NovelToon NovelToon
Ibu Kos Ku

Ibu Kos Ku

Status: sedang berlangsung
Genre:Berondong / Lari Saat Hamil / Dikelilingi wanita cantik / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Diam-Diam Cinta
Popularitas:4.2k
Nilai: 5
Nama Author: Aak ganz

roni, seorang pemuda tampan dari desa terpencil memutuskan untuk merantau ke kota besar demi melanjutkan pendidikannya.

dengan semangat dan tekat yang kuat iya menjelajahi kota yang sama sekali asing baginya untuk mencari tempat tinggal yang sesuai. setelah berbagai usaha dia menemukan sebuah kos sederhana yang di kelola oleh seorang janda muda.

sang pemilik kos seorang wanita penuh pesona dengan keanggunan yang memancar, dia mulai tertarik terhadap roni dari pesona dan keramahan alaminya, kehidupan di kos itupun lebih dari sekedar rutinitas, ketika hubungan mereka perlahan berkembang di luar batasan antara pemilik dan penyewa.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aak ganz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

15

Tok... tok... suara pintu kamar Roni diketuk dari luar. Awalnya, Roni tidak menyahut sebab dia memang sudah terlalu lelah. Namun, karena suara ketukan itu semakin keras, akhirnya Roni bangun.

"Siapa ya yang mengetuk pintu tengah malam begini? Apa Bayu ya? Sepertinya dia sudah pulang bekerja, tapi kenapa malah membangunkanku pula..." pikir Roni. Dia mengira kalau itu adalah Bayu, lalu berjalan menuju pintu untuk membukanya.

Saat pintu dibuka, bukan Bayu yang ia lihat, melainkan Mbak Maya yang berdiri sambil menatapnya. Sontak, Roni sedikit terkejut hingga mundur ke belakang. Wajahnya masih terlihat mengantuk karena tidurnya begitu pulas, sehingga ia benar-benar terganggu.

"Kenapa kau malah terkejut seperti itu, seolah-olah aku ini hantu?" ujar Mbak Maya dengan nada sedikit kesal.

"Bukan seperti itu, Mbak. Astaga, maaf. Tak kira tadi Bayu, eh pas aku buka ternyata Mbak, jadi aku terkejut dong," ucap Roni mencoba menjelaskan agar Mbak Maya tidak salah paham.

Mbak Maya menoleh ke kiri dan ke kanan, memastikan tidak ada orang yang melihatnya datang ke kamar Roni. Setelah yakin tidak ada yang melihat, dia langsung mendorong Roni masuk ke dalam kamar, lalu ikut masuk dan mengunci pintu dari dalam.

"Ada apa ya, Mbak, datang tengah malam begini?" tanya Roni yang masih belum mengerti maksud kedatangan Mbak Maya.

"Pake nanya lagi, aku semalam tanpa tidur denganmu itu nggak bisa tidur. Jadi, aku mau tidur di sini malam ini," ujar Mbak Maya.

"Tapi, Mbak, bukankah tadi siang kita..."

"Aku tidur bersamamu bukan berarti kita melakukan hal itu. Aku cuma ingin tidur biasa sambil ada yang aku peluk," kata Mbak Maya.

"Begitu ya, Mbak? Baiklah, ayo aku sudah mengantuk sekali," ujar Roni sambil berbaring di atas tempat tidurnya. Mbak Maya pun ikut berbaring dan langsung memeluknya.

Merasa kamar Roni begitu panas, membuatnya tidak tahan memakai baju untuk tidur. Apalagi, dia memang terbiasa tidur tanpa busana. Mbak Maya pun melepas pakaiannya, menyisakan pakaian dalamnya, lalu kembali tidur. Kini, akhirnya dia bisa terlelap karena kehangatan tubuh Roni yang ia peluk.

Pagi pun tiba. Seperti biasa, suara kendaraan di jalan selalu terdengar hingga ke kamar Roni, karena memang kosnya berada di area kota yang ramai. Suara itu pun membuat Roni terbangun di pagi hari.

