NovelToon NovelToon
L'Oubli

L'Oubli

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi / Reinkarnasi / Cinta Terlarang / Cinta Beda Dunia
Popularitas:2.5k
Nilai: 5
Nama Author: Dela Tan

Murni, seorang biarawati yang sedang cuti karena ingin menyembuhkan jiwa setelah terganggu mimpi-mimpi buruk yang terus berdatangan, menerima pesan aneh di ponselnya -suara paniknya sendiri yang membuatnya penasaran. Ia mengikuti petunjuk yang membawanya ke sebuah warung makan tua yang hanya buka saat malam.
Di warung itu ia bertemu dengan Mahanta, seorang juru masak pendiam yang misterius. Namun warung itu bukan warung biasa. Pelanggannya adalah jiwa-jiwa yang belum bisa pergi, dan menu makanannya bisa menenangkan roh atau mengirimnya ke dalam kegelapan. Murni perlahan terseret dalam dunia antara hidup dan mati. Ia mulai melihat masa lalu yang bukan miliknya. Meskipun Mahanta tampaknya menyimpan rahasia gelap tentang siapa dirinya dan siapa Murni sesungguhnya, pria itu bungkam. Sampai cinta yang semestinya dilarang oleh langit dan neraka merayap hadir dan mengungkapkan segalanya.

L'oubli (B. Perancis): keadaan tidak menyadari atau tidak sadar akan apa yang sedang terjadi.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dela Tan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Season 1 ; Bab 7 - Pengunjung Tanpa Wajah

Tidak ada yang masuk.

Meja panjang itu kosong. Tidak ada pelanggan. Tidak ada roh.

‘Hanya ada aku sendiri. Atau setidaknya, begitu. Mungkin itu langkah kaki orang lain di luar, bukan pengunjung ke warung ini,’ pikir Murni.

Meskipun hatinya agak membantah, karena manusia mana yang berjalan-jalan di gang terpencil di jam tidak umum seperti ini?

Hingga tiba-tiba ia menyadari... ada satu kursi yang basah. Tetes air jatuh perlahan di permukaannya, meski tak ada yang duduk di sana.

Murni menelan ludah. “Ada yang datang?”

Mahanta telah selesai mencuci piring, membersihkan pisau dengan kain lusuh dan mengangguk ke arah kursi itu. “Sebentar lagi kau akan melihatnya.”

Murni berdiri, berjalan mendekati kursi itu. Itu bukan basah dari air hujan... tapi seperti tetesan air mata.

Sekonyong-konyong, udara di sekitarnya berubah. Menjadi berat. Pekat. Lebih dingin. Bahkan Murni yang selama ini tidak pernah takut, tiba-tiba merasa merinding.

Dan benar, sedikit demi sedikit, sosok itu kian jelas. Bukan seperti roh gadis kecil sebelumnya. Dan jelas bukan manusia.

Sosok ini... tinggi semampai, mengenakan jas lusuh yang menempel di kulit seperti kulit kedua. Tapi wajahnya... tidak ada. Hanya permukaan datar, seperti lilin meleleh yang belum selesai dibentuk.

Murni terkesiap, mundur setengah langkah. Jantungnya hampir melompat.

“Apa… apa ini?” bisiknya pada Mahanta.

Mahanta tak menjawab, sebaliknya hanya menunduk, seolah tak ingin melihat langsung.

Sosok itu duduk. Kepalanya sedikit miring, seolah mengamati Murni. Dan kemudian… berbicara.

Tidak dengan suara. Melainkan langsung ke pikirannya.

[“Kau juga tak punya wajah.”]

Suara itu dingin, seperti dipetik dari kenangan yang dikubur dalam.

[“Kau datang ke tempat ini mencari jawaban. Tapi apa kau benar-benar ingin tahu?”]

Murni membeku. Keringat dingin mengalir di tengkuknya. Ia ingin mundur. Tapi tubuhnya seolah tiba-tiba menjadi patung batu, sama sekali menolak bergerak.

Sosok itu bersandar. Lilin di atas meja bergoyang hebat, seolah ditiup angin tak tampak.

[“Aku adalah semua bagian dirimu yang kau lupakan. Semua luka yang kau bungkam dengan doa. Semua keinginanmu yang tidak pernah kau akui.”]

[“Ingat lelaki itu? Yang mengkhianatimu, yang membiarkan kau menanggung derita sendirian. Ingat saat dia menyentuhmu?”]

[“Ingat malam itu? Saat kau hampir melemparkan dirimu ke dalam api, dan dia hanya menatapmu dengan dingin. Tidak mengatakan apa-apa. Bahkan tidak bergerak untuk menolongmu.”]

Murni tersentak, terjatuh ke lantai. Tangannya gemetar, air mata membasahi pipinya.

“Aku... aku tidak...”

Semua tuduhan itu adalah bagian dari mimpinya. Api. Lelaki yang hanya diam menatapnya tanpa melakukan apa-apa. Bagaimana sosok ini bisa tahu?

