NovelToon NovelToon
Anak Kandung Yang Bangkit

Anak Kandung Yang Bangkit

Status: tamat
Genre:Keluarga / Murid Genius / Idola sekolah / Mengubah Takdir / Tamat
Popularitas:852.4k
Nilai: 4.7
Nama Author: ariyanteekk09

"Setelah bertahun-tahun diabaikan dan diperlakukan tidak adil oleh keluarganya sendiri, senja Aurelie Wijaya anak kandung yang terlupakan memutuskan untuk bangkit dan mengambil alih kendali atas hidupnya. Dengan tekad dan semangat yang membara, dia mulai membangun dirinya sendiri dan membuktikan nilai dirinya.

Namun, perjalanan menuju kebangkitan tidaklah mudah. Dia harus menghadapi tantangan dan rintangan yang berat, termasuk perlawanan dari keluarganya sendiri. Apakah dia mampu mengatasi semua itu dan mencapai tujuannya?"

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ariyanteekk09, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

chapter 7

Mentari sore menyinari halaman SMA Nusa Bangsa. Rudy dan Sekar, pasangan suami istri paruh baya, melangkah tergesa. Wajah mereka mencerminkan kekhawatiran. Seumur hidup, mereka belum pernah dipanggil ke sekolah karena ulah anak mereka, Caca. Sebuah telepon dari Radit, kakak kelas Caca, telah mengabarkan pertengkaran hebat yang melibatkan putri mereka.

Radit dan Galih, teman Caca, sudah menunggu di depan gerbang. "Radit, Galih, di mana Caca?" tanya Rudy, suaranya terdengar cemas.

"Dia di ruang kepala sekolah, Pak. Orang tua kedua siswi itu juga sudah datang," jawab Galih.

Sekar menggenggam tangan Rudy. "Ayo, kita ke sana sekarang."

Tok... tok... tok...

"Masuk," sahut Pak Darman, kepala sekolah, dari balik pintu ruangannya.

"Selamat siang, Pak," sapa Rudy dan Sekar serentak.

"Silakan masuk, Tuan Rudy dan Nyonya Sekar," jawab Pak Darman ramah.

Di dalam ruangan, Sekar melihat dua gadis remaja, Siska dan Diah, dengan wajah lebam dan berbekas luka. Caca, sebaliknya, tampak tanpa cedera.

"Saya tidak peduli, Pak! Caca harus dihukum! Lihat anak-anak saya, dibuat seperti ini!" teriak ibu Siska, suaranya bergetar menahan amarah.

"Benar! Keluarkan dia dari sekolah ini! Ini tempat belajar, bukan tempat berkelahi!" timpal ibu Diah, tak kalah geram.

"Enak saja! Ini bukan salah saya! Mereka yang memulai!" Caca membela diri, suaranya tinggi dan lantang.

"Bohong! Dia yang menampar kami duluan!" bantah Siska.

"Cukup!" Pak Darman memotong pertengkaran itu. "Kita akan cari tahu siapa yang sebenarnya salah. Jangan saling menyalahkan."

Ting!

Notifikasi grup WhatsApp sekolah berbunyi. Semua yang ada di ruangan itu, termasuk guru BK yang baru saja tiba, langsung membuka ponsel mereka. Sebuah video beredar, merekam pertengkaran tersebut. Terlihat jelas, Caca yang memulai penyerangan.

Degg! Caca terkesiap. Siapa yang merekam dan menyebarkan video itu?

"Sial... habis sudah aku dibuat orang tua angkatku ini," batin Caca, merutuki nasibnya.

       "Karena putri saya terbukti salah, Pak Darman, berikanlah hukuman yang sesuai dengan peraturan sekolah," tegas Rudy, suaranya berat. Kekecewaan dan rasa malu bercampur aduk dalam hatinya. Pengumuman Pak Darman tentang kemenangan Senja dalam Olimpiade Biologi tingkat kota menambah beban perasaan mereka. Ironisnya, mereka tidak mengetahui Senja adalah anak kandung Rudy.

"Baiklah. Caca akan diskors selama satu minggu, sementara Siska dan Diah tiga hari," putusnya.

Senja menyaksikan video pertengkaran itu di kantin. Ia penasaran siapa yang berani menyebarkannya. Bel istirahat berbunyi. Senja bergegas meninggalkan kantin.

