NovelToon NovelToon
Surat Cinta Untuk Alana

Surat Cinta Untuk Alana

Status: sedang berlangsung
Genre:Teen / Diam-Diam Cinta / Cinta Seiring Waktu / Kehidupan di Sekolah/Kampus / Keluarga / Enemy to Lovers
Popularitas:2.4k
Nilai: 5
Nama Author: bulan.bintang

Alana, gadis SMA yang 'ditakuti' karena sikapnya yang galak, judes dan keras kepala. "Jangan deket-deket Alana, dia itu singa betina di kelas kita," ucap seorang siswa pada teman barunya.

Namun, di sisi lain, Alana juga menyimpan luka yang masih terkunci rapat dari siapa pun. Dia juga harus berjuang untuk dirinya sendiri juga satu orang yang sangat dia sayang.

Mampukah Alana menapaki lika-liku hidupnya hingga akhir?
Salahkah ketika dia menginginkan 'kasih sayang' yang lebih dari orang-orang di sekitarnya?


Yuk, ikuti kisah Alana di sini.

Selamat membaca. ^_^

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon bulan.bintang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 7 | Liontin hati

Saat itu, Hanna sudah siap untuk pulang ke Jakarta. Dia segera memasuki mobil yang telah dipesan online di depan hotel. Hanna menyusun koper dan barang bawaannya beserta sebuah kotak biru muda di dalam tas yang sengaja dia bawa untuk anak semata wayangnya.

Semua berjalan lancar, lalu lintas kota Yogyakarta pagi itu tak begitu padat. Sesekali si sopir juga mengajaknya berbincang dan Hanna mengakui jika laki-laki muda itu memiliki selera humor yang cukup baik.

"Bu, ini langsung ke bandara?" Dia melayangkan pertanyaan sembari melirik penumpangnya dari kaca spion.

Hanna menjawab dengan senyum namun tangannya tetap sibuk membuka ponsel dan mengamati data-data yang baru saja masuk.

"Ibu yang punya batik Lanakarta itu kan?" Si sopir terus bertanya untuk melepas rasa penasaran di hatinya. Dia yang asli kota gudeg, begitu kagum atas berdirinya sebuah toko batik yang langsung booming dalam kurun waktu tak lebih dari satu tahun.

Hanna menutup ponsel lalu menatap ke depan, "itu punya anak saya, Mas. Saya cuma ikut nebeng aja."

"Aduuh si Ibu bisa aja, anaknya cewek apa cowok, Bu? Udah nikah belum? Kalo cewek, saya masih jomblo lho." Laki-laki itu bernama Tama. Dia terus mengajak Hanna mengobrol hingga membuat keduanya terasa akrab.

Namun, obrolan mereka terhenti saat sebuah mobil berkecepatan tinggi menabrak dari belakang. Membuat Hanna yang duduk di kursi penumpang terluka parah dan segera dilarikan ke rumah sakit oleh warga sekitar. Tama juga mengalami luka-luka di beberapa bagian tubuh terutama kepalanya yang membentur setir dan terkena pecahan kaca.

Kota gudeg pagi itu menjadi ramai, apalagi mobil yang menabrak telah melarikan diri. Dugaan sementara, si pengendara tengah mabvk.

Tak berselang lama, ponsel Lidia berdering dari nomor kakaknya. Dia begitu antusias menyambut kepulangan sang kakak yang berbulan-bulan pergi untuk mengurus bisnisnya.

Panggilan diterima, ponsel di tangan hampir terjatuh saat mendengar seseorang menjelaskan tentang keadaan kakaknya. Tanpa pikir panjang, Lidia segera menghubungi Alana dan bergegas menjemput gadis itu di sekolah.

"Na, bangun sayang."

Perlahan Alana membuka mata dan melihat Lidia berada di sampingnya. Dia mengamati sekitar untuk beberapa saat, lalu tersadar jika dirinya berada di rumah sakit.

"Tante, Mama. Mama gimana?"

