Karena sebidang tanah, Emilia harus berurusan dengan pemilik salah satu peternakan terbesar di Oxfordshire, yaitu Hardin Rogers. Dia rela melakukan apa pun, agar ibu mertuanya dapat mempertahankan tanah tersebut dari incaran Hardin.
Hardin yang merupakan pengusaha cerdas, menawarkan kesepakatan kepada Emilia, setelah mengetahui sisi kelam wanita itu. Hardin mengambil kesempatan agar bisa menguasai keadaan.
Kesepakatan seperti apakah yang Hardin tawarkan? Apakah itu akan membuat Emilia luluh dan mengalah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Komalasari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 17 : Terlalu Nekat
“Pindah?” ulang Emilia. “Kenapa mendadak sekali, Bu?” Wanita cantik 25 tahun itu menatap Meredith, dengan sorot tak mengerti.
“Ibu mertuamu sudah setuju. Jadi, permasalahan selesai, Nyonya,” ujar Hardin, diiringi senyum kalem.
Mendengar itu, Emilia segera maju ke hadapan Hardin. Ditatapnya sang pemilik Rogers Farm tersebut dengan sorot tajam penuh intimidasi, meskipun tak yakin bisa membuat Hardin gentar. “Apa yang kau lakukan, Tuan Rogers? Ancaman apa yang kau berikan sehingga ibu mertuaku bersedia menjual tanah ini?” tukasnya penuh penekanan.
“Tidak ada,” jawab Hardin tenang dan penuh percaya diri. “Tanyakan saja pada Nyonya Meredith. Apakah Anda merasa diancam, Nyonya?” Hardin menoleh kepada ibu mertua Emilia tersebut.
Meredith menggeleng tenang, seakan tidak merasa keberatan. Dia bahkan tersenyum lembut, seraya menatap Emilia penuh makna.
Namun, sikap Meredith membuat Emilia benar-benar tak mengerti. Dia merasa ada sesuatu yang aneh. Akan tetapi, Emilia terlalu bingung untuk merangkai pertanyaan. Alhasil, dia memilih diam.
“Paman!” panggil Blossom cukup nyaring. “Kau tahu ini hewan apa?” Gadis kecill itu mendekat, lalu duduk di sebelah Hardin sambil membawa buku bergambar hewan. Dia menunjukkan sesuatu.
“Itu berang-berang, Bee,” ucap Hardin lembut, bagai seorang ayah terhadap putri kandungnya. “Kau harus belajar membaca dari sekarang.”
“Aku akan belajar, Paman.” Blossom terlihat sangat bersemangat.
“Bagus. Anak pintar. Ibumu pasti bisa mengajari dengan baik.” Hardin menoleh kepada Emilia, yang masih berdiri dengan tatapan aneh terhadapnya. Namun, pria tampan berjaket kulit itu tak peduli. Dia justru terlihat sangat tenang karena telah merasa menang.
“Baiklah, Nyonya Meredith. Aku ucapkan terima kasih atas kerja sama Anda. Seperti yang sudah kita bahas tadi. Anda mempunyai waktu selama tiga hari untuk berkemas,” ucap Hardin, seraya beranjak dari duduk. Dia bersiap untuk pergi dari sana.
“Jangan khawatir, Tuan Rogers. Kami akan meninggalkan tempat ini dalam jangka waktu yang telah ditentukan,” ujar Meredith tanpa beban.
“Orang suruhanku akan kemari besok pagi, untuk mengurus pembayaran dan hal lainnya,” ucap Hardin lagi, kemudian melirik kepada Emilia. Wanita itu masih terpaku dengan raut aneh karena dilanda rasa tak mengerti.
“Masih ada urusan lain yang harus kuselesaikan. Jadi, aku permisi dulu,” pamit Hardin. “Jangan lupa belajar, Bee,” pesannya kepada Blossom.
“Siap, Paman!” sahut Blossom penuh semangat.
Hardin tersenyum, kemudian berbalik. Dia melangkah gagah melewati Emilia, yang tak mengatakan apa pun padanya.
Sepeninggal Hardin, Emilia langsung menghampiri Meredith. Dia harus meminta penjelasan dari sang ibu mertua, atas keputusan tiba-tiba dan sangat mengejutkan.
“Apa yang kau lakukan, Bu?” tanya Emilia, masih dengan ekspresi penuh keheranan.
“Aku hanya lelah, Millie. Aku ingin menyudahi semuanya,” jawab Meredith, tanpa menatap langsung sang menantu.
“Apa yang kau sembunyikan dariku, Bu?” tanya Emilia lagi, setengah mendesak.
“Tidak ada. Aku tidak pernah menyembunyikan apa pun darimu,” bantah Meredith. Lagi-lagi, tanpa berani bertatapan langsung, seakan tengah menyembunyikan sesuatu.
