NovelToon NovelToon
SERENA (Aku Ingin Bahagia)

SERENA (Aku Ingin Bahagia)

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Anak Yatim Piatu / Diam-Diam Cinta / Mengubah Takdir / Guru Jahat
Popularitas:1.1k
Nilai: 5
Nama Author: Nita03

Doa Serena setiap waktunya hanya ingin bahagia, apakah Serena akan merasakan kebahagiaan yang dia impikan? atau malah hidupnya selalu di bawah tekanan dan di banjiri air mata setiap harinya?.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nita03, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Halaman Dua Belas

****

Hari Minggu pagi, Serena mengenakan dress biru tua yang semalam sempat ia keluarkan dari lemari. Delina ingin menemaninya, tapi sayang nya harus mendadak berangkat kerja untuk menggantikan temannya yang sedang sakit.

Saat Serena mau memesan Ojol, tiba-tiba saja Hafiz datang dan mengatakan akan menemani Serena ke kondangan.

Saat mereka tiba di lokasi acara, Serena sempat tertegun melihat betapa mewahnya dekorasi pernikahan Vina dan Rama. Rumah yang dulu penuh luka kini berubah menjadi tempat pesta yang semarak. Namun hatinya tetap waspada.

Mereka disambut oleh petugas tamu dan diarahkan ke area resepsi. Baru beberapa langkah memasuki halaman depan, mata Serena terpaku pada sosok wanita yang sangat ia kenal.

Bu Farhana.

Wanita itu berdiri anggun dengan kebaya cokelat keemasan, tengah berbicara hangat dengan seorang wanita setengah baya. Serena dan Hafiz memperlambat langkah, tanpa sengaja mendengar potongan percakapan mereka.

"Rama itu anak yang baik, Farhana. Kamu sahabat lama saya yang paling tahu bagaimana saya membesarkan dia."

"Aku ikut bahagia, akhirnya kamu bisa lihat anakmu menikah lagi, Rara," balas Bu Farhana dengan senyum tulus.

Serena terpaku. Jadi... Bu Farhana adalah teman lama ibu dari Rama? Artinya, ia bukan hanya hadir sebagai tamu biasa, tapi mungkin memiliki hubungan yang dekat dengan keluarga pengantin.

Hafiz melirik Serena. “Aku baru tahu ternyata teman yang Mama mas maksud itu Ibu dari mempelai pria nya"

Serena mengangguk pelan. Tapi dalam hati, perasaan gugup dan ragu kembali menyeruak. Kenapa dunia begitu sempit? Kenapa orang-orang yang awalnya asing perlahan-lahan menunjukkan kaitan satu sama lain?

Namun Serena tetap melangkah masuk, mencoba menenangkan dirinya. Ia tahu, ia harus tetap kuat. Kehadirannya hari ini bukan untuk siapa-siapa. Tapi untuk dirinya sendiri.

“Mau Naik ke pelaminan atau mau makan dulu?” Tanya Hafiz.

Serena menatap Hafiz, “Menurut Mas baiknya gimana?”

Hafiz Terkekeh gemas, “Kalau kata Mas sih mending ke sana dulu, habis ngucapin selamat baru kita makan sepuasnya.” Jawab Hafiz.

“Kalau gitu kita kesanna.”

Setelah beberapa saat, mereka naik ke pelaminan. Serena dan Hafiz melangkah bersama, menyapa Rama dan Vina yang tersenyum lebar. Serena mengucapkan selamat dan memberikan doa dengan tenang, sementara Hafiz bersalaman dan tersenyum hangat.

Vina tampak sedikit canggung saat berhadapan dengan Serena, tapi Serena tetap menjaga sikap. Ia tahu, ini bukan saatnya membuka luka. Hari ini adalah hari mereka. Biarlah seperti itu.

Setelah turun dari pelaminan, Serena dan Hafiz bergerak ke arah meja tamu untuk mengambil makanan ringan. Di sanalah, suara yang tak asing terdengar memanggil namanya.

"Serena?"

Serena menoleh. Paman Reza dan Bi Nani berdiri beberapa langkah dari mereka. Wajah Paman Reza tampak tenang, sementara Bi Nani menatap dengan sorot mata yang sulit diterjemahkan.

"Kamu datang juga," ujar Paman Reza. "Terima kasih, Serena. Kami senang kamu masih bersedia hadir."

Serena mengangguk pelan. "Saya diundang, dan saya datang bukan untuk siapa-siapa. Hanya ingin mendoakan yang terbaik."

Bi Nani terdiam, bibirnya bergerak seolah ingin bicara, tapi tak ada kata yang keluar. Hafiz berdiri mendampingi Serena, memberi dukungan diam-diam.

Percakapan mereka berlangsung singkat, namun cukup untuk membuka kembali kenangan lama yang belum sepenuhnya sembuh.

