Langit tak pernah ingkar janji
Dihina karena miskin, diremehkan karena tak berdaya. Elea hidup di antara tatapan sinis dan kata-kata kejam. Tapi di balik kesederhanaannya, ia menyimpan mimpi besar dan hati yang tak mudah patah.
Suatu hari, ia mendapatkan sebuah tawaran untuk melanjutkan sekolah di kota.
Apakah elea akan menerima tawaran tersebut? Apakah mimpi elea akan terwujud di kemudian hari?
Penuh teka teki di dalamnya, jangan lewatkan cerita ini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon kegabutanku, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 13
"Rasain kamu Siti, mangkanya jangan belagu jadi orang." gumamnya dari dalam hati sambil menatap penuh licik ke arah rumah bu siti.
"Saya kok tidak percaya ya dengan anda, saya lihat bu Siti itu orang yang alim." jawab salah satu pembelinya.
"Asal bapak tau ya, Siti itu suka ke dukun kedoknya saja yang sok alim." ucap bu Ana yang memang sangat iri dengan keluarga bu Siti.
"Permisi bu, lama- lama ibu ngelantur bicaranya."
Pembeli tersebut pergi dari arah bu Ana sambil berbisik.
"Saya kira ibu tadi berlebihan."
"Iya ya, pasti dia sangat iri dengan penjual tersebut."
"Udahlah, kok jadi ghibah gini."
...****************...
"El...." teriak vita yang melihat elea sedang berjalan sendirian di lorong sekolah..
Elea menoleh ke sumber suara yang memanggilnya.
"Hai vit." Elea melambaikan tangannya ke arah vita.
"Hah....Hahhh....Hahhh...." Vita ngos - ngos an karena mengejar elea.
"Kenapa nafasmu? kayak habis di kejar babi aja." Gumam Elea.
"Kamu sih, di panggil- panggil malah nyelonong mulu."
"Hehehe ya maaf, nggak begitu dengar aku." Ucap Elea.
"Jadi ada apa?"
"Kamu tau nggak kalau kak Jefri mau kuliah di luar negeri setelah lulus nanti?"
"Nggak tau vit, lagian aku juga sudah lama kok nggak ketemu sama dia."
"Ooowww..." Vita malah ber oh ria saja.
"Hai, pagi." Sapa Candra dengan senyuman.
"Pagi kak." Jawan Elea dengan sopan dan senyum simpulnya.
"Hust...siapa?" bisik Vita kepada Elea.
"Kak Candra, kakak tingkat kita." mendengar penuturan Elea membuat Vita menganggukkan kepalanya.
"Mau kemana kalian? Boleh gabung nggak?" ucapnya dengan sopan.
"Mau ke kantin kak. Tadi, el nggak sempat sarapan." jawab Elea dengan lembut.
"Kebetulan dong, aku ikut yaa."
"Silahkan kak." jawab Elea.
Tanpa Elea sadari, Ike tengah memantaunya dari kejauhan.
"Bener - bener memang harus di kasih pelajaran. Udah miskin gatel lagi." Ike sangat tidak senang dengan pembawaan elea yang kalem dan juga tangguh.
Tanpa ada yang tau, Ike menaruh sesuatu di kursi yang ada di kelas Elea. Kursi tersebut biasa di duduki oleh Elea.
"Beres deh, rasain loe. Mangkanya jangan belagu, ini baru awal mula.Tunggu saja nanti..." Ucap ike sambil mengibaskan tangannya.
Jam pelajaran pun tiba, Elea tengah duduk dengan anteng sambil memperhatikan pelajaran yang gurunya berikan.
"Elea, kamu maju kerjakan soal yang ibu berikan." ucapnya.
"Baik bu." Ditengah, Elea mau berdiri, ia sangat kesulitan mengangkat bokongnya.
"Ada apa ini? Mengapa sangat sulit sekali." gumam Elea.
"Ada apa El?" bisik Vita
"Seperti ada yang memberikan lem di kursiku."Ucapnya dengan nada pelan.
"Bagaimana mungkin." Vita menatap ke arah kursi yang dipakai Elea.
"Benar apa yang kamu bicarakan El. Gimana ini?"
"Aku nggak tau vit."
"El... Kamu nggak dengar ibu?"
"I-iya bu." Elea memaksa untuk berdiri hingga membuat roknya robek.
"Hahahahah..." seluruh siswa yang ada di kelas tersebut tertawa ke arah Elea.
"Rasain..." Gumam Ike pelan.
"Ada apa El?" bu tari menuju ke arah elea. Sedangkan Elea hanya bisa diam sambil menahan malu.
"Yaudah kamu duduk saja." Vita memberikan jaketnya kepada Elea untuk menutupi sebagian roknya yang bolong.
"Terima kasih ya vit."
"Iya, udahlah jangan terima kasih mulu. Itulah tugasnya sebagai teman." Ucap vita sambil mengelus lengan Elea.
