Sebuah novel romansa fantasi, tentang seorang gadis dari golongan rakyat biasa yang memiliki kemampuan suci, setelahnya menjadi seorang Saintes dan menjadi Ratu Kekaisaran.
Novel itu sangat terkenal karena sifat licik dan tangguhnya sang protagonis menghadapi lawan-lawannya. Namun, siapa sangka, Alice, seorang aktris papan atas di dunia modern, meninggal dunia setelah kecelakaan yang menimpanya.
Dan kini Alice hidup kembali dalam dunia novel. Dia bernama Alice di sana dan menjadi sandera sebagai tawanan perang. Dia adalah pemeran sampingan yang akan dibunuh oleh sang protagonis.
Gila saja, ceritanya sudah ditentukan, dan kini Alice harus menentang takdirnya. Daripada jadi selir raja dan berakhir mati mengenaskan, lebih baik dia menggoda sang duke yang lebih kejam dari singa gurun itu. Akankah nasibnya berubah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nuah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 7: Menuju Wilayah Corvin
Alice langsung menahan lengan Lucian yang akan pergi, Alice tak ingin kehilangan kesempatan itu. Dia harus membujuk Lucian, setidaknya Lucian bisa merasa iba kepadanya.
“Apa Anda akan tidur di tenda itu malam ini?” tanya Alice menunjuk tenda yang akan ditinggalinya.
“Tidak, malam ini saya akan berpatroli,” jawab Lucian singkat. Alice menghela napas kasar.
“Lucian, apa Anda sangat membenci saya?” tanya lagi Alice.
Aduh, ya jelas lah dia benci. Astaga, aku nanya apa sih! gerutu Alice dalam hati kecilnya.
“Tidak, saya tidak membenci Anda,” jawab Lucian cepat. Alice membelalakkan matanya dan menatap Lucian yang tampak tidak berbohong.
“Dibandingkan dengan saya yang membenci Anda, bukankah Anda yang membenci saya? Bahkan berniat melarikan diri?” tanya balik Lucian. Alice terdiam dan menggelengkan kepalanya.
“Tidak, tidak. Saya tidak membenci Anda, justru saya takut bila Anda terluka bila saya terus berada di samping Anda.” Alice berusaha mencari celah. Dia tak mungkin menceritakan bahwa dirinya masuk ke dalam novel yang ending-nya sudah ditentukan.
“Bodoh!” umpat Lucian. Alice terbelalak saat melihat senyum terukir di bibir Lucian.
“Makan malam terlebih dahulu, setelahnya Anda lekas istirahat,” ucap Lucian mempersilakan Alice untuk makan malam.
Meski Alice tampak cemberut, namun Lucian tak menghiraukannya. Akhirnya, Alice memilih tidur saja malam itu dan bangun dini hari.
Suasana yang sangat pagi, namun para kesatria tampak sudah mulai menyiapkan sarapan dan mulai mempersiapkan keberangkatan mereka.
Pada akhirnya sisa perjalanan itu Alice tak lagi bertemu dengan Lucian. Alasan Lucian pasti ada saja, dari mulai sedang memeriksa barang bawaan, sedang patroli, bahkan sedang membersihkan diri menjadi alasannya.
Jelas Alice ingin murka, namun dia tetap berusaha sabar agar tidak menimbulkan masalah yang lebih besar. Hingga empat hari berlalu dan salju mulai menutupi jalan mereka.
Alice menatap sekeliling, di mana orang-orang tampak biasa saja, tampak tak merasakan dingin sama sekali. Alice memperhatikan kota itu. Kini mungkin mereka sudah masuk pada wilayah Corvin.
Orang-orang di sana tampak ramah dan saling bersenda gurau, tak terlihat seperti orang kutub yang mengerikan. Alice dibawa ke sebuah kastil. Kastil itu tampak sudah tua namun tetap terjaga.
“Nona, Anda boleh turun,” ucap seorang kesatria. Alice akhirnya keluar juga dari kereta kuda itu dan mendapati banyak pelayan dan kesatria yang menyambut kedatangan mereka.
“Siapa lady itu?” bisik seorang pelayan muda yang tampak penasaran.
“Perhatikan ucapan kalian, dia adalah Nyonya kalian. Dia Duchess Corvin saat ini,” ucap Lucian dari atas kudanya. Seketika semua tertegun, begitu pun para kesatria yang menjadi pengawal Alice.
“Lucian…” Alice mendekat. Lucian turun dari kudanya dan menggandeng tangan Alice masuk ke dalam kastil itu.
“Sejak kapan saya menjadi Duchess Corvin?” tanya Alice terkekeh dengan candaan Lucian.
“Sejak awal saya sudah mengatakan itu pada Raja, bukan? Bahwa sebelum berangkat ke wilayah Corvin saya akan menikahi Anda. Dan kuil sudah memberikan persetujuan, itu artinya saat ini Anda adalah istri saya sekaligus Duchess Corvin,” jelas Lucian panjang lebar.