Saat dirinya membuka mata, ia melihat gundukan besar dan indah di depan matanya. Ya, Mbak Maya tidur tanpa menyadari kalau dia sedang memeluk kepala Roni, mendekatkannya tepat di depan dadanya.

Roni dengan pelan melepas tangan Mbak Maya yang memeluknya. Dengan cukup berhati-hati dan menahan napas, akhirnya Roni berhasil. Dia sedikit lega karena tidak sampai membangunkan Mbak Maya.

"Kebiasaan kalau tidur tidak memakai pakaian," gumam Roni pelan sambil menggelengkan kepala. Namun, gairahnya malah naik saat memandang lekuk tubuh Mbak Maya. Walaupun dia sudah sering memainkan tubuh indah milik Mbak Maya itu, tetap saja keindahan tubuh gemoy Mbak Maya membuat Roni sulit menahan diri.

Saat Roni hendak memeluk dan memulai sesuatu, tiba-tiba dia berhenti. Ia teringat kalau harus segera berangkat kuliah, karena hari ini ada mata pelajaran yang sangat penting. Setelah itu, ia juga harus bekerja untuk keluarga Bobi.

"Ah... pagi ini pagi yang penting lagi. Ya sudahlah, aku harus menundanya dulu. Mbak lanjut tidurnya ya, aku tunda dulu," kata Roni sambil bergegas meraih handuk untuk keluar mandi, meninggalkan Mbak Maya yang masih terlelap.

Roni berjalan ke arah kamar mandi khusus penghuni kos, tetapi sayangnya semua kamar mandi penuh. Ia pun teringat kamar mandi yang biasa ia gunakan di rumah Mbak Maya, lalu pergi ke sana untuk menggunakannya.

Sementara itu, di kampung halaman Ayu...

"Permisi... permisi... surat!" suara petugas pengirim surat terdengar di kediaman Pak Hasan. Kebetulan, Pak Hasan sedang duduk sambil menikmati secangkir kopi di kursi depan rumahnya.

"Ya," jawab Pak Hasan.

"Maaf, ada kiriman surat ke alamat ini. Nona Ayu benar?" tanya petugas surat untuk memastikan kebenaran alamatnya.

"Iya, benar," jawab Pak Hasan singkat. Petugas surat itu lalu menyerahkan surat tersebut kepada Pak Hasan dan segera pergi.

Pak Hasan yang penasaran, dengan mata menyipit membuka surat itu untuk melihat dari siapa pengirimnya. Setelah melihat nama yang tertera, ia membaca nama Roni.

Setelah melihat nama itu, Pak Hasan merasa kesal dan ingin langsung merobeknya. Namun, sebelum itu, ia berniat membaca isi surat terlebih dahulu.

Di dalam surat tersebut tertulis tentang kabar Roni dan pengakuan kerinduannya kepada Ayu.

Isinya...

Surat Rindu dari Roni untuk Ayu

Kepada Ayu, cahaya hatiku di kampung,

Salam rinduku yang tak terbendung, semoga surat ini sampai padamu dalam keadaan sehat dan bahagia, seperti yang selalu aku doakan setiap harinya. Bagaimana kabarmu, Ayu? Apakah semuanya baik-baik saja di sana? Aku harap kamu tetap ceria seperti biasa, menjaga dirimu dan keluargamu dengan baik.

Ayu, hidup di kota ini memang penuh tantangan, tapi syukurlah semuanya berjalan dengan baik. Aku ingin berbagi kabar baik padamu. Saat pertama kali masuk kampus, aku sempat merasa canggung, tapi siapa sangka, dosen di sini ternyata sangat menghargai kerja keras dan semangat belajarku. Aku bahkan diberikan hadiah karena prestasiku yang cukup membanggakan. Rasanya seperti mimpi, tapi aku tahu semua ini adalah hasil dari doa-doamu dan dukungan yang selalu kamu berikan untukku.

