Penculikan yang terjadi membuatnya merasa bersalah dan bertekad untuk pergi dan menjadi lebih kuat agar bisa melindungi seorang gadis kecil yang sangat ia sayangi yaitu cucu dari Boss ayahnya. Tanpa ia sadari rasa sayangnya terhadap gadis kecil itu berubah menjadi rasa cinta yang sangat mendalam saat mereka tumbuh besar namun menyadari statusnya yang merupakan seorang bawahan, ia tidak berani mengungkapkan hati kepada sang gadis.
Namun siapa sangka saat mereka bertemu kembali, ternyata menjadi kuat saja tidak cukup untuk melindungi gadis itu. Nasib buruk menimpa gadis itu yang membuatnya hidup dalam bahaya yang lebih dari sebelumnya. perebutan kekayaan yang bahkan mengancam nyawa.
Apakah pria tersebut dapat melindungi gadis yang disayanginya itu? dan apakah mereka bisa bersama pada akhirnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Skyla18, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 24
Jam sembilan pagi, di ruang rapat utama perusahaan Hartono, langit Jakarta terlihat tertutup awan kelabu lagi di pagi itu. 12 orang anggota dewan direksi sedang duduk membentuk setengah lingkaran di ruangan itu. Di ujung meja, Alya duduk tegak, mencoba menyembunyikan kegelisahan di balik raut wajah tenang yang di tunjukkannya sekarang.
Di hadapannya berdiri Arief Wibowo, mengenakan jas abu gelap dengan senyum tipis yang tidak pernah Alya sukai.
"Seperti yang sudah saya kirimkan lewat laporan pekan lalu," ujar Arief sambil membalik slide presentasinya, "Proyek Rantai Dingin tidak menunjukkan hasil signifikan dalam tahap awal. Oleh karena itu, saya mengusulkan pengalihan dana investasi ke proyek baru di bawah PT Darsa Global Teknologi,"lanjutnya
“PT Darsa tidak pernah masuk dalam daftar mitra resmi perusahaan Hartono,"ucap Alya dengan cepat sambil menatap penuh kecurigaan pada Arief
“Betul. Tapi mereka baru saja mengakuisisi salah satu vendor distribusi kita. Dengan kemitraan ini, kita bisa hemat hingga 28% biaya logistik,"ucap Arief sambil tersenyum tenang
Beberapa anggota dewan mengangguk setuju dan mulai mencatat sesuatu di dokumen mereka.
Alya membuka folder di depannya. Ia tau bahwa angka itu telah di manipulasi. Tapi ia tidak punya cukup bukti di meja ini untuk membuktikannya. Dan yang membuatnya semakin geram adalah mereka mendengarkan Arief lebih dari dirinya, meskipun ia adalah CEO saat ini.
__________
Sementara itu di ruang kontrol keamanan perusahaan Hartono, Azka menatap layar monitor, menyaksikan rapat dari sudut kamera tersembunyi. Setiap gerak Arief di rekam. Tapi bukan itu yang menarik perhatian Azka.
Ia memindahkan layar ke ruang server perusahaan Hartono. Ia melihat ada aktivitas abnormal dari seseorang yang sedang mencoba mengakses jalur komunikasi internal dari dalam.
“Ada penyusupan data yang berjalan sekarang,"ucap Azka pada Dito melalui saluran khusus milik mereka
“Baik, aku lacak sekarang. Sumbernya dari lantai 17. Divisi Humas. Komputernya Marissa,"ucap Dito sambil melacak dengan cepat.
Azka tau siapa Marrissa, ia adalah asisten pribadi Arief. Azka mengerutkan kening sebentar dan berpikir apa yang sedang Marissa lakukan. Hingga akhirnya ia mengerti satu hal yaitu mereka sedang membocorkan informasi perusahaan ke luar secara langsung sekarang.
Tanpa berpikir panjang, Azka mengambil rompi taktis tipis yang ada di ruang itu, kemudian menyelipkan senjata kecil di balik jaket, dan melesat ke lift.
Waktu tak berpihak padanya.
________________
Di Lantai 17, di Divisi Humas, Marissa menekan tombol Enter terakhir pada keyboard. Di layar menunjukkan sebuah file besar berisi laporan keuangan internal perusahaan sedang diunggah ke sebuah server anonim.
Azka menerobos masuk lima detik kemudian.
“Jangan gerak,"ucap Azka sambil menodongkan senjata
Marissa membeku. Tapi senyumnya mencibir.
“Kamu pikir kamu bisa hentikan ini sendirian?”ucap Marissa meremehkan
Azka menghampiri, mencabut kabel LAN dari CPU, lalu mencopot hard disk dengan gerakan cepat.