“Lucian, terima kasih.” Alice tersenyum tulus. Kali ini dia mengungkapkan rasa terima kasih dengan bersungguh-sungguh.
“Jangan kabur dari sini!” tegas Lucian. Alice menggelengkan kepalanya. Dibandingkan dengan kabur, kini Alice akan lebih memilih untuk menghindari alur ceritanya dengan caranya sendiri.
Cup!
Alice mengecup pipi Lucian dengan susah payah karena harus menyesuaikan tinggi badannya. Lucian membelalakkan matanya dan menatap Alice yang melakukannya seolah tanpa dosa.
“Apa? Kenapa menatap saya seperti itu? Bukankah Anda suami saya?” Pertanyaan beruntun berhasil membuat Lucian memalingkan wajah akibat malu.
“Jangan sembarangan melakukan itu pada sembarang pria, Alice,” Lucian berusaha menghindari tatapan Alice.
“Apa maksud Anda? Sudah saya katakan, Anda kan suami saya sekarang!” tegas Alice lagi. Lucian tak lagi bersuara dan membawa Alice ke sebuah kamar di lantai dua kastil itu.
“Ini kamar Anda mulai sekarang,” ucap Lucian mempersilakan masuk. Melihat gugup dan canggung Lucian yang mendapatkan serangan mendadak dari Alice sebelumnya membuat Alice ingin kembali menggoda pria itu.
“Saya harap ini kamar kita, bukan hanya kamar saya. Lucian, jangan ikat kaki saya di ranjang ya? Saya merasa sakit,” goda Alice mendorong tubuh Lucian ke atas ranjang dan duduk di atas pangkuannya.
“T-tidak, saya tidak akan melakukan itu lagi,” gugup Lucian. Alice terkekeh. Ternyata itulah cara menjinakkan Lucian.
“Saya juga boleh jalan-jalan di sekitar kastil, kan?” goda lagi Alice mendekatkan wajah mereka. Lucian langsung mengangguk.
“Terima kasih, Lucian.” Alice mengecup bibir Lucian. Hanya sekilas namun cukup berbekas bagi Lucian.
Alice turun dari pangkuan Lucian dan melihat sekeliling kamar yang sangat luas itu. Sedangkan Lucian kini masih terpaku di tempatnya.
Dari kamar itu, Alice dapat melihat seluruh kota Corvin. Alice menatap Lucian yang masih terdiam di tempatnya dan kini mengerti betapa polosnya seorang Lucian.
“Lucian, apa Anda mencintai saya?” tanya Alice. Lucian akhirnya kembali tersadar.
“Anda bertanya, dan jawabannya sudah amat jelas. Saya sangat mencintai Anda,” jawab Lucian. Alice ingin marah pada Lucian.
Terus kalau cinta kenapa dia mengurung aku di kamar, bahkan merantai kaki segala! umpat Alice dalam hati kecilnya.
“Mungkin saya tidak akan sama seperti pria yang pernah Anda temui. Namun saya akan berusaha menjaga Anda dengan baik, dan tidak akan membiarkan Anda dalam bahaya,” ucap Lucian bangkit dari tepi ranjang.
“Kenapa Anda mengurung saya?” tanya lagi Alice. Sungguh tak masuk akal bila seseorang mencintai justru mengurung orang yang dicintainya.
“Saya tak ingin kehilangan Anda lagi, Alice. Saya harap Anda selalu ada di samping saya bagaimanapun kondisi Anda,” jawab Lucian. Alice menelan salivanya sendiri.
Cinta Lucian kini sudah mengarah ke obsesi. Dia akan melakukan apa pun demi Alice meski mengurungnya. Menjadi tawanan ranjang juga bukan keinginan hatinya, namun rasa cintanya yang gila itu yang membuat Lucian tak ingin kehilangan Alice.
“Saya tidak akan melarikan diri lagi, Lucian. Jadi Anda jangan cemaskan saya,” ucap Alice tersenyum tulus. Kali ini Alice memang berencana untuk tidak melarikan diri lagi.
Persetan dengan alur novel itu, Alice sudah pernah berada dalam posisi paling gila dalam hidupnya di dunia entertainment. Kini menghadapi seorang Saintes tentulah bukan perkara mudah. Namun tidak ada kata mundur lagi saat ini.
Alice harus menyusun rencana sendiri bila ingin Raja tak semena-mena pada keluarga Corvin. Alice harus mengokohkan pondasi kediaman Corvin terlebih dahulu.
Keuangan dan loyalitas dari para kesatria serta bawahan Duke Corvin adalah cara paling utama. Alice ingin menyusun semuanya, sebelum alur cerita sesungguhnya dalam novel ini terjadi.
Kini posisi Alice sebagai Duchess Corvin tentu saja memiliki andil dalam keluarga itu, bukan? Jadi, dia juga harus membangun keluarga Corvin. Diawali dengan membangun wilayahnya terlebih dahulu.
...Kata Kata Hari Ini...
..."Jika dunia menutup semua pintu, jadilah orang yang membangun jendela."...
...By. Nuah...