Alana segera bangkit, namun kepalanya terasa sakit hingga membuat dia kembali terbaring.

"Mama kamu masih istirahat, Na. Kata dokter semuanya sudah stabil. Kita tunggu Mama bangun ya." Lidia membantu keponakannya bangun dan menghampiri ranjang pasien.

Perlahan, Alana menyentuh tangan sang ibu dengan selang infus yang meneteskan cairan di atasnya. Dia menangis sesenggukan, lalu terkejut saat tangan dalam genggamannya bergerak.

Alana hampir menjerit karena bahagia, dia melihat perlahan kedua mata ibunya terbuka dan senyum indah tersungging saat tatapan mereka beradu di satu titik.

"Alana ... " Hanna memanggil anaknya lirih sambil mengusap lembut kepala si gadis.

Baik Alana juga Lidia, mereka begitu bersyukur karena Tuhan masih memberi kesempatan untuk mereka.

Dokter segera datang setelah Lidia menekan sebuah tombol kecil di dekat ranjang.

Orang-orang berseragam serba putih itu segera memeriksa keadaan pasien lalu tersenyum dan mengucapkan beberapa kata sebelum pergi.

Setelah beberapa saat berlalu, Alana merasa perutnya perlu diisi. Sejak pagi dia belum sempat makan. Sarapan di meja juga tak disentuhnya karena suasana hati yang membuat Alana tak berminat untuk lama-lama di rumah.

Dia meminta ijin pada ibu dan tantenya untuk pergi ke kantin rumah sakit. Kedua wanita itu mengangguk lalu membiarkan si gadis pergi seorang diri.

Alana mengamati sekitar, lalu mengikuti petunjuk arah yang tersebar di beberapa titik. Hingga sampailah dia di sebuah kantin yang cukup ramai karena bertepatan dengan jam besuk.

Dia memesan mie rebus dan air mineral. Sambil menunggu, Alana membuka ponsel yang sejak pagi tadi tak dia hiraukan karena pikirannya kalut.

Beberapa pesan masuk dari Sisi dan Vio yang menanyakan keadaannya. Di list panggilan juga ada beberapa nama yang tertera, termasuk sebuah nomor tak dikenal. Dia juga melihat nama papa yang berulang kali memanggil.

Alana menekan tombol, lalu membawa benda pipih itu ke telinganya.

Baru juga sambungan terhubung, Alana segera menanyakan tentang wanita yang tadi menghubungi ibunya.

"Pa, siapa wanita itu? Ngapain nelpon Mama trus ngomong gitu? Apa semua ini ulah kalian?"

Alana menekan suara dan amarahnya agar tak pecah saat itu juga, mengingat keadaan sekitar tengah ramai.

Mendengar itu, Bastian terdiam lalu menatap wanita muda di sampingnya. Namun suara Alana kembali terdengar dan kali ini terasa jelas amarah dari gadis yang berulang kali harus kecewa karena ulahnya.

Setelah selesai menjelaskan, Bastian meletakkan ponsel di meja lalu menatap tajam ke arah Silvi yang tak lain adalah sekretarisnya.

"Ngomong apa kamu sama dia?" Bastian menaikkan nada bicaranya, karena kesal atas kelakuan lancang wanita itu.

"Saya hanya mengatakan sejujurnya, Pak. Kalau kita sudah menjalin hubungan."

BRAK!!

Bastian memukul meja dengan wajah merah padam. Belum sempat dia membuka mulut, ponselnya kembali berdering.

"Ya, Nak?" Laki-laki itu menurunkan amarahnya dan bersikap seakan semua baik-baik saja di depan sang anak. Namun kata-kata Alana membuatnya seketika terdiam.

"Sampai besok pagi Papa belum datang juga, Alana akan usut semuanya sampai tuntas!"

Klik. Panggilan dimatikan sepihak. Membuat Bastian frustasi.

Sementara di kantin rumah sakit, Alana berusaha mengatur napas untuk meredakan debar jantung yang beberapa saat tadi telah bekerja extra.

