Mariza dan Derriz menikah karena perjodohan. Selama satu tahun pernikahannya, Derriz tak pernah menganggap Mariza.
Mereka tinggal satu rumah tapi seperti orang asing. Derriz sendiri yang membuat jarak diantara mereka. Karena Derriz mencintai dan masih menunggu mantan kekasihnya kembali, Luna.
Seperti yang di katakan Derriz di awal pernikahannya. Mereka akan berpisah ketika Luna kembali. Apalagi Mariza tak bisa membuatnya jatuh cinta. Bagaimana bisa jatuh cinta jika selama ini saja Derriz selalu menjaga jarak darinya. Bukan hanya di rumah, tapi di kantor juga mereka seperti orang asing.
"Apa alasanmu ingin bercerita dariku?" tanya Derriz saat Mariza memberikan surat cerai yang sudah dia tandatangani.
"Apa aku kurang memberikan uang bulan padamu? Apa masih kurang?" Derriz tak terima Mariza ingin bercerai darinya.
"Karena masa lalumu sudah kembali, Mas! Aku pergi karena aku sudah tak ada gunanya lagi di sini!" jawab Mariza.
"TIDAK!" jawab Derriz membuat Mariza bingung.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yam_zhie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Aku Pamit, Mas! 9
"Ayah tidak akan pulang?"tanya Bu Julia datang bersama dengan sang suami Pak Aditya ke rumah yang di tempati Gavin dan Mariza.
"Tidak, ayah ingin menginap lagi di sini. Kalian mau apa?" tanya Pak Bima yang sedang mengobrol bersama dengan Izha sedangkan Derriz izin masuk kamar karena harus menghubungi Luna, menenangkan kekasihnya yang kembali merajuk.
"Ayah, jangan ganggu mereka! Lebih baik kita pulang aja," ajak Pak Aditya.
"Apa benar kakek menganggu, nak?" tanya Kakek Bima kepada Izha yang duduk di sebelah.
Izha tampak bingung harus menjawab apa, dia melirik ke arah Bu Jihan yang sedang melotot padanya. Dia tahu mereka datang untuk membawa Kakek Bima agar anaknya kembali bebas bertemu dengan Luna. Mereka berdua tahu hubungan keduanya dan begitu mendukung Derriz dan Luna bersama. Karena menurutnya Luna tak akan memalukan, dia seorang desainer.
"Tidak, Kek. Kakek tidak menganggu kok! Mungkin kakek jenuh di rumah apalagi setelah beberapa lama di rumah sakit dan hanya tiduran di rumah saja. Dalam proses penyembuhan kakek tak masalah mau menginap di sini, insyaallah Izha bisa mengurus kakek. Hanya saja, Izha takut kakek kesepian di sini karena siang hari bahkan di rumah ini tak ada siapa-siapa. Kakek juga harus banyak istirahat," jawab Izha lembut sambil menggenggam tangan Kakek Bima.
Dia tak ingin melukai hati pria itu dan seolah mengusirnya. Sehingga dia menggunakan kalimat yang jauh lebih enak di hati.
"Kamu benar, Nak. Baiklah, kakek akan menginap satu malam lagi. Besok kakek akan pulang, tapi kakek akan menginap di sini setiap malam Minggu ya,"jawab Kakek Bima dengan binar bahagia di wajahnya.
"Iya, Kek. Kakek boleh menginap di sini setiap malam Minggu. Kakek juga harus tetap menjaga kesehatan, di sana banyak yang mengurus dan mengawasi kakek. Tidak seperti di sini," jawab Derriz, rupanya dia mendengar jawaban Izha kepada kakeknya.
"Lalu kalian mau ngapain di sini? Cepat pulang sana! Datang-datang malah ngajak pulang bukannya menanyakan keadaan menantu kalian!" kesal Kakek Bima kepada kedua orang tuanya.
"Dia baik-baik saja, ayah. Lihat saja dia sehat begitu! Dia bukan anak kecil yang harus di tanya kabar dan di bawakan oleh-oleh. Dia sudah dewasa, dan bahkan menjadi seorang istri. Hanya saja sampai saat ini dia belum hamil juga! Apa yang bisa di banggakan kan? Lebih baik biarkan Derriz menikah lagi dan ceraikan dia, ayah! Bukannya ayah ingin segera memiliki cicit?" ujar Bu Julia panjang lebar.
Izha hanya meremas ujung jilbab yang dia kenakan. Perasaan kesal dan juga marah dia tahan di sana. Kenapa Bu Julia mengatakan hal itu kepada Kakek di saat keadaannya baru saja membaik. Tak bisa kah dia mengatakannya nanti menunggu kesehatan dia benar-benar pulih. Dirinya saja menahan diri untuk mengatakan rencana besar padanya. Menunggu momen yang tepat.
"Mi! Kenapa mami bicara seperti itu? kamu baru saja menikah satu tahun kok! Lagi pula aku masih muda, masih banyak waktu!" Derriz membela, membuat mata Izha menatap ke arah suaminya.