Setelah percakapan singkat dengan Paman Reza dan Bi Nani, Serena dan Hafiz melanjutkan langkah mereka ke meja prasmanan. Mereka mengambil beberapa makanan ringan dan minuman, lalu mencari tempat duduk yang agak tenang di sudut tenda.

Baru saja mereka hendak duduk, sosok anggun mengenakan kebaya cokelat keemasan muncul dari sisi kanan. Bu Farhana.

Ia berjalan mendekat, dan Serena segera menyadari kehadirannya. Wanita itu menatap Serena sejenak, lalu memberikan senyum tipis.

"Selamat siang, Serena," ucapnya singkat, sopan tapi terasa hambar.

"Selamat siang, Tan," balas Serena sambil sedikit menunduk.

Tanpa menunggu lebih lama, Bu Farhana kemudian menoleh kepada putranya. "Hafiz, Mama mau bicara sebentar, boleh?"

Hafiz menatap Serena sebentar, memastikan bahwa ia baik-baik saja, lalu mengangguk. "Sebentar, ya," katanya pelan pada Serena sebelum berjalan mengikuti ibunya menjauh dari area makan.

Serena duduk sendirian, mengaduk-aduk minuman di hadapannya sambil menatap keramaian pesta yang terasa jauh dari dunianya.

.

Bu Farhana membawa Hafiz menjauh dari keramaian, menapaki sisi taman kecil di belakang gedung tempat resepsi berlangsung. Suara musik dan tawa pelan-pelan menghilang seiring langkah mereka menjauh.

"Mama tanya, kenapa kamu bisa ada di sini, Hafiz?" tanya Bu Farhana, suaranya tenang namun tegas. "Mama kira kamu hanya ikut menemani Serena karena kasihan. Tapi ini... terlihat berbeda."

Hafiz menatap ibunya, lalu menarik napas perlahan. "Ma, aku memang datang untuk menemani Serena. Tapi bukan karena kasihan. Karena aku memang ingin ada di sisinya."

Bu Farhana menaikkan alis, tapi belum bicara saat Hafiz melanjutkan.

"Pernikahan ini... yang punya hajat itu Paman dan Bibi Serena. Vina itu sepupunya," jelas Hafiz tenang. "Dan, Mama perlu tahu juga... keluarga itulah yang selama ini memperlakukan Serena dengan sangat buruk. Serena hidup di bawah tekanan sejak kecil. Dan Vina... sekarang menikah karena sudah hamil."

Bu Farhana terperangah. "Hamil?"

Hafiz mengangguk pelan. "Iya, aku tahu dari Serena. Waktu itu dia keceplosan. Tapi bukan itu poinnya, Ma. Serena masih datang ke sini hari ini, tetap menghormati keluarganya, meski mereka tak pernah memperlakukannya baik."

Bu Farhana terdiam. Wajahnya tampak memikirkan sesuatu. Hafiz tahu, ibunya tidak mudah menerima sesuatu begitu saja. Tapi ia berharap, setidaknya kali ini, Mama bisa melihat Serena dari sudut pandang yang berbeda.

“Nanti kita lanjut ngobrol nya di Rumah, sekarang kita lagi di acara orang.” Hafiz menatap Mamanya. “Aku mau ke Serena dulu.” Pamit Hafiz.

Bu Farhan menghela nafasnya menatap kepergian Putranya, kemudian pandangan nya tertuju ke arah pelaminan. Dimana para orang tua mempelai pengantin sudah duduk di sana dengan kedua mempelai pengantin nya.

“Masih Terlihat rata.” Gumam nya pelan.

Baru sama ingin kembali mencari tempat duduk, Bu Farhana tidak sengaja mendengar bisikan-bisikan para ibu-ibu disana, dimana sedang membicarakan Vina yang sedang Hamil.

“Jadi benar kecelakaan, tapi kenapa Jeng Rara bilangnya mereka akan menunda kehamilan?.”

Bu Farhana menutup mulutnya saat teringat obrolannya tadi dengan Bu Rara-Ibu nya Rama.

“Jadi alasan pindah ke Semarang itu karena sudah isi, bukan karena dapat tawaran jadi Dosen disana?. Tapi kalaupun jadi dosen pasti karena punya kenalan orang dalam, apalagi sebelum nya Rama Pernah jadi Dosen pas di pernikahan pertama nya.” Gumam Bu Farhana.

Bu Farhana jadi pusing sendiri, beliau pergi mencari tempat duduk. Dan beliau akan berpura-pura tidak tahu soal kehamilan menantu teman nya itu.

Setelah mendapatkan tempat duduk, Bu Farhana terus memperhatikan interaksi Hafiz dan Serena.

1
Yuni Ngsih
Duh Author ada orang yg ky gtu pdhal masih klwrga ,hrsnya membimbingnya bkn memarahinya cerita kamu bafu nongol bikin ku marah & kezel Thor ,kmu sih yg bikin ceritra bgs banget jd yg baca kbw emozi ....he....lanjut tetap semangat
Nita: terima kasih kak, udah mampir.
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!