Sosok itu mendekat. Sekarang hanya beberapa inci dari wajahnya.

[“Kau tidak suci, Murni. Tidak seperti namamu. Itu hanya perban. Bukan kebenaran.”]

Dan tiba-tiba, wajah datar itu berubah. Perlahan membentuk wajah... wajahnya sendiri. Tapi lebih pucat. Lebih rusak. Wajah yang sama yang dilihatnya duduk di seberangnya beberapa malam lalu. Kali ini mata sosok itu merah akibat terlalu banyak menangis, dan bibirnya menyunggingkan senyum miring yang mencibir.

[“Kau datang ke tempat ini bukan untuk menyelamatkan siapa pun. Kau datang karena tak ada tempat lagi yang mau menerima sisa jiwamu.”]

Murni memejamkan mata, menguatkan napas. Tapi sebelum ia bisa bicara, suara lain memotong. Keras, berat, tajam seperti baja yang diasah.

“Cukup!”

Mahanta.

Dalam sekejap, udara berubah lagi. Lilin padam, tapi cahaya dari dapur menyala terang. Sosok itu terangkat dari kursinya… seperti diangkat oleh kekuatan tak terlihat, lalu semakin pudar, hampir transparan, kemudian lenyap sepenuhnya.

Hening.

Murni masih terduduk di lantai. Mahanta mendekat, wajahnya lebih gelap dari biasanya.

“Kau seharusnya tidak bicara padanya,” ujarnya, mengulurkan tangan.

“Apa... siapa dia?” bisik Murni.

“Bayanganmu sendiri. Tapi dia juga milik tempat ini.”

Murni belum menyambut tangan Mahanta yang terulur. Ia masih termangu-mangu. “Kenapa dia begitu tahu tentangku? Yang dia katakan… adalah mimpi-mimpi burukku yang datang berulang.”

“Yang mana?”

“Api… seseorang… pria… yang hanya menonton tanpa menolong.” Murni mengangkat wajah, menatap Mahanta lekat-lekat, lalu seolah menyadari sesuatu. “Pria itu… mengapa tampak seperti dirimu?”

Tangan Mahanta yang terulur mengepal. Lalu wajahnya yang tampan, yang selama ini tidak pernah menunjukkan emosi apa pun, tiba-tiba berkerut, seolah menahan kesakitan luar biasa. Tapi dia tidak mengatakan apa-apa, tidak menjawab pertanyaan Murni. Hanya membisu.

Murni menatap Mahanta. Ada ribuan pertanyaan berputar-putar seperti angin puting beliung di kepalanya. “Kita belum pernah bertemu sebelumnya. Mengapa kau bisa ada dalam mimpiku? “Siapa aku... sebenarnya? Siapa kau?"

"Mengapa warung ini diberi nama seperti namaku? Kau mengatakan... yang datang ke sini adalah yang hampir mati, atau dekat dengan kematian, atau ada di persimpangan. Orang-orang mengatakan di gang ini tidak ada apa-apa. Bahkan di siang hari aku juga mendapati di sini adalah tempat terbengkalai. Orang hidup tidak bisa melihatnya. Tapi aku masih hidup, bagaimana aku bisa masuk?”

Mahanta menatapnya lama. Tapi tidak satu kata pun terlontar dari bibirnya.

“Mahanta… kau… kau sudah lama di warung ini bukan?”

Mahanta mengangguk lesu. Seolah menahan beban ribuan kilo.

“Kau selalu bisa menjawab semua pertanyaan tentang orang, sosok, atau roh lain. Mengapa kau tidak menjawab pertanyaanku?”

Perlahan, Mahanta mengangkat kepala, “Karena… jika menyangkut kau, bukan aku yang berhak memberi jawaban.”

“Mengapa?”

Mahanta menggeleng. “Satu-satunya yang bisa kukatakan adalah… kau… pernah sangat dekat dengan kegelapan.”

Dan untuk pertama kalinya, Murni merasa kalimat itu bukan jawaban.

Melainkan... sebuah pengakuan.

1
adi_nata
baru bab awal aura misterinya sudah sangat pekat.
💕💕syety mousya Arofah 💕💕
kok pas nmne Salman kek anakku 🙈🙈
💕💕syety mousya Arofah 💕💕: hrusnya jgn slman thorrr...Salman itu artinya minta aman dn keselamatan...nanti KLO pke slman jdi GK sesuai..haiiishhh.,galau q thorrr...tpi GK PP..cuma crita kug y
Dela Tan: Haha... otor ngebayangin profilnya Salman Khan, serem kan?
total 2 replies
Ryan Jacob
semangat Thor
Jati Putro
setiap nyawa yg di selamatkan ,
kesedihan ,bebannya pindah ke murni ?
🤔
Jati Putro
mungkin murni reinkarnasi dari wanita yg terbakar ,
apakah jiwa nya blm kembali ke asal
masih gentayangan
Jati Putro
Kalimat jangan bermakna dilarang
tapi kebanyakan semakin di larang semakin penasaran
Nike Raswanto
wow.....keren ceritanya
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!