NovelToon NovelToon
Ipar Yang Dirindukan

Ipar Yang Dirindukan

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / CEO / Selingkuh / Diam-Diam Cinta / Mengubah Takdir / Romansa
Popularitas:6.4k
Nilai: 5
Nama Author: Pena Ryn

Naura (22 tahun), seorang ipar yang justru begitu dekat dengan keponakannya, yakni Maryam.
Maryam kerap mengatakan pada Zayad (30 tahun) ayahnya, jika dirinya ingin memiliki seorang ibu. Pertanyaan yang aneh bagi Zayad, sebab Maryam jelas memiliki ibu yang masih hidup bersamanya. Namun Maryam selalu menjawab, "Mama tidak sayang Maryam, Papa."
Salma (27 tahun), istri Zayad dan seorang wanita karir. Kehidupannya full menjadikan karir nomor satu baginya. Salma menyuruh Naura untuk menjaga puterinya selama ini. Namun bagi Salma, Naura layaknya seseorang yang bisa ia atur-atur sesuka hatinya. Sebab, Naura terlahir dari istri kedua ayah Salma.
Kehidupan Naura selama ini, ternyata penuh akan air mata. "Aku tidak meminta untuk dilahirkan dalam situasi seperti ini. Tapi mendiang ibuku selalu bilang, agar aku tetap menjadi orang yang baik." lirih Naura dengan air matanya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pena Ryn, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 3

Tiga Tahun Kemudian

"Maryam....!"

"Aunty Naura.....!"

Suara tawa renyah Naura terdengar mengisi ruangan tamu. Sosok batita mungil perempuan menggemaskan, terlihat berlari ke arah dirinya. Naura tadi baru saja pulang kuliah. Begitu membuka pintu, hal pertama yang ia cari adalah Maryam, keponakannya.

Maryam pun demikian, setiap auntynya kuliah, anak itu akan sering bertanya pada bibi pengasuh kapan Naura pulang kuliah. Maryam sangat dekat dengan Naura, teramat dekat. Jika Naura di rumah, Maryam akan full bersama Naura.

Naura pun begitu sangat menyayangi keponakan lucunya tersebut. Setiap pulang dari kampus, ia juga langsung mencari sang keponakan. Naura sangat senang jika mata kuliah hanya sedikit di kampus, sebab ia bisa pulang cepat. Tengah hari sudah pulang, ia pun bisa menghabiskan waktu bersama Maryam. Dua wanita beda usia dan generasi tersebut, begitu sangat akrab satu sama lain.

Naura meraih tubuh mungil gempal Maryam dan menggendongnya, gadis itu tersenyum senang menatap sang keponakan, "Halo sayangnya aunty. Maryam udah makan?"

Maryam menggeleng dengan wajah menggemaskannya, "Maryam mau makan tunggu aunty Naura saja."

Naura tersenyum mengangguk, "Ayo, kita makan bersama kalau gitu."

"Ayo..ayo...!" tutur Maryam dengan ceria.

Dua insan itu menuju dapur dan makan siang bersama. Naura mendudukkan Maryam di kursi makan dan membiarkan Maryam makan sendirian. Anak itu tidak manja sama sekali, justru Naura lah yang berperan mengajarkannya banyak hal. Seperti makan sendiri, membereskan mainan, bahkan sedikit-sedikit Maryam ikut mengaji karena sering melihat Naura mengaji.

Keduanya terlihat begitu hangat interaksinya, layaknya seorang ibu dan anak kandungnya. Walaupun, kenyataannya tidak demikian.

Usai makan siang, Naura bercerita dengan Maryam di dalam kamarnya. Hal yang membuat Maryam juga jadi terbilang cepat lancar berbicara, anak itu sering di ajak komunikasi oleh Naura. Maryam juga suka cerita tentang apapun yang ada di pikiran anak kecil tersebut. Hingga keasyikan cerita, membuat Maryam akhirnya tertidur di siang itu.

Naura tersenyum lembut membelai pipi sang keponakan, wanita itu memeluk Maryam dan bersenandung hingga ikut tidur siang bersama.

Beberapa waktu terlewati, biasanya mereka akan bermain di taman komplek perumahan tersebut pada sore hari. Keduanya sudah mandi dan terlihat segar. Naura dan Maryam pun saling berpegangan tangan berlari kecil menuju taman bermain. Sudah banyak anak-anak disana, semua adalah teman Maryam. Batita lucu tersebut begitu antusias.

"Hai semuanya...Maryam datang. Ayo main..!"

Naura tersenyum, membiarkan saja Maryam bermain. Gadis itu terus memantau sang keponakan. Ini juga salah satu ajaran Naura untuk Maryam, hingga anak itu menjadi anak yang berani berinteraksi dan mudah berteman namun juga tetap waspada. Maryam wajib menoleh ke arah Naura, jika ada yang ingin ia tanyakan.

"Aunty Naura, Maryam mau naik ayunan yang besar ini, boleh?"