"Apakah kamu sedang berakting membelaku di depan ibumu, Mas? Biasanya akan diam saja dan membiarkan dia memakiku sesuka hatinya," batin Izha.
"Sana kalian pulang! Aku ingin istirahat. Adanya kalian membuat aku emosi saja!" Kakek Bima mengusir keduanya.
Bu Julia dan Pak Aditya terpaksa pulang dari sana. Sebenarnya Bu Julia masih ingin bicara dan memarahi Izha. Tapi tangannya sudah di tarik oleh Pak Aditya untuk keluar dari ruang Derriz.
"Setelah keadaan kakek lebih baik, aku mungkin akan memasukkan gugatan cerai ke pengadilan agama,"ucap Derriz saat Izha masuk ke dalam kamar mereka.
"Iya, Mas. Katakan saja saat kamu sudah memasukkan gugatan cerainya aku akan segera bekemas dan keluar dari rumah ini," jawab Izha tersenyum membuat Derriz kesal.
"Apa kamu sebahagia itu bercerai dariku Izha?"tanya Derriz tak suka melihatnya.
"Antara iya dan tidak. Iya, karena memang seharusnya kita berpisah di saat kekasih Mas Derriz kembali. Apalagi kita sudah berdosa dalam pernikahan ini. Tidak, karena aku ... Aku harus meninggalkan kakek yang menyayangiku!" jawab Izha.
"Halah, bilang saja karena kamu tak ingin kehilangan uang bulanan mu kan?" Derriz mendekat. Dia kembali teringat pesan dari ayah mertuanya untuk Izha.
"Tidak apa-apa Mas. Aku masih bekerja sehingga masih punya penghasilan," Jawab Izha jujur.
Izha ketakutan saat Derriz mulai mendekat padanya. Semalam saja pria itu berbuat ka-sar dengan mencengkram kedua tangannya. Izha mundur tapi punggungnya membentur tembok.
"Apa kau sudah bertemu dengan Luna sebelum dia datang kemari?"tanya Derriz.
"Iya," jawab Izha singkat. Tatapan Derriz berbeda kali ini.
"Kapan?"
"Satu Minggu yang lalu. Ada apa? Aku tak melakukan dan tak bicara apapun dengannya, jadi jangan khawatir, Mas!" jawab Izha.
"Lalu uang bulanan kau kemanakan?" tanya Derriz.
"Aku belanjakan semuanya, Mas. Karena aku matre jadi aku menghabiskan setiap uang yang kamu berikan," jawab Izha menunduk.
Dia tak bisa jujur kepada suaminya. Karena percuma, Derriz juga tak akan mau membantunya keluar dari masalah dengan ayahnya. Apalagi dari awal dia sudah membuat jarak di antara mereka. Sekarang yang dia inginkan keluar dari neraka baru yang di buat oleh Derriz ini. Tangan Derriz terulur dan menarik dagu Izha perlahan. Tatapan mereka beradu, mata Izha mengembun sedangkan tatapan Derriz, entahlah Izha tak bisa menebaknya.
"Lalu apa yang kamu minta setelah kita berpisah nanti?" tanya Derriz tanpa melepaskan tatapannya dari Izha.
Dia sedang menikmati setiap desiran dalam dirinya saat ini. Berdekatan dengan Izha akhir-akhir ini membuatnya tak tahu apa yang dia rasakan. Izha sebenarnya tak kalah cantik dengan Luna. bedanya, Izha tak bisa berdandan sedangkan Luna memang suka berdandan. Izha masih terlihat sederhana walau sudah dia berikan uang bulanan yang besar. Berbeda dengan Luna yang baru dua Minggu kembali sudah menguras rekeningnya.
"Tidak ada yang saya inginkan, Mas. Saya hanya ingin segera berpisah saja," jawab Izha membuat Derriz tak suka.
"Lihat mataku! Apa kamu mencintaiku?" tanya Derriz saat kembali tatapan mereka beradu, seteleh sebelumnya Izha selalu mencoba menghindar.
Entahlah dia malah menanyakan hal konyol itu kepada Izha. Ujung jarinya mulai mengusap lembut bibir Izha. Tatapannya mulai berbeda, perasaan aneh saat bersen-tu-han dengan istrinya juga sangat berbeda ketika dia bersama dengan Luna. Ada apa dengannya? Sedangkan Izha terlihat ketakutan. Dia takut dengan apa yang akan di lakukan oleh Derriz padanya. Dulu dia membayangkan perlakuan manis suaminya itu. Tapi sekarang tidak, dia bahkan tak rela jika disen-tuh oleh pria yang tak pernah mencintainya.
akhir nya babang axcel turun tangan jg menyelamatkan izha
skrg otw menjemput calon ibu mertua mu ya babang axcel👍👍
muak sangat sm s derris
buat izha cepet bebas dr derris n axcel membantu smua nya biar lancar
klau udh beres dgn derris br izha d bantu axcel untuk menyelamatkan ibu nya
babang axcel gercep dong tolongin izha ya, kasian izha sendirian