Pertemuan yang tidak sengaja dengan orang yang sangat menyebalkan menjadi awal sebuah takdir yang baru untuk dr. Fakhira Shakira.
Bruukk
"Astaghfirullah." Desis Erfan, ia sudah menabrak seorang dokter yang berjalan di depannya tanpa sengaja karena terburu-buru. "Maaf dok, saya buru-buru," ucapnya dengan tulus. Kali ini Erfan bersikap lebih sopan karena memang ia yang salah, jalan tidak pakai mata. Ya iyalah jalan gak pakai mata, tapi pakai kaki, gimana sih.
"It's Okay. Lain kali hati-hati Pak. Jalannya pakai mata ya!" Erfan membulatkan bola matanya kesal, 'kan sudah dibilang kalau jalan menggunakan kaki bukan mata. Ia sudah minta maaf dengan sopan, menurunkan harga diri malah mendapatkan jawaban yang sangat tidak menyenangkan.
"Oke, sekali lagi maaf Bu Dokter jutek." Tekannya kesal, kemudian melenggang pergi. Puas rasanya sudah membuat dokter itu menghentakkan kaki karena kesal padanya. Erfan tersenyum tipis pada diri sendiri setelahnya.
Karena keegoisan seorang Erfan Bumi Wijaya yang menyebalkan, membuat Hira mengalami pelecehan. Sejak kejadian itu ia tak bisa jauh dari sang pria menyebalkan.
Rasa nyaman hadir tanpa diundang. Namun sayang sang pria sudah menjadi calon suami orang. Sampai pada kenyataan ia sudah dibeli seseorang.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Susilawati_2393, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
8
Erfan menemui sang Mami di meja makan setelah berpakaian rapi. "Pagi Mami," diciumnya kedua pipi perempuan yang telah melahirkannya ke dunia.
"Pagi Sayang, ayo sarapan, tunggu Papi dan adikmu sebentar."
"Kakaaaakkk..!!" Pekik Fany saat melihat Erfan ada di meja makan. "Kenapa gak bilang kalau pulang?"
"Fany, jangan ganggu kakakmu dulu." Tegur Papi yang berjalan dibelakang putrinya, Erfan nampak acuh dengan kehadiran Fany. Ia mengambil roti dan segelas susu vanilla.
"Aku cuma kangen sama Kak Erfan, Pi." Fany duduk di samping kakaknya dengan wajah cemberut.
"Kakakmu lagi cape, kangen-kangenannya nanti aja ya." Bujuk Mami, "Kakak nanti pulang ke rumahkan?" Tanya Mami pada Erfan.
"InsyaAllah Mi." Sahut Erfan sembari memasukkan roti ke dalam mulut.
"Hari ini kita ketemuan sama calon istrimu ya Fan, jam makan siang di cafe dekat kantormu saja. Nanti Papi yang ke sana."
"Siap Pi." Jawab Erfan dengan semangat, berbeda dengan Fany yang menampakkan wajah cemberut.
"Calon istri? Kak Erfan mau menikah?" Tanya Fany, setaunya Erfan tidak punya pacar atau teman perempuan.
"Iyaa, Kakakmu mau menikah. Kamu akan punya kakak ipar." Jelas Mami dengan tersenyum, Fany susah payah menelan nasi goreng yang baru dikunyahnya. Seperti nimpi buruk, baru ia senang melihat kakaknya mau pulang ke rumah lagi.
"Hmmm." Fany bergegas menghabiskan sarapan kemudian kembali ke kamar. Papi hanya geleng-geleng kepala.
"Nanti juga berhenti sendiri ngambeknya Pi." Mami terkekeh dengan tingkah anak bungsunya yang selalu cemburu kalau kakaknya dekat dengan perempuan.
"Aku pamit dulu ya Mi, Pi. Sampai jumpa nanti siang." Erfan menyalami Mami dan Papi.
Huuhhh, berpura-pura bahagia itu menyakitkan, batin Erfan. Melajukan mobil dengan cepat menuju kantor. Haruskah drama ini dilanjutkan? Bisakah menemukan kebahagiaan dengan kebodohan seperti ini.
Beruntung hari ini seketarisnya mengosongkan jadwal meeting. Erfan menandatangani dokumen-dokumen yang menumpuk di meja setelah selesai ia periksa. Kemudian beralih pada proposal-proposal yang baru diterimanya.
"Ressa...!" Panggil Erfan, orang yang dipanggil langsung menyembul dibalik pintu.
"Yaa bos!"
"Tolong bookingkan tempat di cafe seberang ya, saya siang ini mau ketemu seseorang di sana."
"Siap bos, beres." Sahut Rissa, mengangkat tangan seperti orang sedang hormat bendera. Tingkah seketarisnya yang seperti itu bisa membuatnya tersenyum. Kelakuan yang bar-bar.
"Eh Sa, dr. Hira itu temenmu?"
"Iya bos, kenapa?"
"Gak, nanya aja. Soalnya nyebelin." Kekeh Erfan
"Nyebelin-nyebelin nanti suka lho." Ressa menggoda bosnya yang sangat anti menanyakan perihal perempuan.
"Udah sana, booking tempat cepetan, VIP." Desak Erfan, sebelum terlanjur malu karena diledek seketarisnya.
"Beres bos."
"Ressa." Panggil Erfan sekali lagi, sebelum gadis itu benar-benar hilang dari balik pintu.
"Apalagi bos?" Jawab Ressa dengan cemberut, suka sekali bolak balik memanggil hanya untuk melakukan hal-hal kecil.