Naura tersenyum dan mendekat, "Jika yang ini, boleh asalkan aunty ikut menjaga Maryam. Aunty yang akan dorong ayunannya, karena sebenarnya ini ayunan untuk yang lebih besar dari Maryam."

Maryam mengangguk tersenyum, Naura pun mendudukkannya di ayunan tersebut dan mendorong pelan-pelan ayunannya. Maryam terlihat tertawa riang, tawa yang selalu terbit dari pagi hingga sore. Namun jika malam hari tepat di rumah orang tuanya, tidak demikian.

Beberapa saat bermain, kini sebuah mobil pun berhenti di dekat taman bermain tersebut. Zayad terlihat turun dari dalam mobilnya, dan pria itu menatap dua wanita tersebut yang saling tertawa bersama. Selalu begini, Zayad akan tertegun sejenak menatap keduanya yang begitu dekat. Naura iparnya, dan Maryam puterinya.

Maryam kemudian menatap ke arah Zayad, "Papa...!" teriaknya melambaikan satu tangannya.

Naura menghentikan dorongan ayunan tersebut, dan membantu Maryam turun. Anak itu langsung berlari ke arah Zayad, pria itu pun langsung menggendong sang puteri.

"Senang bermainnya, hm?"

Maryam mengangguk tersenyum, "Senang, Papa. Maryam senang sekali."

Naura kini mendekat, "Maryam sudah di jemput ya."

Maryam mengangguk dengan wajah sendu, "Maryam pulang dulu ya aunty, besok kita ketemu lagi."

"Besok hari minggu, besoknya lagi kita ketemu ya. Besok Maryam bisa di rumah seharian sama Mama dan Papa."

Maryam tertegun sejenak, anak itu pun mengangguk saja lalu memeluk Zayad. "Baiklah. Papa, ayo pulang. Cepat pulangnya, biar cepat besoknya, lalu besoknya lagi. Biar Maryam bisa main sama aunty Naura lagi."

Zayad tersenyum tipis, ia tahu anak ini hatinya berat jika tidak bertemu Naura sehari saja, "Iya, nak. Salam dulu aunty Naura, dan ucapkan yang biasa Papa ajarkan."

Maryam menyalami Naura, ia lalu mencium sebelah pipi sang aunty, "Terima kasih untuk hari ini, aunty Naura."

Naura tersenyum mengangguk, "Sama-sama, sayang. Da...!"

Zayad menatap Naura dengan tersenyum tipis, "Kami pulang dulu, terima kasih sudah menjaga puteriku dengan baik."

Naura mengangguk kecil, "Sama-sama, kak."

Maryam pun melambaikan tangannya pada Naura. Naura juga demikian, hingga mereka masuk ke dalam mobil dan melaju pergi. Naura kemudian menghela nafas berat, "Rumah jadi sepi lagi." lirihnya terlihat kecewa.

* * *

Anak lucu ini terlihat menguap lebar, sambil kedua tangannya menutup mulutnya. Zayad menahan senyum menatap lucunya sang puteri. Mereka sedang di ruangan keluarga malam ini, dengan banyaknya mainan disana. Maryam kemudian tertawa, "Kata aunty Naura, kalau menguap tutup mulutnya."

Zayad mengangguk tersenyum, "Aunty benar, nak. Harus seperti itu."

Maryam kemudian menghela nafas berat, "Pa, Mama lama sekali pulangnya? Maryam sudah mengantuk."

Zayad menatap sang puteri dengan sendu, ia lalu melihat jam dinding sudah menunjukkan pukul 09 malam, "Mungkin sebentar lagi, nak. Mama sepertinya sedang sibuk. Maryam jika mengantuk, bisa tidur dulu. Besokkan bisa ketemu Mama."

Maryam berdiri dan mengucek matanya, sebab ia memang sudah ngantuk berat. Zayad pun menggendong sang puteri, membawanya menuju kamar anak tersebut. Zayad menemani Maryam hingga puterinya itu tertidur. Dan beginilah setiap malam pria itu lakukan. Walau Salma pulang cepat pun, wanita itu tidak pernah menemani puterinya tidur.

Beberapa saat, Maryam sudah terlihat nyenyak. Tepat di saat itu, terdengar deruan suara mobil masuk ke garasi rumah mewahnya. Zayad tahu jika itu adalah mobil sang istri. Zayad pun keluar dari kamar sang puteri dan menemui Salma.

Begitu tiba, terlihat Salma pulang dengan wajah lelahnya dan berjalan begitu saja menuju kamarnya. Zayad terus menatap sang istri, sebab Salma menatap suaminya pun tidak. Zayad kini mengikuti istrinya tersebut.

"Kenapa lama sekali pulangnya? Sabtu lembur juga?" tanya Zayad.

"Ada acara perpisahan tadi dengan rekan kerjaku, Mas."

Zayad menautkan alis ketika mendekat ke sang istri, mereka sudah di kamar saat ini, "Kenapa kamu bau asap rokok?"

Salma mencium jas kerjanya sendiri, dan sedikit mengernyit, "Namanya juga banyak pegawai laki-laki, Mas. Mereka semua banyak yang merokok."

