Mentari merupakan seorang perempuan yang baik hati, lembut, dan penuh perhatian. Ia juga begitu mencintai sang suami yang telah mendampinginya selama 5 tahun ini. Biarpun kerap mendapatkan perlakuan kasar dan semena-mena dari mertua maupun iparnya , Mentari tetap bersikap baik dan tak pernah membalas setiap perlakuan buruk mereka.
Mertuanya juga menganggap dirinya tak lebih dari benalu yang hanya bisa menempel dan mengambil keuntungan dari anak lelakinya. Tapi Mentari tetap bersabar. Berharap kesabarannya berbuah manis dan keluarga sang suami perlahan menerimanya dengan tangan terbuka.
Hingga satu kejadian membuka matanya bahwa baik suami maupun mertuanya dan iparnya sama saja. Sang suami kedapatan selingkuh di belakangnya. Hanya karena pendidikannya tak tinggi dan belum juga dikaruniai seorang anak, mereka pun menusuknya dari belakang.
Tak terima perlakuan mereka, Mentari pun bertindak. Ia pun membungkam mulut mereka semua dan menunjukkan siapakah benalu sebenarnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon D'wie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
DELAPAN
"Sayang, masak apa?" tanya Shandi sambil memeluk perut Mentari dari belakang. Mentari tersenyum tipis, berpura-pura tak ada yang terjadi pun mengetahui rahasia suaminya. Ia belum mau mengulik tuntas. Berharap dugaannya itu salah. Berharap, suaminya masih berpegang teguh pada ikrar setia, menua bersama, hingga maut memisahkan.
"Lagi masak sup iga, mas," jawab Mentari sambil menaburkan seledri dan bawang goreng di atas sup iga yang baru saja ia tuangkan ke dalam mangkuk yang cukup besar.
"Hmmm ... harum. Masakan kamu emang yang terbaik, sayang," puji Shandi. Pujian bukan sekedar pujian. Tapi itu memang sebuah kebenaran, masakan Mentari memang sangat enak dan cocok di lidahnya. Mentari memamg merupakan tipe istri idaman. Ia bukan hanya cantik, pandai memasak, selalu menjaga kebersihan rumah meskipun tanpa bantuan asisten rumah tangga, pandai melayani suami, bertutur kata lembut, pandai mengatur keuangan. Setiap rupiah yang sampai di tangan Mentari dapat ia olah dengan sangat baik.
"Kamu bisa aja, mas," sahut Mentari sambil berjalan membawa mangkok berisi sup iga tersebut dan menghidangkannya di meja makan. Shandi tetap mengekori Mentari tanpa melepaskan sedikit pun tatapannya dari sang istri. Belum sempat Mentari membalikkan badannya untuk kembali ke meja dapur mengambil lauk-pauk yang lain, terdengar suara bel rumah. Mentari pun gegas ingin membukakan pintu, tapi Shandi mencegah dan menawarkan dirinya sendiri untuk membukanya.
"Biar mas aja. Kamu lanjutin aja menghidangkan makan malam kita," tukas Shandi lembut. Mentari pun mengangguk kemudian melanjutkan pekerjaannya dengan benak bertanya-tanya, siapa gerangan yang bertamu di malam seperti ini. Hingga terdengar suara beberapa orang yang begitu familiar di telinganya dari ruang tamu. Mentari tersenyum sinis, sepertinya mama mertuanya itu kian gencar ingin menjodohkan suaminya pada perempuan yang menurut Mentari sungguh tak tahu diri. Bagaimana Mentari tidak berpikir seperti itu, hanya perempuan tak tahu diri saja yang mau-maunya dijodohkan dengan laki-laki beristri. Kecuali si istri itu memiliki kesalahan fatal, tidak mengurusi suami dan rumah tangganya, abai, dan lebih parah berselingkuh. Namun Mentari tidak pernah melakukan semua itu. Hanya karena Mentari yatim piatu, dikira miskin, dikira tak berpendidikan, tidak memiliki pekerjaan, dan belum kunjung hamil, maka mereka pun bersikap semaunya.
Mentari bukanlah perempuan yang lemah yang akan diam begitu saja bila orang lain menyakitinya. Ia masih terus bertahan dan bersabar hanya karena suaminya yang setia dan tampak tulus mencintainya, namun sekali saja ia melakukan pengkhianatan, maka tunggu saja Mereka akan membayar semuanya.
"Sayang, ada mama, Septi, Tian, dan ... Erna di depan. Mereka ingin mengajak kita makan malam bersama," ucap Shandi hati-hati. Diperhatikannya raut wajah sang istri, hanya ada seulas senyum membuat Shandi tersenyum lega. Ia pikir, Mentari tidak masalah dengan itu.
"Ih, ya udah. Ajak mereka semua ke sini. Semua sudah hampir selesai kok," sahut Mentari tanpa melunturkan senyumannya. Belum sempat Shandi beranjak, Rohani, Enak, dan Septi telah tiba di meja makan. Kemudian Rohani meminta Erna mengeluarkan semua menu makanan yang menurut sang mama mertua merupakan buatan Erna sendiri.
"Huh, bisanya cuma masak gini-gini aja. Tuh, lihat, Erna bisa buat steak daging sapi. Mama yakin, pasti enak. Yuk Shan, kita makan! Mama udah nggak sabar mau merasakan masakan Erna," seru Rohani dengan begitu bangganya.
Shandi melirik kaku ke arah Mentari. Shandi tertegun melihat ekspresi Mentari yang tampak biasa saja seolah tak masalah sama sekali. Padahal hatinya sudah ketar-ketir, khawatir terjadi perang dunia di rumahnya malam ini.