"Belikan hadiah untuk bayi laki-laki dan anak perempuan. Soalnya gak sempat nyari, terserah kamu mau suruh siapa. Uangnya saya transfer."
"Beress itu mah, udah gak ada lagikan?"
"Iyess, dah sana kerja." Titah Erfan, ngapain juga nanyain si dokter jutek itu. Erfan senyum-senyum sendiri. Jutek tapi cantik. Otaknya pasti sedang geser sekarang.
Erfan mengamati seorang gadis dengan balutan gamis mocca yang duduk berhadapan dengannya. Pilihan Papi Wijaya not bad, perempuan bernama Bilqis itu penurut, anggun, lemah lembut dan cantik. Itu kesan pertama yang dapat Erfan simpulkan.
Bolehlah dicoba, walau gak cinta yang penting gak malu-maluin kalau dibawa kondangan. Sebenarnya apa sih yang ada dalam otaknya ini. Ingin menjadikan pernikahan ini sebagai mainankah? Tidak. Erfan serius ingin menjalankan pernikahan sebaik mungkin.
Hanya calon mempelainya saja yang belum membuat Erfan tergila-gila seperti menggilai Elvina. Elvina lagi, Elvina lagi takkan ada habisnya kalau membandingkan perempuan lain dengan Ummu Key.
Ya Allah, bisakah getaran itu dimunculkan. Agar bisa merasakan jatuh cinta pada gadis di depannya ini dan menjalankan pernikahan dengan suka cita tanpa rasa terpaksa.
Sesekali Erfan ikut dalam perbincangan, lebih banyak Mami Reny yang bicara panjang seperti jalan tol. Ia kurang berselera untuk bicara, diam lebih baik pikirnya. Entah kenapa ingin sekali waktu sekarang dipercepat agar pertemuan ini cepat berakhir.
Sekarang Erfan merasakan benar-benar gila. Ingin menikah, tapi hatinya sendiri yang membrontak. Tuhan tolong damaikan hati ini. Apa kurangnya Bilqis, gadis cantik dengan tinggi 160, kulit wajahnya putih bersih tanpa jerawat. Hidungnya mancung, bibir ranumnya yang tipis menghasilkan senyuman yang menawan. Bulu mata lentik yang dapat menghipnotis sang pengamat. Tapi tidak untuk Erfan, ia tak tergoda sedikitpun dengan gadis cantik nan perfect ini.
Belajarlah untuk membuka hatimu Erfan. Tak ada cela pada gadis itu. Pasti banyak lelaki yang memperebutkannya. Yaa, ia harus membuka hati, menutup lembaran lama yang dipenuhi dengan Elvina Mufida Ilman.
Tapi bisakah ia menutup buku itu sedang ceritanya selalu dibaca setiap hari. Kenapa melupakan sesulit ini Ya Allah, lirih Erfan.
"Erfan...!" Panggil Mami, Erfan tersentak apa yang ada dipikirannya tadi buyar. "Ya Mi," jawab Erfan sambil tersenyum.
"Kamu mikirin apa sih, dari tadi diam." Tanya Mami lembut, Mami pasti tau apa yang dipikirkan Erfan sekarang. Bilqis hanya tersenyum melihat tingkahnya yang kikuk, begitu juga kedua orang tua Bilqis.
"Tadi ada kerjaan yang belum selesai Mi waktu Erfan tinggal ke sini, jadi sedikit kepikiran." Bohong Erfan, untunglah sang mami percaya dan tidak ada pertanyaan lagi.
"Kalau Mas masih ada kerjaan gak papa kok kalau mau duluan." Ucap Bilqis dengan tenang, tidak terlihat seperti orang kecewa. Kenapa Bilqis bisa setenang itu dipertemukan dengan orang yang belum dikenal, Erfan sampai heran.
"Nanti setelah pulang dari sini aja aku selesaikan." Kata Erfan dengan tenang, ia tidak ingin terlihat seperti anak kecil karena menolak pertemuan ini dengan cara yang tidak elegan. Padahal Erfan sendiri yang memintanya pada Papi. Huh, nikmati permainanmu sendiri Erfan.
"Makannya dilanjut Mas, apa mau menu yang lain?" Tawar Bilqis saat melihat Erfan ogah-ogahan menyuap nasi. Sialnya Mami Papi menikmati drama ini, Erfan sudah ampun-ampunan menahan diri agar tidak mengumpat sekarang. Ia geli diperhatikan perempuan yang baru dikenal.
Argh ada apa dengan Erfan, kenapa ia jadi begini. Sebelum Bilqis banyak bicara ia sudah mau mencoba membuka hati pada perempuan itu. Erfan harus melawan egonya, mengenyahkan perasaan yang tidak seharusnya ada. Tidak ada alasan untuk Erfan membenci Bilqis.
Akhirnya Erfan bisa kembali ke kantor setelah menemani Mami dan Papi hampir dua jam bercengkrama dengan calon mertuanya. Huft, Erfan menghirup napas kasar.
Seberat inikah, bisakah Erfan menikah dengan orang yang tidak dicintainya. Tapi Adnan bisa melakukannya pada Attisya, sekarang mereka hidup bahagia. Ia juga bisa seperti Adnan menumbuhkan rasa cinta setelah pernikahan. Harus, Erfan harus bisa move on. Tegas Erfan pada diri sendiri.
udah untung suami mendukung pekerjaan nya,malah mau di bikinin tempat praktek sendiri, kurang apa coba si erfan