“Aku nggak sendiri,”ucap Azka dingin lalu menatap Marissa dengan tajam.“Berapa mereka bayar kamu? Atau... kamu punya dendam sendiri ke Alya?"lanjut Azka.
Marissa tidak menjawab sama sekali. Namun Azka tidak butuh jawaban. Ia tahu, ini hanya salah satu dari banyak pion yang disebar oleh Arief dan kelompoknya. Dan waktunya hampir habis.
_______________
Di ruang rapat, Alya merasakan jantungnya berdetak sangat cepat. Ia tahu Arief sedang menjebaknya secara sistematis. Dan lebih buruknya, tidak ada satu pun anggota dewan yang tampak berpihak padanya.
“Kita akan voting untuk menonaktifkan sementara proyek Rantai Dingin, sampai evaluasi ulang selesai,” ucap salah satu dewan, sambil membunyikan bel kecil di meja menandakan keputusan sudah tidak bisa di ubah.
Alya menggigit bibir bawahnya.
Ia tidak bisa menerima ini. Tapi jika ia menolak di hadapan semuanya, ia hanya akan terlihat emosional dan itu bukanlah hal baik untuk di lihat oleh semua orang yang ada di ruang rapat ini. Hal itu dapat merusak reputasinya. Dan reputasinya yang rusak akan menjadi peluru terakhir yang mereka butuhkan untuk menjatuhkannya.
Alya mengepalkan tangan di bawah meja untuk menahan semuanya.
Namun pintu ruang rapat tiba-tiba terbuka dan Azka masuk tanpa izin ke dalam ruang rapat itu
Seluruh orang di ruangan sontak hening seketika. Beberapa dewan tampak tidak senang dan hendak protes. Tapi sebelum ada yang bisa berbicara, Azka meletakkan flashdisk di meja.
“Penyusupan data sedang berlangsung dari divisi internal. Ini buktinya,"ucap Azka lantang lalu mendorong flashdisk itu ke tengah meja untuk di buka “Di dalamnya ada rekaman transfer file rahasia ke luar sistem. Pelakunya adalah asisten pribadi Arief Wibowo,"lanjut Azka dan menatap Arief dengan tajam.
Semua mata kini tertuju pada Arief.
Alya juga melihat ke arah Arief , ia merasa lega karena Azka datang dengan membawa bukti yang bisa menjatuhkan Arief namun ia juga khawatir Arief akan berhasil mengelak dan Azka akan di salahkan.
Arief terlihat tertegun namun hanya sepersekian detik. Tapi cukup untuk membuat seluruh ruangan tahu bahwa ia bersalah. Hingga salah satu dewan pun bangkit.
“Kami butuh verifikasi ini. Sekarang,"ucap dewan itu
"Saya bisa bawa Anda ke ruang server untuk konfirmasi. Jika tidak benar, saya siap dituntut balik,"jawan Azka cepat dan percaya diri
Alya menatap Azka untuk waktu lama.
Ia tahu Azka mengambil risiko besar masuk ke ruangan ini. Dan ia yakin bahwa Azka mungkin sudah tahu kebenaran yang selama ini ia takutkan bahwa ayahnya mungkin di khianati oleh orang terdekat.
_____________
Di sore hari, di ruang kerjanya di mansion Hartono, Alya duduk di sofa, menatap kosong ke luar jendela. Langit masih kelabu. Tapi dalam hatinya, badai sudah berlalu.
Azka berdiri beberapa meter darinya, menatap dalam diam.
"Aku udah tahu dari awal kamu nyelidikin ini sendiri," kata Alya pelan.
“Maaf, aku hanya tidak mau kamu tambah terbebani,"ucap Azka tertunduk
“Ayahku... percaya sama Arief. Lebih dari orang lain. Dan ternyata... "ucap Alya lelah sambil memejamkan matanya
Ia tidak melanjutkan.
Azka pun menunduk.
“Maaf... karena aku nggak bisa lebih cepat,” katq Azka lirih.
Alya menggeleng pelan. Ia menoleh, menatap Azka langsung.
“Kamu udah cukup. Bahkan... terlalu banyak," ucap Alya
Hening menggantung di antara mereka.
Saling menatap. Saling menyimpan luka. Tapi tetap menjaga jarak.
Dan Azka... kembali jadi dinding.
_________________
Dewan menunda pengambilan keputusan. Arief diskors dan dalam penyelidikan internal. Tapi pertarungan belum usai. Kelompok yang selama ini bergerak dalam gelap belum sepenuhnya terbongkar.
Dan bagi Azka, musuh terbesar bukan hanya mereka.
Musuhnya adalah hatinya sendiri.
Yang terus berjuang untuk tidak menunjukkan bahwa ia... mencintai Alya.
Bersambung