"Iya, mas. Makan sana, kok malah bengong liatin Tari sih? Emang di wajah Tari ada yang aneh ya?" tanya Mentari sambil mengerjap-ngerjapkan matanya imut membuat Shandi tersenyum lebar.
"Nggak ada kok, sayang. Ayo, kamu juga ikutan duduk!" Shandi menarik kursi untuk Mentari membuat Rohani mendengus melihatnya.
"Mbak Tari, sup nya enak banget. Udah lama Tian nggak nyobain masakan mbak. Ternyata masih enak kayak biasa," celetuk pemuda yang bernama Septian yang kerap dipanggil Tian itu. Dia adalah adik bungsu Shandi. Ternyata ia sudah bergerak mengisi piringnya lebih dahulu dibandingkan yang lain. Memang Tian lebih bersikap netral dibandingkan ibu dan kakak perempuannya.
"Ah, makasih Tian. Kamu bisa aja," ujar Mentari tersipu sambil terus melayani Shandi.
"Ini mas, cicipin steak buatanku. Semoga kamu suka," ujar Erna seraya menyodorkan sebuah piring yang telah ia isi dengan steak.
"Ah, i-iya. Te-terima kasih," jawab Shandi.
"Wah, kamu perhatian banget ya Erna dengan mas Shandi! Udah kayak istri layani suami aja, aku jadi cemburu," seloroh Mentari santai sambil menuangkan sup untuk dirinya sendiri.
"Aku kan sedang belajar jadi calon istri yang baik, mbak. Kalau-kalau saja, aku bisa menikah dalam waktu dekat ini jadi udah nggak kagok lagi bagaimana caranya melayani suami," sahut Erna santai membuat Shandi sampai tersedak saat baru saja hendak menelan nasi.
Ukhuk ukhuk ukhuk ...
"Duh, mas, kayak anak kecil aja kamu pakai tersedak kayak gini!" ujar Mentari sambil menepuk punggung Shandi dan menyodorkan air minum setelahnya.
"Iya, Na, kamu itu emang tipe-tipe menantu idaman mama banget tau nggak. Udah cantik, kaya, berpendidikan, mapan, pekerjaan bagus, orang tua jelas, ah kapan yang mama bisa dapat menantu kayak kamu."
"Ma ... " sergah Shandi dan Septian kompak.
"Kenapa?" seru Rohani sok bingung. "Ada yang salah?" lanjutnya.
"Mama kayaknya pingin banget mbak Erna jadi menantu mama. Cuma sayang, anak laki-laki mama yang single kan tinggal Tian, masa' mau mama jodohin sama Tian yang masih SMA. Nggak mungkin kan mama mau jodohkan sama mas Shandi? Entar orang-orang bilang kamu pelakor dong. Percuma kaya, cantik, berpendidikan kalau jadi pelakor. Entar dihujat orang se-Indonesia raya, ih ngeri tau mbak," tukas Mentari seraya bergidik ngeri membuat Shandi salah tingkah.
Baru Rohani ingin menjawab kata-kata Mentari, tiba-tiba sebongkah daging mendarat tepat di wajahnya.
"Aaakh ... " pekiknya terkejut.
"Ma, ma, aduh ma, maaf, Septi nggak sengaja," seru Septi sambil meraih selembar tisu dan membersihkan wajah mamanya.
"Kamu makan gimana sih, Sep, masa' dagingnya bisa kelempar ke wajah mama," bentak Rohani kesal.
"Kan Septi nggak sengaja, ma. Abisnya dagingnya alot jadi sudah digigit, oops ... Duh, maaf Mbak Erna, Septi ... Septi ... "
Wajah Erna merah padam saat daging steak buatannya disebut alot.
"Mana ada. Kamu aja yang nggak bisa makan kayak ginian. Pasti lidah kamu ketularan lidah kampung perempuan itu kan," bela Rohani tidak terima Septi mengatakan daging steak masakan Erna alot. "Makan steak tuh kayak gini, dipotong pakai pisau, bukan langsung digigit kayak gitu." Rohani mempraktekkan cara memakan steak. Namun Rohani pun ikut kesulitan untuk memotong daging tersebut sampai dagingnya tergeser kesana-kemari karena sulit dimakan. '*Duh, kok susah banget sih! Daging sialan. Kamu mau malu-maluin aku ya!'
'Duh, kacau! Kenapa alot gini ya dagingnya! Ck ... mau cari muka malah kehilangan muka ini namanya,' omel Erna dalam hati.
"Hah, makan aja repot! Mending makan sup iga mbak Tari aja, udah pasti enak nggak ribet. Dagingnya juga empuk, ya kan kak?" lontar Septian pada sang kakak.
"Ah, i-iya, kamu benar Tian. Dah, kalian dari pada ribet, makan sama sup iga ini aja. Ayo Erna, cicipin masakan mbak mu, kamu pasti suka," ujar Shandi membuat Rohani, Erna, dan Septi menekuk wajahnya masam.
Mentari hanya mengulum senyum.
'Segitunya mama nggak menyukai aku sampai mau jodohin mas Shandi dengan Erna. Ya Allah, apa yang harus aku lakukan? Apa ini pertanda aku harus mulai bersiap untuk menyerah? Ah, jangan dulu! Kita lihat sampai batas mana mereka akan bertindak. Kalau sampai mereka benar-benar membuat mas Shandi menerima Erna, aku pastikan mereka akan menyesalinya,' desis Mentari dalam hati.
...***...
...HAPPY READING 🥰🥰🥰...