"Sampai kapan kamu akan berlindung di ketiak mama? Kalau sikap kamu manja seperti ini mana ada laki-laki yang mau menikahi kamu. Abang tahu kamu sering dimanfaatkan oleh pacar-pacar kamu itu 'kan?"
"Abang, jangan meremehkan aku. Aku ini bukan gadis manja seperti yang kau tuduhkan. Aku akan buktikan kalau aku bisa mandiri tanpa bantuan dari kalian."
Tak terima dianggap sebagai gadis manja, Kristal keluar dari rumahnya.
Bagaimana dia melalui kehidupannya tanpa fasilitas mewahnya selama ini?
Yang baca wajib komen!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nirwana Asri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pindah
"Ah kenapa aku lupa meminta nomor ponselnya." Ruli merutuki dirinya sendiri.
"Ruli, kamu kenapa?" Tanya sang ibu ketika anaknya melamun di depan kaca jendela.
"Tidak ada apa-apa, Ma," jawab Ruli dengan berbohong.
"Tangan kamu kenapa bisa sampai luka begini?"
"Ma, ini hanya luka ringan. Jangan berlebihan!" Ruli tidak suka mamanya menganggap dirinya sebagai anak kecil yang perlu dilindungi.
"Katakan! Apakah seseorang menyakiti kamu?"
Ruli merangkul lengan ibunya lalu bersandar di bahu. "Tidak, Ma. Tenangkan pikiran mama. Walaupun ada yang menyakitiku pasti aku bisa menyelesaikannya sendiri."
Ruli mencium bau parfum ibunya yang sama dengan bau parfum yang dipakai oleh Kristal. "Mama selalu wangi pakai parfum apa?" Tanya Ruli yang sengaja mengorek informasi.
"Mama pakai parfum yang dibelikan oleh papamu ketika dia jalan-jalan ke Paris. Sebentar ya mama ambilkan. Mama lupa merk-nya apa." Ruli mengangguk.
Tak lama kemudian sang ibu membawa parfum miliknya. Coba kamu cium wanginya langsung dari botolnya. "Aku suka baunya, Ma," kata Ruli.
"Kamu juga berpikiran sama dengan mama," ucap sang ibu dengan tersenyum. "Ayahmu memang pandai membelikan hadiah untuk mama," puji sang ibu pada suaminya. Ruli tersenyum menanggapi ucapan sang ibu.
Di tempat lain, Kristal meminjam tas milik Meilani untuk menempatkan pakaiannya karena dia tidak mungkin membawa koper yang mahal itu. "Kamu yakin akan pindah?" Tanya Meilani.
"Aku rasa aku butuh kasur untuk tidur. Setidaknya aku tidak mengeluarkan biaya untuk membayar hotel untukku menginap." Kristal berkata sambil cengengesan.
"Maaf, tempatku ini kurang nyaman. Tapi aku akan kesepian kalau kamu pergi," ucap Meilani dengan nada sendu.
"Bukankah kita akan ketemu di restoran setiap hari? Kamu tenang saja aku tidak akan meninggalkanmu." Kristal menggenggam tangan Meilani. "Terima kasih banyak telah menampungku. Mungkin kalau kamu tidak menerimaku saat itu aku akan jadi gelandangan."
"Jangan bicara seperti itu. Kamu sudah banyak membantuku apa tidak boleh kalau aku membalas kebaikan kamu." Mereka saling berpelukan.
Keesokan harinya Kristal dan Meilani datang ke restoran seperti biasa. "Kamu tidak membawa pakaianmu?" Tanya Ruli.
"Akan saya ambil setelah pulang kerja saja, Pak," jawab Kristal.
Setelah itu, Kristal dan Meilani bekerja seperti biasa. Pegawai lain merasa sejak kedatangan Nara di restoran itu Ruli jadi sering datang ke restoran tempat mereka bekerja. Padahal biasanya Ruli hanya berkunjung sebentar lalu pergi.
"Aku merasa tidak bebas semenjak Pak Ruli mengawasi kita secara langsung," keluh salah seorang pelayan.
"Ya kamu benar. Sepertinya Pak Ruli memperhatikan Nara. Aku sering lihat mereka bersama."
"Tidak bisa kita biarkan. Jika Pak Ruli benar menyukai Nara, dia akan besar kepala."
"Lalu apa rencanamu?" Tanya temannya. Kemudian wanita itu membisikkan sesuatu ke telinga temannya.
"Nara kamu bisa antarkan kopi ini untuk Pak Ruli," perintah Yanti salah seorang temannya.
Kristal menerima nampan itu kemudian membawa masuk kopi yang dibuat oleh Yanti.
"Pak saya bawakan kopi pesanan anda." Kristal meletakkan kopi itu di atas meja. Ruli tidak menjawab. Kristal keluar setelah meletakkan kopi pesanannya.
Namun, belum beberapa detik dia keluar Ruli berteriak memanggilnya. Kristal buru-buru masuk.
"Ada apa, Pak?" tanya Kristal panik.