Sikap aneh Meredith membuat Emilia kian curiga. Namun, dia tak ingin mendesak sang ibu mertua karena takut akan menimbulkan perdebatan.
“Sebaiknya, kau mulai berkemas dari sekarang,” suruh Meredith, seraya berlalu dari ruang tamu.
Emilia yang masih dilanda penasaran, memilih duduk di sebelah Blossom. Meskipun tak yakin bisa mengorek informasi dari sang putri, tapi tak ada salahnya mencoba.
“Kau tahu apa yang granny dan Paman Hardin bicarakan tadi?” tanya Emilia sedikit berbisik.
Blossom yang sedang asyik dengan buku bergambar, langsung mengalihkan perhatian kepada Emilia. Dia menatap sang ibunda, seakan hendak mengatakan sesuatu yang serius. Namun, tak berselang lama, gadis kecil itu menggeleng kencang, lalu kembali memfokuskan perhatian pada buku. Blossom justru mengajak Emilia melihat-lihat gambar binatang di sana.
“Ck!” Emilia berdecak pelan, diiringi gelengan tak percaya. Rasa penasarannya tidak terjawab sama sekali. Emilia yakin Meredith juga tak akan memberitahukan apa-apa.
Apa yang Emilia duga benar adanya. Hingga makan malam usai, Meredith tak membahas lagi masalah tadi siang. Dia justru membicarakan tentang keluarganya di Yorkshire.
Jarum jam sudah menunjuk angka delapan tepat. Setelah menidurkan Blossom, Emilia tak langsung ke kamarnya. Dia juga belum berganti pakaian dengan baju tidur.
Emilia berjalan ke dekat kamar Meredith, sekadar memastikan apakah sang ibu mertua sudah tidur atau belum. Dia membuka pintu kamar perlahan, lalu mengintip dari celah kecil.
Suasana kamar Meredith sudah temaram, bercahayakan lampu tidur berwarna kuning. Wanita paruh baya itu telah terlelap, setelah minum obat karena sempat mengeluh tidak enak badan.
Setelah memastikan situasi aman, Emilia bergegas mengambil mantel. Dia nekat keluar dari rumah dengan mengendarai sepeda. Tujuannya tiada lain adalah peternakan Keluarga Rogers.
Suasana malam di desa teramat sepi. Namun, itu tidak membuat Emilia takut. Dia mengayuh sepeda melewati jalan setapak, hingga tiba di perbatasan area peternakan yang dihalangi menggunakan pagar kayu.
Emilia menghentikan laju sepeda. Ini merupakan kali pertama dirinya ke sana pada malam hari. Dia tak tahu bahwa pintu pagar ternyata dikunci, tidak seperti pada siang hari.
Karena didorong rasa penasaran yang besar, Emilia nekat melewati pintu pagar itu dengan memanjat. Sebelumnya, dia terlebih dulu memarkirkan sepeda di bawah pohon. Namun, setelah berhasil melewati pintu pagar dan berada di area peternakan, tiba-tiba dari kejauhan muncul dua ekor anjing putih berjenis Dogo Argentino, yang berlari kencang ke arahnya.
"Astaga!” Emilia langsung gugup. Dia hendak kembali melewati pintu pagar dengan memanjat.
“Ah, sial!” gerutu Emilia, berhubung bagian bawah midi dressnya tersangkut pada paku pagar. Sementara itu, kedua anjing tadi sudah mendekat dan siap menyerangnya.
Anjing-anjing itu berdiri hendak menggigit Emilia. Posturnya yang tinggi besar, memudahkan mereka meraih bagian bawah rok yang tersangkut di paku.
“Pergilah! Menjauh dariku!” usir Emilia panik. Dia sadar sudah melakukan hal konyol karena nekat pergi ke Rogers Farm pada malam hari.
“Cove! Arlo!” seru suara seorang pria, yang tak lain adalah Hardin. Dia muncul dengan kuda hitamnya yang gagah.
Seketika, kedua anjing itu berhenti menarik bagian bawah rok Emilia. Mereka bahkan meninggalkan wanita itu dan lebih memilih menghampiri Hardin, yang sudah turun dari kuda.
“Pergilah!” suruh Hardin, mengarahkan mereka kembali ke kandang, yang berada tak jauh dari pintu pagar.
“Apa yang kau lakukan di sini?” Hardin menghampiri Emilia, yang tengah berusaha menarik bagian bawah roknya.
“Kemarilah. Apakah kau ingin bicara denganku?” tanya Hardin, seakan sudah mengetahui maksud kedatangan Emilia ke sana. Dia merentangkan tangan, bermaksud membantu wanita itu turun.
Hardin menarik bagian bawah rok. "Pegang tanganku, Emilia," ucapnya lembut.
Aku mikirnya jauh ya
upss..kok cacingan sih..