NovelToon NovelToon
Tumbal Rahim Ibu

Tumbal Rahim Ibu

Status: sedang berlangsung
Genre:Lari Saat Hamil / Kumpulan Cerita Horror / Rumahhantu / Matabatin / Iblis
Popularitas:526
Nilai: 5
Nama Author: Mrs. Fmz

​"Ibu bilang, anak adalah permata. Tapi di rumah ini, anak adalah mata uang."
​Kirana mengira pulang ke rumah Ibu adalah jalan keluar dari kebangkrutan suaminya. Ia membayangkan persalinan tenang di desa yang asri, dibantu oleh ibunya sendiri yang seorang bidan terpandang. Namun, kedamaian itu hanyalah topeng.
​Di balik senyum Ibu yang tak pernah menua, tersembunyi perjanjian gelap yang menuntut bayaran mahal. Setiap malam Jumat Kliwon, Kirana dipaksa meminum jamu berbau anyir. Perutnya kian membesar, namun bukan hanya bayi yang tumbuh di sana, melainkan sesuatu yang lain. Sesuatu yang lapar.
​Ketika suami Kirana mendadak pergi tanpa kabar dan pintu-pintu rumah mulai terkunci dari luar, Kirana sadar. Ia tidak dipanggil pulang untuk diselamatkan. Ia dipanggil pulang untuk dikorbankan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mrs. Fmz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 7: Hidangan Daging Mentah

Kirana melempar kain itu ke lantai, dan saat kain batik itu mendarat, ia melihat sisa kain yang lain menyembul samar dari bawah ranjang, diikuti oleh bau anyir yang lebih kuat daripada jamu di atas nampan.

Bau anyir itu seperti aroma daging yang sudah disimpan terlalu lama di udara panas, bercampur dengan bau tanah yang lembap. Kirana menutup hidungnya dengan tangan, hampir muntah. Ia tahu bau ini tidak wajar. Ini bukan sekadar bau apek rumah tua, ini adalah bau dari sesuatu yang membusuk, atau darah.

Ia berlutut dengan susah payah, perutnya menekan paha. Ia harus melihat apa yang ada di bawah ranjang itu.

Dengan hati hati, Kirana menjulurkan tangannya dan menarik sisa kain yang tampak menyembul. Kain itu adalah potongan jarik batik lain, tetapi kali ini, kain itu bernoda hitam pekat di beberapa bagian. Ketika ia membalikkannya, ia melihat noda itu ternyata berwarna merah tua yang mengering.

Kirana menjatuhkan kain itu. Pikirannya melayang cepat pada Kakak Sulungnya, Laksmi. Apakah ini sisa sisa perlawanan terakhirnya? Apakah Laksmi juga menemukan kain kain ini, atau apakah ini milik janin yang hilang?

Saat ketakutan mencekiknya, ia mendengar suara kunci diputar di pintu. Pintu terbuka. Itu Dimas. Wajahnya pucat, tetapi ekspresinya tegar, seolah ia baru saja menyelesaikan tugas yang sangat berat.

"Kenapa kau di lantai?" tanya Dimas, suaranya dingin, tidak ada sedikit pun rasa khawatir.

Kirana segera menyembunyikan kedua potongan kain itu di balik tubuhnya. "Aku mencari udara. Kamar ini pengap dan bau melati."

Dimas tidak menjawab tentang bau melati. Ia membawa sebuah piring porselen besar yang ditutup tudung saji perak.

"Ibu menyuruhmu makan. Ini hidangan istimewa untuk malam pertama kepulanganmu. Untuk menjaga janin," kata Dimas, meletakkan nampan itu di meja samping.

Ia berjalan ke sudut ruangan, mengambil teko berisi jamu yang tadi ia cicipi, dan menuangnya ke cangkir.

"Minum ini juga. Ibu menunggumu di bawah," perintah Dimas.

"Menunggu apa?" tanya Kirana, suaranya tajam.

"Menunggu laporan kesehatanmu. Sudah, jangan mempersulit. Cepat makan, lalu minum jamu itu." Dimas bahkan tidak melihat ke arah piring, seolah ia jijik pada isinya.

Dimas kembali keluar, dan kali ini, ia tidak mengunci pintu. Mungkin Nyi Laras yang memerintahkan pintu harus tetap terbuka. Kirana merasa sedikit lega, tetapi kini fokusnya beralih pada makanan.

Kirana berjalan mendekat, rasa lapar yang ia rasakan sepanjang perjalanan mulai menyerang. Ia mengangkat tudung saji perak itu.

Namun, alih alih menemukan nasi hangat dan sayuran, Kirana melihat sesuatu yang membuat perutnya seketika mual. Di dalam piring itu, terhidang tumpukan besar daging berwarna merah pekat, mentah, dan tampak baru dipotong. Daging itu disajikan tanpa bumbu, hanya dihiasi beberapa lembar daun sirih dan taburan bunga kenanga.

Darah dari potongan daging itu masih membasahi piring porselen.

Kirana mundur terhuyung. Ia menahan napas. Bau anyir daging mentah ini, bercampur dengan bau melati di koridor, membuat indranya berputar.

Ia mendekati cangkir jamu itu lagi. Aroma anyir dari jamu itu kini terasa lebih lemah dibandingkan bau daging mentah di piring. Ia menyadari sesuatu: hidangan ini bukan untuknya, tetapi mungkin untuk yang lain.

"Ini bukan makanan manusia," gumam Kirana.

Tiba tiba, ia mendengar langkah kaki yang menyeret di koridor. Langkah itu mendekat ke kamarnya. Nyi Laras.

Kirana segera bertindak. Ia mengambil piring daging mentah itu dan menyembunyikannya di belakang lemari. Lalu, ia buru buru mengambil cangkir jamu dan membuang isinya ke pot bunga kecil di sudut kamar. Ia mengelap bibir cangkir dengan cepat.

Pintu terbuka. Nyi Laras masuk.

"Sudah diminum jamunya, Nak?" tanya Nyi Laras dengan senyum lebar yang mengerikan itu. Matanya lurus menatap cangkir di tangan Kirana.

"Sudah, Bu. Terima kasih," jawab Kirana, suaranya sedikit gemetar.

Nyi Laras mendekat, matanya tidak berkedip, bergerak menelusuri ruangan hingga berhenti tepat di meja samping yang kini kosong. Ia menunjuk ke piring makanan yang sudah hilang.

"Lalu di mana makananmu? Kau sudah menghabiskannya?" tanya Nyi Laras, nadanya tetap tenang, tetapi ada nada ancaman tersembunyi.

"Sudah, Bu. Saya tadi sangat lapar. Dagingnya enak," bohong Kirana, berusaha terdengar meyakinkan.

Nyi Laras tersenyum. Senyum itu tidak berubah, tetapi Kirana merasakan suhu ruangan mendadak turun drastis. Nyi Laras melangkah ke pot bunga, dan menatap bunga yang baru saja Kirana siram dengan jamu.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!