NovelToon NovelToon
Terpaksa Menjadi Madu

Terpaksa Menjadi Madu

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikah Kontrak / Cinta Seiring Waktu / Menjual Anak Perempuan untuk Melunasi Hutang
Popularitas:1.6k
Nilai: 5
Nama Author: Julia And'Marian

Alya adalah gadis mandiri yang bekerja sebagai perawat di sebuah rumah sakit swasta. Hidupnya sederhana namun bahagia, hingga suatu hari ia harus menghadapi kenyataan pahit, ayahnya terlilit utang besar kepada seorang pengusaha kaya, Dimas Ardiansyah. Untuk melunasi utang itu, Dimas menawarkan satu-satunya jalan keluar—Alya harus menikah dengannya. Masalahnya, Dimas sudah memiliki istri.

Dengan hati yang terpaksa dan demi menyelamatkan keluarganya, Alya menyetujui pernikahan itu dan menjadi madu. Ia masuk ke dalam kehidupan rumah tangga yang dingin, penuh rahasia, dan ketegangan. Istri pertama Dimas, Karin, wanita anggun namun penuh siasat, tidak tinggal diam. Ia menganggap Alya sebagai ancaman yang harus disingkirkan.

Namun di balik sikap dingin dan keras Dimas, Alya mulai melihat sisi lain dari pria itu—luka masa lalu, kesepian yang dalam, dan cinta yang belum sempat tumbuh. Di tengah konflik rumah tangga yang rumit, kebencian yang mengakar, dan rahasia besar dari masa lalu,

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Julia And'Marian, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

bab 2 sangkar emas dan luka yang dalam

Tiga hari setelah pernikahannya, Alya merasa seperti hidup di antara dua dunia: satu sisi adalah kemewahan yang mengekangnya, sisi lain adalah luka yang pelan-pelan menggerogoti hatinya.

Apartemen itu terlalu besar, terlalu sunyi, dan terlalu asing. Setiap sudutnya mencerminkan gaya hidup kelas atas—marmer mengilap, furnitur berkelas, aroma bunga segar dari vas kristal di meja makan. Tapi bagi Alya, semua itu hanya penjara diam yang membungkam hatinya.

Pagi itu, Alya duduk di balkon, menatap keramaian Jakarta dari lantai 26. Tangannya menggenggam secangkir teh yang mulai mendingin. Di meja samping, amplop ancaman dari Karin masih tergeletak. Belum ia singkirkan, seolah keberadaannya menjadi pengingat konstan bahwa hidup barunya penuh duri.

Ponsel barunya berbunyi. Nama Dimas tertera di layar. Alya menelan ludah sebelum menjawab.

“Halo?”

“Alya,” suara Dimas terdengar berat, “besok malam kita ada acara keluarga. Ulang tahun ayahku. Kamu harus datang.”

Alya terdiam beberapa detik. “Apa Karin akan ada di sana?”

“Pasti.”

"Kalau begitu... apa saya tidak sebaiknya—"

“Ini bukan pilihan, Alya,” potong Dimas. “Kamu istriku. Semua akan tahu cepat atau lambat.”

Alya menghela napas. Ia tahu, tak ada gunanya menolak. Tapi bayangan bertemu keluarga besar Dimas, apalagi di hadapan Karin, membuat perutnya terasa mual.

Malamnya, ia menerima kiriman gaun dari butik mewah. Gaun panjang berwarna biru tua dengan potongan elegan, namun tertutup sopan. Tak ada catatan dari Dimas, tapi Alya tahu siapa yang memilihkan.

Ia mencoba gaun itu dengan perasaan campur aduk. Di depan cermin, ia terlihat seperti wanita kalangan atas—cantik, anggun, tak tersentuh. Tapi di balik kulit wajah yang dipulas ringan dan senyum yang dipaksakan, ada Alya yang tetap merasa kotor. Tak pantas.

Acara ulang tahun itu berlangsung di ballroom hotel bintang lima. Cahaya kristal menggantung dari langit-langit tinggi, musik jazz lembut mengalun di latar. Tamu-tamu berdatangan dengan pakaian terbaik mereka. Alya melangkah perlahan di samping Dimas, lengan mereka bersentuhan ringan, tapi dunia mereka terasa berjauhan.

Begitu mereka memasuki ruangan, semua mata langsung tertuju padanya. Beberapa berbisik, beberapa menatap tajam, beberapa lainnya berpura-pura tersenyum.