Kehidupan di kota ini penuh warna, Ayu. Tapi meskipun begitu, tidak ada yang bisa menggantikan hangatnya kampung halaman dan senyumanmu. Setiap malam, aku sering teringat akan kita berdua yang duduk di bawah pohon mangga, bercanda tentang masa depan. Aku berjanji pada diriku sendiri, setelah aku berhasil meraih apa yang aku impikan di sini, aku akan pulang. Aku akan menemui Ayu, dengan membawa harapan yang sudah kita rajut bersama, dan kita akan melangkah ke jenjang yang lebih serius—pernikahan yang selama ini kita impikan.

Sementara itu, aku berharap kamu tetap sabar menunggu. Aku tahu jarak ini tidak mudah, tapi percayalah, cinta kita akan tetap kuat. Aku tidak pernah lupa pada setiap kata yang kamu ucapkan sebelum aku berangkat, bahwa kesabaran dan kepercayaan adalah kunci dari segalanya.

Aku rindu, Ayu. Rindu suaramu, rindu wajahmu, dan rindu rumah yang selalu membuat hatiku tenang. Insya Allah, waktu akan mempertemukan kita kembali, dalam keadaan yang lebih baik, lebih bahagia, dan lebih siap untuk masa depan kita berdua.

Jaga dirimu baik-baik, ya. Sampaikan salam hangatku untuk keluargamu di rumah. Aku akan segera pulang setelah semua mimpiku di sini berhasil kuraih.

Dengan cinta dan rindu, Roni

Setelah membaca isi surat itu, wajah Tuan Hasan semakin terlihat kesal. Dengan nada geram, ia berkata,

"Sialan! Tidak malu apa memberi harapan seperti ini? Mimpimu terlalu tinggi, bodoh! Mana bisa orang miskin dan bodoh sepertimu menjadi pria yang aku harapkan untuk mendampingi putriku satu-satunya."

Tuan Hasan meremas surat itu dengan penuh emosi.

Tak lama kemudian, terdengar suara langkah dari dalam rumah. Ayu turun ke bawah, wajahnya terlihat penasaran.

"Bapak... siapa tadi ya? Sepertinya suara dari pengirim surat," tanya Ayu dengan penuh harap. Dari kamar, ia tadi samar-samar mendengar seseorang menyebut surat. Ia turun untuk memastikan, berharap itu adalah surat dari Roni. Namun, sayangnya ia sudah terlambat. Surat itu sudah diterima oleh bapaknya dan kini telah diremas, tak mungkin sampai ke tangannya.

Menanggapi pertanyaan Ayu, Tuan Hasan berusaha menyembunyikan kekesalannya dan menjawab dengan tenang,

"Oh... tadi hanya petugas pengirim surat, tapi dia salah alamat. Sekarang dia sudah pergi," ucapnya berbohong.

"Oh... baiklah, Pak. Kirain apa-apa," sahut Ayu sambil berbalik dan kembali masuk ke kamarnya.

Tuan Hasan memandang kepergian putrinya dengan tatapan penuh tekad.

"Lihat dirimu, Ayu. Begitu semangatnya kau saat mendengar kata surat. Sampai segitunya dirimu menginginkan kabar dari pemuda miskin itu. Tapi sampai kapan pun, bapakmu ini tidak akan pernah merestui hubungan kalian. Pokoknya, kamu harus menikah dengan Reza," gumamnya penuh keyakinan.

Sementara itu, di dalam kamar, Ayu duduk di dekat jendela seperti biasanya. Dengan tatapan kosong ke arah langit, ia berbisik pelan,

"Bang Roni, kapan abang akan mengirim surat buat Ayu? Ayu rindu, Bang... Mendengar orang menyebut surat tadi saja sudah membuat Ayu berharap itu dari abang. Abang baik-baik saja kan di sana?"

