Dunia tiba-tiba berubah menjadi seperti permainan RPG.
Portal menuju dunia lain terbuka, mengeluarkan monster-monster mengerikan.
Sebagian manusia mendapatkan kekuatan luar biasa, disebut sebagai Player, dengan skill, level, dan item magis.
Namun, seiring berjalannya waktu, Player mulai bertindak sewenang-wenang, memperbudak, membantai, bahkan memperlakukan manusia biasa seperti mainan.
Di tengah kekacauan ini, Rai, seorang pemuda biasa, melihat keluarganya dibantai dan kakak perempuannya diperlakukan dengan keji oleh para Player.
Dipenuhi amarah dan dendam, ia bersumpah untuk memusnahkan semua Player di dunia dan mengembalikan dunia ke keadaan semula.
Meski tak memiliki kekuatan seperti Player, Rai menggunakan akal, strategi, dan teknologi untuk melawan mereka. Ini adalah perang antara manusia biasa yang haus balas dendam dan para Player yang menganggap diri mereka dewa.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Theoarrant, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mana Implant
Rai berada di ruangan profesor dan sekarang dia duduk di kursi perawatan seperti pasien dengan selang yang ditancapkan di arterinya.
Setelah berburu selama setahun akhirnya rencana mereka dapat dijalankan setelah mengekstrak ratusan mayat Player dan mengambil mananya.
Penemuan profesor yang disebut mana Implant, dimana sejumlah mana dimasukan kedalam tubuh manusia biasa.
Resikonya kecil untuk hidup, jika memang mati ya sudahlah kata Rai tanpa ini dia juga tidak bisa balas dendam.
Jika berhasil tubuh Rai akan dialiri mana dan dia akan terdeteksi sebagai Player, meskipun ada peningkatan kekuatan itu hanya sebanding Rank E.
Itu tidak masalah karena dia akan menjalankan rencana berikutnya.
Rai duduk di atas kursi perawatan di dalam laboratorium bawah tanah Profesor Lamberto.
Lampu putih di atas kepalanya berpendar dingin, menerangi wajahnya yang tenang namun penuh tekad.
Beberapa kabel medis dan selang transparan terhubung ke tubuhnya, dengan ujungnya menusuk langsung ke arteri di lengannya.
Di hadapannya, Profesor Lamberto menyesuaikan berbagai alat di meja kontrol, memeriksa setiap parameter sebelum memulai prosedur.
"Terakhir kali aku bertanya, kau yakin ingin melakukannya?" tanya Profesor, suaranya serius.
Rai hanya menatapnya dengan mata tajam.
"Sudah setahun kita berburu untuk ini, Profesor, tidak ada jalan mundur."
Memang, setelah satu tahun penuh memburu Player, mengumpulkan mayat, dan mengekstrak mana dari tubuh mereka, akhirnya mereka memiliki cukup cadangan mana untuk mengeksekusi rencana ini.
Rai tidak memiliki kemampuan alami seperti para Player, tetapi dengan penemuan Lamberto yang disebut Mana Implant, itu bisa berubah.
Profesor menarik napas panjang.
"Baiklah, jika prosedur ini berhasil, tubuhmu akan dialiri mana, dan sistem dunia ini akan mengenalimu sebagai Player, meskipun hanya sekelas Rank E."
Dia menatap Rai sejenak sebelum melanjutkan,
"Tapi jika gagal..."
"Aku mati, aku tahu," potong Rai dengan datar.
"Tapi tanpa ini, aku juga tidak bisa membalas dendam."
Profesor mendecak, lalu mengaktifkan layar monitor di sampingnya.
"Tahap pertama: Injeksi awal."
Mesin di belakangnya mulai berdengung, cairan berwarna biru keunguan mulai mengalir melalui selang yang terhubung ke tubuh Rai.
Ini adalah mana cair, yang telah mereka ekstrak dengan susah payah selama setahun terakhir.
Saat cairan itu mulai memasuki sistem peredaran darahnya, Rai merasakan sensasi dingin yang menusuk.
Awalnya hanya di lengannya, lalu perlahan merayap ke dadanya, menyebar ke seluruh tubuh.
Jantungnya mulai berdetak lebih cepat.
Matanya bergetar sesaat, lalu tubuhnya menegang.
"Napasmu, Rai, jangan panik."
Suara Profesor terdengar di kejauhan, tetapi fokus Rai mulai kabur.
Rasa dingin berubah menjadi panas membakar, otot-ototnya menegang seolah ditusuk ribuan jarum.
Dug-dug... Dug-dug...Jantungnya berdenyut keras, terasa seperti akan meledak kapan saja.
Sistem sarafnya menolak perubahan mendadak ini.
Tubuh manusia biasa seharusnya tidak bisa menampung mana.
Itulah mengapa tidak semua orang bisa menjadi Player.
Namun, Profesor telah menyesuaikan metode ini untuk memaksa tubuh manusia menyesuaikan diri dengan aliran mana.
Layar monitor berbunyi nyaring.
"Detak jantung meningkat drastis! Tekanan darah melebihi batas normal!"
Ruben, yang berdiri di sudut ruangan, mengepalkan tangannya.
"Profesor, kalau ini terus berlanjut, dia bisa mati!"
Profesor tidak menjawab, matanya terpaku pada layar monitor.
"Tahan, Rai, aku butuh waktu lebih lama untuk menstabilkan injeksi."
Rai mengatupkan giginya, berusaha tetap sadar.
Rasanya seperti ada sesuatu yang merobek-robek organ dalamnya, membakar sarafnya dari dalam.
Namun, di balik penderitaan itu, ada sesuatu yang lain.
Kekuatan.
Dia bisa merasakannya, sesuatu yang selama ini hanya dimiliki oleh Player.