Dia menekan tombol terima saat sebuah nomor tak dikenal tertera di layar.

Alana sengaja diam untuk menunggu suara siapa yang akan didengar.

"Halo, Na."

Suara cowok, tapi Alana belum juga menjawab dan masih menerka siapa pemilik suara itu.

Cowok itu terus memanggilnya tanpa menyebutkan nama, Alana yang kesal akhirnya memutus sambungan dan menyimpan ponsel di saku jaket.

Dia segera menikmati makanan dan minumannya yang sejak tadi masih belum disentuh di atas meja.

Di kamar rawat, Hanna dan Lidia saling bertukar cerita. Tiba-tiba Hanna teringat sesuatu lalu memanggil seorang suster untuk menanyakan barang bawaan beserta kopernya.

"Semua ada di sana, Bu." Suster itu menunjuk ke pojok ruangan dengan sopan dan berlalu pergi.

Lidia segera mengambil semuanya, Hanna mengatakan bahwa kotak biru itu khusus untuk anaknya.

"Siniin, nanti Alana dateng biar langsung suprise." Hanna tersenyum dan menerima barang yang dimaksud lalu meletakkan di pangkuannya.

Mereka menoleh saat pintu kamar terbuka, menampilkan wajah ayu milik Alana yang tak lagi terlihat pucat.

"Ini Tante, aku beliin makanan. Tante makan dulu, biar aku yang jagain Mama." Alana mendekat dan terkejut saat ibunya memberikan sebuah kado padanya.

"Ini apa, Ma? Kan ulang tahunku masih lama." Dengan penasaran, gadis itu menerima kado terbungkus kertas biru itu lalu meminta ijin untuk membukanya.

"Buka aja, Sayang. Sekarang itu milikmu."

Hanna dan Lidia tersenyum saat mata Alana berbinar menatap benda di dalamnya.

"Ma, makasih banget." Gadis itu memeluk Hanna lalu mencium kedua pipinya. Mereka larut dalam kebahagiaan itu, meski dalam lubuk hati terdalam. Alana memendam sebuah amarah besar pada papa dan wanita yang dia yakin adalah simpanan papanya.

Ma, aku pastikan Mama akan terus bahagia dan tak ada air mata yang jatuh hanya karena papa, apalagi wanita lain.

Alana tersenyum lalu meminta ibunya untuk memakaikan kalung dengan liontin hati yang sudah lama dia inginkan.

"Na, kamu cantik sekali." Lidia memeluk keponakannya dengan hangat.

*

1
Nadin Alina
Halo kak, salam kenal kak🤗
Bulanbintang: Halo, Kak Nadin. Salam. 🤗
total 1 replies
The first child
semangat terus nulisnya thor
Bulanbintang: Terima kasih, ikuti terus kisahnya ya, 😊
total 1 replies
Anisa Febriana272
..
Anisa Febriana272
.
Anisa Febriana272
Novel bagian ini agak seru
Anisa Febriana272: Oh iya kak saya mau coba buat novel nanti kalo selesai kakak mau gk kasih tau apa aja kekurangan nya
Anisa Febriana272: Oh ya kak kakak buat novel apa aja ya saya mau baca
total 14 replies
sakura
..
Nurhani ❤️
aku mampir tour/Drool/jngan lupa mampir balik🤗nanti aku baca lgi
Bulanbintang: Ok. Terima kasih.
total 1 replies
via☆⁠▽⁠☆人⁠*⁠´⁠∀⁠`。⁠*゚⁠+
lanjut terus Thor /Determined/
Bulanbintang: Bab 15 udah di-up ya, masih direview dulu. Tetap sabar nunggu ya, 🤗
total 1 replies
via☆⁠▽⁠☆人⁠*⁠´⁠∀⁠`。⁠*゚⁠+
mampir Thor /Smile/
Niki Fujoshi
Keren abis, pengen baca lagi!
Hao Asakura
Bikin terharu sampai mewek.
Wesal Mohmad
Kayak jadi ikut merasakan cerita yang dialami tokohnya.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!