Alya bisa menebak, siapa yang tahu dan siapa yang hanya mendengar rumor.

Tapi sorotan paling menusuk datang dari ujung ruangan. Karin berdiri dengan gaun merah menyala, senyumnya tipis, tapi matanya menyala seperti api. Di sebelahnya berdiri seorang pria muda, tampan, dengan dagu terangkat. Alya belum pernah melihatnya sebelumnya.

Karin melangkah ke arah mereka.

“Selamat malam, suamiku tersayang,” ucapnya sambil mengecup pipi Dimas dengan manisnya. “Dan ini... istri barumu?” Tatapannya beralih pada Alya, penuh racun.

“Selamat malam, Bu,” jawab Alya pelan.

“Oh, kau tidak perlu memanggilku ‘Bu’. Kita kan sekarang... saudara istri.” Ia tertawa kecil, lalu memutar tubuhnya ke pria di sampingnya. “Kenalkan, ini sepupuku, Arvin. Dia baru pulang dari London.”

Arvin mengulurkan tangan pada Alya. “Senang bertemu denganmu. Kamu... tidak seperti yang kubayangkan.”

Alya mengerutkan dahi. “Maaf?”

Karin menyela cepat. “Arvin tahu cerita tentangmu dari... sumber tertentu.” Ia tersenyum, lalu membisikkan pelan, “Jangan khawatir, hanya sebagian kecil dari kebenaran. Sisanya biar waktu yang bongkar.”

Alya merasa seperti berdiri di atas bara. Ia ingin pergi, bersembunyi di pojok ruangan, menjauh dari tatapan dan bisikan. Tapi tangan Dimas tiba-tiba menggenggamnya, menahan ia tetap berdiri.

“Jangan pedulikan mereka,” bisiknya. “Berdiri tegak. Kamu bukan pelayan di sini. Kamu istriku.”

Kata-kata itu seharusnya menenangkan. Tapi bagi Alya, itu seperti benang tipis yang menahan badai. Ia tidak ingin dikasihani. Ia ingin dihargai—tapi bukan karena nama Dimas, melainkan dirinya sendiri.

Acara berjalan, tapi Alya merasa seperti orang luar. Ia duduk di meja utama bersama Dimas dan keluarganya, tapi obrolan selalu mengalir ke arah Karin. Semua pujian, semua perhatian, semua senyuman—mengalir ke wanita itu.

Saat semua orang sibuk menyanyikan lagu ulang tahun untuk ayah Dimas, Karin membisikkan sesuatu pada pembantu pribadi yang berdiri di belakangnya. Tak lama kemudian, pelayan menghampiri meja dan menyodorkan sepotong kue ke Alya.

“Ini dari Bu Karin,” ucap pelayan itu. “Khusus untuk Ny. Alya.”

Alya tersenyum kikuk dan menerimanya. Tapi saat ia mencicipi kue itu—ada rasa aneh di lidahnya. Pahit. Sangat pahit.

Ia memalingkan wajah, menahan air mata. Tidak, bukan karena kue itu. Tapi karena hatinya. Karin tidak sedang bermain-main. Ia tahu wanita itu bisa membuat hidupnya menjadi neraka.

Di perjalanan pulang, mobil terasa amat sunyi. Dimas menyetir dengan wajah tegang. Alya tak ingin membuka pembicaraan, tapi akhirnya ia bersuara.

“Kenapa kamu bawa aku ke sana?”

“Karena kamu perlu tahu seperti apa dunia ini,” jawab Dimas tanpa menoleh. “Kamu sudah masuk, tidak bisa keluar lagi. Kamu harus belajar berdiri di tengah badai.”

“Dan kalau aku tidak sanggup?”

Dimas berhenti di lampu merah. Menatap lurus ke depan. “Maka kamu akan dihancurkan.”

Sesampainya di apartemen, Alya berdiri lama di depan cermin. Ia melepas anting, gaun, makeup—semuanya. Dan yang tersisa hanyalah dirinya, perempuan muda yang terpaksa menjadi madu demi menyelamatkan keluarga.

Tapi malam itu, untuk pertama kalinya, ia berkata pada bayangan di cermin:

"Kalau aku harus dihancurkan, biar aku memilih caranya sendiri. Aku tidak akan membiarkan mereka menuliskan kisahku tanpa perlawanan.”

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!