Dug-dug... Dug-dug...
Dan tiba-tiba, semuanya terdiam.
Sensasi terbakar itu lenyap seketika, digantikan oleh keheningan yang aneh.
Layar monitor yang sebelumnya berkedip merah kini kembali stabil.
Professor Lamberto menahan napas sejenak, lalu tersenyum puas.
"Kau berhasil."
Rai membuka matanya perlahan.
Dia mengangkat tangannya, menatapnya dengan saksama.
Dia masih dirinya sendiri, tetapi ada sesuatu yang berbeda.
Dia merasakan mana mengalir di tubuhnya.
Itu bukan kekuatan besar seperti Player Rank tinggi, tetapi sekarang dia bukan lagi manusia biasa.
Ruben menatapnya dengan tak percaya.
"Kau benar-benar berhasil..."
Rai tersenyum tipis dan mengepalkan tangannya.
"Sekarang, dunia akan menganggapku sebagai Player."
Profesor Lamberto berjalan mendekat dan menyerahkan sesuatu kepadanya, sebuah kartu identifikasi Player yang telah mereka siapkan sebelumnya.
Di kartu itu, tertulis:
Nama : Rai
Rank : E
Class : -
Resmi, dunia kini menganggapnya sebagai salah satu dari mereka.
"Tahap kedua sudah siap kapan saja," kata Profesor.
Rai mengangguk.
Tahap pertama dari rencana balas dendamnya telah selesai. Kini, dia bisa memasuki dunia Player tanpa dicurigai.
Dan target berikutnya adalah memasuki dunia Player
***********************************
Sudah beberapa hari sejak prosedur Mana Implant berhasil dilakukan, tetapi alih-alih kembali berburu, Rai malah duduk di depan layar komputer hampir sepanjang waktu.
Matanya terus terpaku pada berbagai dokumen, rekaman video, dan forum-forum gelap tempat informasi Player diperjualbelikan.
Ruben, yang mulai bosan melihat temannya hanya duduk dan mengetik, akhirnya angkat bicara.
"Rai, apakah kita tidak akan melakukan perburuan lagi?" tanyanya sambil melipat tangan.
"Tidak," jawab Rai malas, matanya tetap terpaku pada layar.
Ruben mengerutkan dahi.
"Hei, bukankah kau ingin balas dendam?"
"Tentu."
"Lalu kenapa kau berhenti?"
"Karena tidak ada gunanya," kata Rai santai.
"Kalau kita terus membantai Player kecil, cepat atau lambat itu akan memancing perhatian para Player besar, aku tidak mau rencanaku terbongkar hanya karena terlalu banyak bergerak."
Ruben masih belum puas dengan jawaban itu.
"Lalu apa yang kau lakukan sekarang? Duduk di depan komputer seperti ini tidak akan membunuh musuh-musuhmu."
Rai mendesah panjang, akhirnya menoleh ke arah Ruben.
"Kemarilah, akan kujelaskan."
Ruben mendekat, menatap layar komputer yang dipenuhi data.
"Lihat ini," kata Rai sambil mengetik sesuatu.
"Aku sedang mencari para pembunuh keluargaku."
Wajah Ruben menegang, dia tahu betul betapa dalam dendam yang disimpan Rai selama tujuh tahun terakhir.
Di layar, tampak beberapa foto dan informasi tentang orang-orang yang telah menghancurkan kehidupan Rai.
"Dari enam orang yang membantai keluargaku, aku sudah menemukan tiga di antaranya," lanjut Rai, matanya dingin.
Dia menunjuk gambar pertama seorang wanita dengan rambut hitam panjang dikuncir kuda dan mata tajam yang berkilat seperti pisau.
Juno – The Blood Artist
Rank: S
Gelar: Assassin Queen
Guild: Silent Veil
"Dia salah satu yang paling berbahaya," kata Rai.
"Sekarang dia adalah pemimpin tertinggi Silent Veil, Guild Assassin terbesar, sayangnya, lokasi markas mereka masih belum diketahui, tanpa informasi yang cukup, aku tidak bisa menyentuhnya sekarang."
Dia berpindah ke gambar berikutnya seorang pria berambut merah dengan bekas luka bakar di dahinya.
Malik – The Flame Tyrant
Rank: S
Guild: Arcane Tower
"Malik berada di Arcane Tower. Kau tahu apa artinya itu?"
Ruben mengangguk, wajahnya tegang. Arcane Tower adalah benteng sihir terkuat di negeri ini.
Player Rank S sekalipun berpikir dua kali sebelum mencoba menembus pertahanan mereka.
"Bahkan aku tidak tahu bagaimana cara menembus benteng itu, apalagi mengalahkan Guild Master mereka yang memiliki kekuatan sihir di luar nalar."
Rai kemudian menggeser layarnya ke gambar ketiga seorang pria besar berbadan kekar, mengenakan Knuckle yang menakutkan dengan bekas luka di sekujur tubuhnya.
Togar – The Iron Juggernaut
Rank: B
Posisi: Tangan kanan Damar
Guild: Iron Fang
"Togar adalah tangan kanan Damar the Butcher, penguasa Iron Fang."
Rai menyandarkan punggungnya, lalu menoleh ke Ruben.
"Menurutmu, dari ketiga orang ini, siapa yang bisa kita habisi lebih dulu?"
Ruben terdiam sejenak, lalu menelan ludah.
Juno dan Malik terlalu sulit untuk disentuh saat ini, tetapi Togar... Jika Rai bisa menemukan celah dalam pertahanan Iron Fang, mereka mungkin punya peluang.
"Kalau kita ingin mulai balas dendam, aku rasa kita harus memulainya dari Togar."
Rai tersenyum tipis.
"Tepat sekali."
Dan dengan itu, target berikutnya telah dipilih.