya kemana"

"Oh begitu ya pak. Aduh maaf, yasudah saya akan mencari tahu dimana suami saya tinggal sekarang. Dan nanti saya akan memberitahunya pada anda"

Setelah pesanan mereka datang, mereka melanjutkan pembahasan tentang harta gono-gini dan yang lainnya.

*

*

Sepulang dari pertemuannya dengan pak Ridwan, Andin sempat berfikir untuk mengajak suaminya bertemu. Andin mengendarai motor dengan fikiran yang terus saja berpusat pada Firman.

Sesampainya di apartemen, ia melihat putrinya sedang bermain dengan Mbak Wati. Tak mau mengganggu, Andin segera masuk ke dalam kamar dan mulai bersih-bersih.

Selepas maghrib, ia mulai melakukan panggilan telepon pada suaminya. Cukup mendebarkan namun ini adalah suatu keputusan yang tepat.

Tuuut tuuuut

"Halo? kemana aja kamu? Kenapa rumah tiba-tiba dijual? Sekarang kamu dimana!?"

See, bukan sapaan manis yang Andin dapat, melainkan ocehan panjang yang membuat Andin menjauhkan handphone nya dari telinganya.

"Mas, bisa kita bertemu besok. Kebetulan besok adalah hari sabtu, aku libur. Banyak hal yang akan aku bahas"

"Halah udah kaya orang penting kamu, kamu itu masih istri aku ya. Tapi udah belagak kaya orang gak kenal aja. Yaudah ketemuan dimana? Setelah itu aku mau tahu kamu tinggal dimana"

Degh

Ini, ini yang ditakutkan Andin, calon mantan suaminya itu akan bertanya dimana ia berada. Sebenarnya ia bisa saja tak menemui Firman, namun, di sisi lain ia masih menjadi istri Firman, mau tak mau ia harus menuruti permintaan Firman.

"Besok, setelah aku kerja, kita ke cafe Bintang. Mungkin sekitar pukul 4 sore"

"Baiklah, besok kita kesana"

"Mas tunggu, yakin kamu nggak inget anakmu? Dari tadi kamu nggak nyinggung Fara sama sekali lo mas"

"Aku yakin Fara aman sama kamu. jadi ya nggak perlu aku tanya keadannya"

"B*adab kamu mas. Dia anakmu loh. tapi kamu.. Ah sudahlah. mulai besok kamu akan mendapatkan kejutan dariku yang mungkin bisa merubah pemikiranmu padaku selama ini"

Tut

Sambungan telepon Andin matikan sepihak. Sejenak ia ragu, apakah harus memblokir nomer Firman atau tidak. Namun, lebih baik ia matikan saja teleponnya agar suaminya itu tidak bisa mengubungi nya.

"Buu.. " panggil Fara di depan kamar Andin.

"Sayang, sini"

"Fara nggakpapa kalau ibu mau pisah sama ayah"

"Fara kenapa ngomong gitu?"

"Aku denger semua pembicaraan Ibu sama Ayah tadi. Yang nelpon tadi ayah kan? "

"Maafin ibu sayang. Ibu tidak bisa mempertahankan rumah tangga ibu. Malam ini tidur sama ibu hmm?" tawar Andin pada Fara sambil mengusap lembut surai hitam milik putrinya itu.

"Iya aku mau bobok sama ibuuu"

*

*

Sesuai janjinya kemarin, hari ini Andin akan menemui Firman di cafe Bintang. Cafe yang beberapa bulan ini baru saja buka.

Sengaja hari ini Andin tak menggunakan motornya. Ia berencana akan mengikuti suaminya itu menggunakan taxi. ia ingin tahu dimana tempat tinggal suaminya sekarang.

Pandangan Andin tertuju pada sosok lelaki yang baru saja masuk ke dalam cafe. Pun lelaki itu sejenak terpaku memandangi perempuan yang beberapa hari ini jauh dari jangkauannya. Ia speechless, perempuan itu sedikit banyak mengalami perubahan pada fisiknya. Fisiknya yang dulu gendut dengan banyak bekas jerawat sekarang berubah jauh lebih kurus dan sedikit bersih wajahnya. Hampir mendekati fisik sebelum ia menikahinya.

"Sini mas" seru Andin begitu melihat Firman yang hanya diam di ambang pintu.

"Aku udah pesankan kamu kopi hitam mas"

"Ah iya makasih"

Diam, Andin dan Firman hanya sejenak saling pandang.

"Kamu sekarang tinggal dimana? " tanya Firman to the point.

"Kamu tidak bekerja mas?" tanya Andin mengalihkan pembicaraan.

"Bukan urusanmu! Sekarang aku tanya dimana kamu tinggal?!"

Hmm.. maaf mas aku tidak bisa memberitahu mu"

"Kenapa? aku masih suamimu" sedikit emosi Firman terpancing mendengar jawaban Andin.

"Keep calm mas. Sabar, jangan apa-apa dengan emosi"

Firman memejamkan mata sejenak demi mengontrol emosinya yang tiba-tiba memuncak.

"Suami yang bagaimana mas? Yang tidak pernah membela istrinya saat istrinya ditekan oleh ibu mertuanya. Yang tidak pernah diberi nafkah yang layak? "

"Bukan itu yang mau aku bahas. Aku mau tanya, kenapa rumah bisa dibeli oleh orang lain? Rumah itu rumah kontrakan kan? " cerca Firman.

"Bukan. Rumah itu milik Papa"

"Hah. Papa? Sejak kapan kamu memanggil ayahmu papa. Ayahmu hanya orang biasa kan? gaya"

"Tapi buktinya Rumah itu kamu tidak bisa mempertahankan kan mas? Kamu denger sendiri kan dari pembeli rumah itu kalau ia membelinya dari papa? "

"kamu nggak bohong ndin? "

"Ngapain aku bohong mas. Nggak ada gunanya"

Tertawa, Andin melihat Firman yang tertawa meremehkan. Ia Kesal melihat itu.

"Kenapa kamu ketawa mas? " tanya Andin menahan kesalnya.

"Nggak ada, cuma lucu aja. Ayahmu kan orang nggak punya. masa tiba-tiba bisa beli rumah di kota"

"Yaudah kalau kamu nggak percaya mas. Dan satu lagi. Aku minta cerai"

Degh

Firman memandang Andin dengan lebih tajam dari sebelumnya. Rahanya yang mengeras menandakan ia benar-benar menahan amarahnya. Ia membatin apakah Andin sudah mengetahui pernikahan keduanya hingga tiba-tiba meminta cerai. Tapi sepertinya tidak. Ia yakin Andin hanya sudah menemukan laki-laki lain selain dirinya.

"Kamu selingkuh dariku? " tanya Firman dengan bibir terangkat sebelah.

"Selingkuh? Kamu g*la mas! Mana mungkin aku selingkuh! " sentak Andin.

"Ya ya ya nggak mungkin kamu selingkuh karena kamu kecintaan sama aku"

"PD sekali kamu mas. Aku minta cerai karena aku udah capek sama kamu mas"

"Sampai kapanpun aku tidak akan menceraikan kamuu! " tunjuk Firman tepat di depan mata Andin lalu ia berdiri dari duduknya dan keluar dari cafe. Andin yang melihat itu hanya bisa menggelengkan kepalanya pelan.

Ia terus saja memperhatikan kemana Firman berjalan. Rupanya, ia menghampiri seorang ojek yang tengah mangkal.

"Baiklah, aku akan mengikutimu mas" batin Andin dan langsung menghentikan taxi yang kebetulan lewat.