Di koridor, ia berpapasan dengan orang tuanya dan Caca. Tatapan mereka bertemu sejenak, lalu Senja mengalihkan pandangan, tanpa sapaan. Sebuah senyum sinis terukir di bibirnya sebelum ia berlalu.

"Senja, kok kamu ninggalin kita sih?" teriak Dinda, salah satu teman Senja.

"Oops, sorry! Gue lupa," jawab Senja, bercanda. Ia berlari sambil tertawa lepas, meninggalkan Dinda dan Nadira yang langsung mengejarnya.

"Awas lo! Ayo, Nadira, kita kejar Senja!" seru Dinda.

Rudy dan Sekar terpaku, mendengarkan tawa Senja yang renyah. Sudah lama mereka tak mendengar tawa itu di rumah. Radit dan Galih, yang juga menyaksikan adegan itu, merasakan hal yang sama. Mereka merindukan tawa Senja, tawa yang telah lama sirna sejak kedatangan Caca.

"Kalau begitu, kami permisi dulu, Mi, Pi. Bel masuk sudah berbunyi," pamit Radit dan Galih. Walau kembar, mereka tak identik, namun selalu bersama.

"Ya sudah, kalian belajar yang rajin," pesan Rudy. Sepasang mata tua itu memandang kepergian anak-anaknya, seakan berharap agar tawa Senja bisa kembali menghiasi rumah mereka. Kehadiran Caca telah membawa perubahan besar, perubahan yang belum tentu membawa kebahagiaan bagi seluruh anggota keluarga. Keharmonisan keluarga yang dulu mereka miliki, kini terasa rapuh dan membutuhkan waktu untuk diperbaiki.

     Sesampainya di rumah, Caca langsung dihujani omelan dari Sekar dan Rudy.

"Astagfirullah, Caca! Mami malu sekali dengan perbuatanmu! Kenapa kamu tega sekali memukuli kakak kelasmu sampai babak belur?" teriak Sekar, suaranya bergetar menahan amarah.

"Seumur-umur, baru kali ini kami dipanggil ke sekolah," tambah Rudy, suaranya terdengar lesu.

"Ini semua gara-gara Senja, Mi, Pi! Dia pamer kepintarannya, sampai aku diejek satu sekolah. Dia sudah tidak takut lagi dengan ancaman kalian. Sekarang semua pujian ditujukan padanya," Caca menjelaskan, nada suaranya penuh kepedihan dan rasa iri.

"Enak saja kamu menyalahkan cucu saya, anak pungut! Sadar dirilah! Jangan karena anak-anak llebih menyayangi kamu, kamu seenaknya memanfaatkan cucu kesayangan saya. Kalau kamu mau dipuji dan dihargai, belajarlah dengan baik! agar Pintar otakmu itu! Jangan cuma mikir bagaimana cara membuat Senja dibenci keluarga!" suara Helena, ibu Sekar, menggema di ruang tamu. Kehadirannya mengejutkan semua orang. Ia baru tiba dari Paris, tempat ia menetap setelah suaminya meninggal.

"Mommy, kapan datangnya? Kok nggak ngabarin Sekar sih?" tanya Sekar, memeluk ibunya erat.

"Mommy sengaja nggak memberi tahu kalian, mau bikin kejutan," jawab Helena. Tatapannya tajam tertuju pada Rudy. "Rudy, kenapa muka kamu ditekuk begitu? Kamu marah karena Mommy memarahi anak pungut itu?"

"Tidak begitu, Mom," jawab Rudy gugup.

"Stop! Kalian berdua jangan membela anak pungut itu! Dan stop menyuruh Senja terus mengalah! Kalau sampai kejadian seperti ini terulang lagi, Mommy akan membawa Senja tinggal di Paris! Kalian tidak akan bisa melihatnya lagi!" ancam Helena, suaranya tegas dan penuh otoritas. Ketegangan memenuhi ruangan, mengingatkan semua orang akan betapa rapuhnya keseimbangan keluarga mereka.

Senja tiba di rumah dan terkejut melihat Helena sudah ada di ruang tamu.

"Astaga, Eyang Mommy! Kapan datangnya?" teriak Senja, berlari menghampiri neneknya. Ia memeluk Helena erat-erat.