"Perpisahannya dimana?"

"Karaokean, Mas."

Mata Zayad pun membulat, "Astagfirullah."

Salma menatap Zayad dengan helaan nafas yang malas, "Mas, sudah ya. Aku lagi capek, lagi nggak mau dengerin ocehan Mas dulu. Aku juga tadinya nggak mau ikut, tapi dia itu jabatannya cukup penting dan kami terbilang akrab. Lagipula banyak perempuan juga, dan hal yang wajar. Aku mau mandi dulu, Mas. Terus tidur."

Zayad menghela nafas lemah, melihat Salma pergi begitu saja menuju kamar mandi. Wanita itu, bahkan tidak ada menanyakan Maryam sedikit pun.

Zayad melirik sang istri, yang sudah berbaring di sampingnya. Salma terlihat bermain ponsel dan sesekali tersenyum atau tertawa saat melihat konten-konten lucu. Zayad kini berbaring miring menatap istrinya tersebut.

"Besok, kita ajak Maryam ke playground dan jalan-jalan ke Mall ya?"

Salma menoleh menatap sang suami, wanita itu pun menggeleng. "Besok aku mau pergi, Mas. Sama ibu-ibu komplek perumahan kita ini. Kan ada ibu pejabat di blok D baru saja pulang Haji, jadi dia ngundang kami kumpul-kumpul."

Kedua bahu Zayad merosot lemas, terlihat kecewa, "Batalin saja, kita pergi dengan Maryam. Kasihan dia, jarang pergi berdua dengan kita."

"Nggak bisa dong, Mas. Aku udah janji, masa mau di batalin? Malulah, Mas." jawabnya ketus.

Zayad kini duduk, berumah tangga dengan Salma membuat pria itu sekarang tidak mudah sabar seperti dulu lagi, "Salma, berhenti saja bekerja ya. Toh pekerjaanku bagus, kita tidak akan kekurangan apapun. Kamu kan tahu sendiri aku juga CEO di perusahaan besar kota Jakarta ini. Fokus ke Maryam, dan sepertinya kita bisa program anak kedua. Mas maunya begitu."

Salma ikut duduk dengan ekspresi berani menatap Zayad, "Itu maunya Mas Zayad, bukan maunya aku. Ya hargai juga mau istrinya itu seperti apa. Nyamannya aku itu bagaimana. Aku udah terbiasa kerja, Mas. Dan aku nggak mau tambah anak lagi. Aku trauma, kembalikan berat badan dan ternyata selelah itu loh, Mas. Jadi ibu itu nggak mudah!"

Zayad tersentak atas penuturan sang istri, walau ini bukan kali pertama juga Salma berkata demikian. Tentu ini bukan kali pertama mereka ribut masalah rumah tangga. Sudah sering, bahkan sangat sering. Namun, banyak yang Zayad pertimbangkan. Tidak mungkin juga menyudahi hubungan ini disaat ada sosok anak di antara mereka. Zayad tidak mau mengorbankan puterinya, Maryam.

Salma beranjak dari ranjangnya dan keluar kamar dengan ekspresi yang kesal, "Begini nih, malas aku. Mau tidur aja ngajak ribut dulu. Aku tidur di kamar tamu, nggak mau disini!"

Zayad memejamkan mata dengan helaan nafas yang berat, pria itu mengusap wajahnya dengan kasar, "Ya Allah, ini sudah tidak sehat. Apa yang harus aku lakukan?" lirihnya.

\* \* \*

![](contribute/fiction/10996115/markdown/48682424/1749786931260.jpeg)

...**Maryam**...

1
Hafizah Aressha R
lnjut k
Blu Lovfres
ok sampai ketemu di Turki ya
bawa seblak untuk bekalnya, naoura 🤭🤭
Next thor
Blu Lovfres
Next thor,
tingal nunggu si salma jadi .ubi gosong
🤣😅😁😂
Pena Ryn: Wkwkwk harus itu
total 1 replies
Hafizah Aressha R
la keren dan gantengan zayn dri od zayad y..
Pena Ryn: Sadboy slalu lebih ganteng ya kak /Smile/
total 1 replies
Reni Anjarwani
lanjut
Alif
oon coba pura2 gk tau dan kamu rekam aja kn kamu jd aman, malah sok menasehati nanti klo ketahuan suaminya sendiri kan kamu gk di tuduh
Blu Lovfres: terlalu lebay peranan. Zayed dn nora.🤣😅😁😂orang baik dn lebay jadi badud
baik boleh tapi jangan jadi, orang tolol atw jadi robot seolah kuat ,dn menerima apapun
total 1 replies
Alif
lagian cerita ini bagus tp agak janggal, masak ya ibuknya gk pnya rumah lah sblmnya mereka tinggal di mana, kok se akan2 cm dititipin doang gk ada kisah atau cerita apa selanjutnya
Sumiati Alvia: kak udah ada cerita bahwa saudara saudara dari ibuk nya gak ada yg mau terima dia
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!