"Nara, maksud kamu apa memberi cangkir yang ada kecoanya?" Tanya Ruli dengan berapi-api.
"Mana mungkin saya sengaja menaruh kecoa di cangkir itu, Pak. Saya lihat kecoa aja takut."
"Kamu berani menjawab saya, sekarang bawa kembali ke dapur. Lalu minta Gilang ke sini!" Perintah Ruli dengan tegas.
Tak lama kemudian Gilang masuk ke dalam ruangan Ruli. "Ada apa, Pak?" Tanya Gilang.
"Apa di restoran kita terdapat kecoa? Kamu tahu aku hampir saja menelannya." Gilang merasa terkejut dengan ucapan Ruli.
"Perintahkan orang untuk membasmi semua kecoa. Aku tidak mau lagi sampai melihat ada kecoa di sini. Pastikan semua ruangan bersih bebas serangga. Kamu tahu kan kita bisnis di bidang kuliner? Kalau sampai ketahuan pembeli mereka akan kabur."
Gilang segera melakukan perintah dari atasannya itu. Sedangkan Yanti dan temannya tersenyum puas setelah melihat Nara dimarahi oleh pemilik restoran tempat mereka bekerja.
Namun, Kristal bukanlah gadis yang mudah ditindas dan dibodohi. Dia menemui Yanti kala itu. "Mbak Yanti ada masalah sama saya? Kenapa sengaja memberi gelas yang kotor bahkan ada kecoanya pada Pak Ruli lalu meminta saya mengantarnya?"
"Jangan sembarangan bicara kamu," bantah Yanti.
Kristal tersenyum tipis. "Mbak Yanti lupa kalau di restoran ini dipasang CCTV? Jadi jangan suka melimpahkan kesalahan pada orang lain," ancam Kristal. Seandainya Ruli masih marah padanya, dia bisa saja meminta bukti yang menguatkan dirinya tidak bersalah.
Usai dilakukan pembersihan, semua karyawan merasa kelelahan karena pekerjaan hari itu jadi bertambah. "Gila ya bos kamu itu, baru nemuin kecoa aja udah segempar ini, apalagi nemuin tikus."
"Bos kamu juga kali," balas Meilani. "Pak Ruli memang cinta kebersihan," terang Meilani.
"Cinta kebersihan sih cinta kebersihan tapi nggak gini juga kali. Badan aku rasanya seperti dipukuli," keluh Kristal sambil menepuk bahunya yang sakit.
"Apa perlu aku pijitin?" Gurau Gilang yang saat itu ikut bergabung.
"Eh, Pak Gilang. Bisa aja becandanya," jawab Kristal.
"Beneran juga gak apa-apa."
"Eh?" Wajah Kristal memerah karena malu. Tapi dia merasa tidak enak karena ada Meilani. Dia mengira Gilang menyukai Meilani begitu juga sebaliknya.
"Ehem."
Suara deheman itu membuat ketiga orang itu menoleh. "Sebentar lagi waktunya pulang, kamu ambil pakaian kamu lalau kembali kemari!" Perintah Ruli pada Nara alias Kristal.
"Baik, Pak."
"Kenapa dia harus membawa pakaiannya?" Tanya Gilang pada Ruli.
"Mulai hari ini dia akan tinggal bersamaku." Gilang terkejut saat mendengar ucapan Ruli. "Kamu jangan salah sangka dulu. Aku mempekerjakan dia sebagai sopir sementara aku karena Pak Rohman sedang cuti sementara waktu," terang Ruli memberi alasan agar Gilang tidak salah paham padanya.
Kristal dan Meilani hendak berjalan menuju ke tempat kosnya lalu Ruli menghentikan langkah Kristal. "Pakai ini agar kamu cepat sampai ke sini. Aku tidak mau berakar karena kelamaan menunggumu." Ruli memberikan kunci mobil miliknya.
Kristal berpikir kadang bosnya itu baik tapi kadang juga suka marah-marah. Dia bingung bagaimana harus bersikap.
Setelah menerima kunci mobil pemberian Ruli, Kristal mengajak Meilani pulang. "Wah, sepertinya kamu istimewa sekali Kristal."
Kristal memicingkan matanya ketika mendengar Meilani salah menyebut nama panggilannya. "Iya, baik. Nara," ucap Meilani membetulkan omongannya.
"Jangan suka keceplosan begitu Lani. Kamu akan membuat posisiku sulit. Capek kalau harus menjelaskan satu per satu masalahku pada orang lain," protes Kristal.
"Baiklah, Nyonya," gurau Meilani hingga membuat keduanya tertawa bersama.
Setelah mengambil pakaiannya Kristal berpamitan. "Kamu jaga diri baik-baik ya," pesan Meilani pada sahabatnya itu.
"Seharusnya aku yang ngomong gitu ke kamu. Kamu tahu sendiri bukan, aku pandai bela diri."
"Iya." Meilani seolah tidak rela melihat kepergian Kristal.
"Jika ada apa-apa kabari aku," teriak Meilani ketika melihat mobil yang dikendarai Kristal meninggalkan tempat kosnya.