"Eyang Mommy datang siang tadi, Sayang. Oma kangen banget sama kamu," balas Helena, membalas pelukan Senja dengan penuh kasih sayang.

"Aku juga kangen banget sama eyang mommy. Gimana kabarnya, eyang mommy?" tanya Senja.

"Alhamdulillah, Eyang Mommy baik-baik saja, Sayang," jawab Helena.

Radit dan Galih segera menghampiri Helena, menunjukkan rasa rindunya pada sang nenek.

"Eyang Mommy, kok nggak ngabarin kalau mau datang? Kan bisa kami jemput di bandara," ujar Galih.

"Eyang Mommy males dijemput sama kalian berdua," jawab Helena sambil tersenyum. "Ayo, Sayang, kita ke kamar Eyang Mommy. Eyang Mommy punya hadiah untuk kamu." Ia menggenggam tangan Senja, mengajaknya pergi.

"Kok cuma Senja yang diajak sih? Kan Caca juga cucu Eyang Mommy. Masa eyang mommy nggak kasih dia hadiah juga?" Galih menyela.

"Sejak kapan anak pungut itu jadi cucu Eyang Mommy? Cuma satu cucu perempuan eyang mommy yang eyang mommy sayangi, yaitu Senja. Kamu saja sana, belikan dia hadiah," Helena menjawab dengan sinis, menunjukkan ketidaksukaannya pada Caca.

Galih terdiam, merasa tersindir. Ia langsung merasa terpuruk.

"Sudah tahu Eyang Mommy nggak suka sama Caca, masih juga kamu sebut namanya di depan Eyang Mommy. Sekarang kena mental kan?" Radit menyikut Galih pelan, menambahkan sedikit candaan untuk meredakan suasana tegang.

"Gue lupa kalau Eyang Mommy nggak suka banget sama Caca," Galih mengakui kesalahannya, suaranya terdengar menyesal.

Mereka berdua pun menuju kamar untuk berganti pakaian dan beristirahat sejenak. Kehadiran Helena, meskipun membawa kegembiraan bagi sebagian anggota keluarga, juga mengingatkan mereka akan adanya perbedaan perlakuan dan ketidakharmonisan yang masih membayangi keluarga tersebut.

1
Shinta Dewiana
alurnya kayak gimana gitu ya....hmmm
Shinta Dewiana
ck jadi gunanya si radit sama si galih tu apa...tingkat segitu aja enggak ngebela adiknya...cih menyebalkan..
Shinta Dewiana
pusyiiiiggg
Shinta Dewiana
lha 11 tahun di abaikan di sia sia kan langsung di maafkan hanya dengan sebuah kata permintaan maaf...ck...enggak banget deh
Shinta Dewiana
baguslah langsung kasih bukti nyata
Shinta Dewiana
he...he...he....bodoh...emang siapa lo rudy....
Shinta Dewiana
hmmmm
Shinta Dewiana
raihan ini kan papanya hendra...kenapa dia enggak bilang sama anaknya biar enggak pacaran sama caca yang udah jd jalang....wiiidddiiihhhh
Shinta Dewiana
di part ini aku enggak paham ini....kenapa caca di kamar yg sempit,spre usang dan boneka yg udah lepas bulunya ...bukannya caca selama ini di sayang hidup dalam kemewahan ....heddeeehhh pusying deh.....
Shinta Dewiana
hedehhh si eyang malah teriak...kan ketahuan sama yang lain...ho...ho...ho...
Shinta Dewiana
dari 5th sampai 16 tahun kalian buta emang kalian keluarga gila...
Shinta Dewiana
keluarga gila ..huh hendra bakal nyesal lo ntar
Shinta Dewiana
O..O...rupanya krn dendam ms lalu si kakek...
Shinta Dewiana
pas banget si eyang mommy datang jadi ada yg sayangi senja
Shinta Dewiana
siapa tu ya yang memuji senja
Shinta Dewiana
mantap senja.....
RieNda EvZie
/Good//Good//Good//Good//Good/
Betty
bagus
Nuna Mochi
hadir Thor 💪💪💪
Salma Suku
Ya ampun nda sangka papinya Dirga munafik...cuma baik karena ada maunya...
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!