Elea pulang sekolah dengan perasaan sedih, ia tidak tau lagi harus berkata apa kepada ibunya.
Namun, sesampainya di rumah alangkah tercengangnya Elea melihat rumahnya yang berantakan.
"Ibuuuu..." teriak Elea dari luar rumahnya.
Ia tak mendapati ibunya di rumah, seluruh bilik ia masuki.
"Ibu... Hiks..hiks.. Ibu kemana?" tubuh Elea sangay bergetar.
Ia menahan sesak di dadanya, setiap hari cobaan demi cobaan silih berganti seolah tidak ada habisnya.
Ia berlari ke rumah mbak Tyas, tetangga baru yang sangat baik dengan keluarga Elea. Hanya mereka yang peduli kepada kepahitan hidup Elea dan Ibunya.
"Assalamualaikum.. Mbak Tyas..." Ia mengetuk berulang kali pintunya.
"Wallaikumsallam... El, ada apa? kok kamu terlihat ketakutan?" tanya mbak Tyas kebingungan.
"Mbak Tyas, apakah tau kemana ibu? Kenapa rumah begitu berantakan?" tanya Elea dengan memberondong pertanyaan kepasa Tyas.
"El, kamu tenang dulu ya. Jangan panik, ayo masuk dulu.." Tyas mencoba menenangkan dulu emosi Elea.
Elea pun mengikuti langkah Tyas, ia membawa Elea ke meja makan.
"Ayo El makan dulu, kamu pasti lapar." Ucap mbak Tyas.
"Tapi mbak, saya kesini untuk mencari ibuku mbak."
"Kamu makan dulu El, nanti mbak cerita." jawabnya.
Sedangkan, disisi lain seorang ibu- ibu tengah beradu argumen dengan pihak kepolisian.
"Tapi pak, saya yakin saya tidak salah. Ini pasti ada yang menjebak saya."
"Silahkan ikuti prosedur kita, karena kita juga menemukan barang bukti di tempat anda."
"Tapi pak, saya saja tidak pernah tau itu obat untuk apa."
"Jelas- jelas semua bukti mengarah ke anda." mendengar perkataan nya membuatnya merasa lemas.
Sore itu, Ana tengah buru- buru menuju ke rumah Yeni. Sahabatanya, sekaligus orang yang juga sama seperti dia selalu tidak suka dengan kehidupan bu Siti.
"Kamu kenapa buru- buru banget kesini? Kayak dikekar hantu di siang bolong aja." ucap bu Yeni yang tengah melihat sang sahabat berjalan dengan terbirit- birit.
"Yennn.... Huhh...huuh...huuhh..." ucapnya dengan nada ngos- ngos an.
"Kamu kenapa sih? Ayo masuk dulu. Aku ambilin minum." Ana mengangguk dan mengikuti arahan dari Yeni.
"Kenapa manusia satu itu, kok aneh banget." gumamnya dari dalam hati.
Ia pun kembali membawa air minum dan menyuruh Ana meminumnya.
"Nih, minum dulu."
GLEK...GLEK...GLEK... Ana menghabiskan hampir satu gelas besar minum yang Yeni berikan.
"Udah? Bisa cerita?" Ana mengangguk sambil mengusap sebagian air minum yang tersisa di bibirnya.
"Tadi ada kejadian mencengangkan di rumah Siti."
"Apa? Kejadian apa? Memang se serem apa? Sampai membuat kamu seperti ini?"
"Adalah pokoknya, tapi aku bisa tersenyum puas sih. Akhirnya siti yang belagu tersebut bisa merasakan akibatnya."
"Maksud kamu?" Yeni menatap heran ke arah Ana.
"Siti membuat pelanggannya sampai masuk rumah sakit."
"Lha kok bisa? Bukankah selama ini tidak pernah terjadi sesuatu?"
Ana hanya mengangkat bahunya, ia juga tidak mau bercerita lebih banyak kepada Yeni.
Disisi lain, Elea yang tengah selesai menyantap makanan yang diberikan oleh Tyas ia kembali mengingat ibunya.
"Mbak Tyas, jadi dimana ibu? dan mengapa rumah sangat berantakan? Seperti ada yang merusak."
Tyas menatap iba ke arah Elea, ia setiap hari harus menanggung semua ini.
"Em...anu El...ini.."
"Mbak Tyas jangan anu- anu terus dong, aku jadi bingung."
Ia bingung, harus bercerita mulai dari mana agar Elea bisa menerima.
"Mbak Tyas, jangan bengong. Ayo cerita..." Elea terus saja memaksa.
"Jadi, ibu kamu....."
.
.
Buat semua readers setia, terima kasih ya. Jangan lupa tinggalkan jejak jika kalian suka. Lopeeee sekeboonnnn 🫶🫶🫶🫶
Nantikan upadate selanjutnyaa...
makasih Thor, do'a terbaik juga buat dirimu Thor 🙏😍😍