Ayu menatap ke luar jendela, membayangkan saat-saat di mana Roni selalu melambaikan tangan memanggilnya sewaktu masih di kampung. Momen itu terus terbayang di benaknya, bahkan tak jarang ia sering memimpikannya dan merasa seolah itu nyata.

Kembali ke kota...

Roni telah sampai di kampusnya seperti biasa. Namun, kali ini ia terlihat sedikit terburu-buru karena menyadari dirinya terlambat masuk kelas.

"Astaga, aku terlambat..." gumamnya sambil mempercepat langkah menuju ruang kuliah.

Di dalam kelas, Miya dan mahasiswa lainnya sudah bersiap mendengarkan materi yang akan disampaikan oleh dosen. Saat Roni masuk, dosen baru saja hendak memulai pembahasan.

"Permisi, Pak. Maaf saya terlambat," sapa Roni dengan sopan.

Dosen hanya melirik sekilas sebelum mengangguk dan berkata,

"Silakan duduk."

Tanpa menunggu lebih lama, Roni segera mencari tempat duduk. Ia melihat Miya yang melambaikan tangan ke arahnya dan segera berjalan ke sana. Rupanya, Miya memang sudah menyiapkan kursi kosong di sampingnya, seperti yang biasa ia lakukan.

Roni pun duduk di sebelah Miya dan mulai fokus mendengarkan materi yang sedang dijelaskan oleh dosen.

Setelah penjelasan materi selesai, dosen meminta mereka untuk mengerjakan tugas.nah di saat itu Roni menoleh ke samping dan terkejut melihat Miya mengenakan pakaian yang lebih terbuka dari biasanya.

"Miya, kenapa hari ini kamu memakai pakaian terbuka?" tanya Roni.

"Aku berniat joging setelah kelas, aku mau menurunkan berat badan," jawab Miya.

"Tapi kan kamu bisa memakai baju itu setelah kelas?" Roni bertanya lagi.

"Aku malas mengganti baju, lagipula ini tidak terlalu terbuka. Ini cocok untuk musim panas," kata Miya.

"Baiklah, setelah ini aku akan memakai pakaian tertutup," kata Miya.

Roni kembali fokus mengerjakan tugas. Setelah selesai, dia melepas kertas dan pena, lalu berpesan, "Miya, temui aku di toilet perempuan."

Miya bingung. "Di toilet, ada apa ya?" tanya Miya.

Setelah menyelesaikan tugas, Miya menyusul Roni ke toilet. "Ada apa, Roni?"

Roni menarik Miya masuk dan memilih kamar yang kosong. "Ada apa, Roni? Kenapa wajahmu memerah?" tanya Miya. Roni hanya melumat bibir Miya sambil membuka pakaiannya. Miya terkejut namun hanya mengikuti saja. Roni membalikkan tubuh Miya sambil membuka celananya dan juga celana Miya. "Roni, kenapa tidak menunggu sampai pulang nanti? Apa yang akan terjadi jika ada yang melihat kita?" bisik Miya. Roni hanya mengatakan, "Tenang, aku bisa mengatasinya." Roni menarik bokong Miya, membuat Miya terkejut dan berteriak sedikit. "Roni, sakit!" kata Miya. "Kenapa masih sakit? Ini yang kedua kalinya, kan?" tanya Roni. "Mungkin karena kamu terlalu bersemangat dan aku belum siap," jawab Miya. "Tahan sebentar ya, aku tidak bisa menahannya," kata Roni sambil menutup bibir Miya dengan tangannya agar Miya tidak bersuara saat Roni mempercepat gerakannya. Roni meraih keran dan menyalakannya agar suara nafas mereka dan desahan Miya tidak terdengar jelas oleh siapapun yang datang.

1
Mardelis
hal bisa, pasti putuss ditengah, jejejejje
Mardelis
roni roni, baik tapi mental kurang baik, heheheeh
Godoy Angie
Asik banget!
Aak Gaming: terus ikutin ya
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!