Rama dan Ayana dulunya adalah sahabat sejak kecil. Namun karena insiden kecelakaan yang menewaskan Kakaknya-Arsayd, membuat Rama pada saat itu memutuskan untuk membenci keluarga Ayana, karena kesalahpahaman.
Dalih membenci, rupanya Rama malah di jodohkan sang Ayah dengan Ayana sendiri.
Sering mendapat perlakuan buruk, bahkan tidak di akui, membuat Ayana harus menerima getirnya hidup, ketika sang buah hati lahir kedunia.
"Ibu... Dimana Ayah Zeva? Kenapa Zeva tidak pelnah beltemu Ayah?"
Zeva Arfana-bocah kecil berusia 3 tahun itu tidak pernah tahu siapa Ayah kandungnya sendiri. Bahkan, Rama selalu menunjukan sikap dinginya pada sang buah hati.
Ayana yang sudah lelah karena tahu suaminya secara terbuka menjalin hubungan dengan Mawar, justru memutuskan menerima tawaran Devan-untuk menjadi pacar sewaan Dokter tampan itu.
"Kamu berkhianat-aku juga bisa berkhianat, Mas! Jadi kita impas!"
Mampukah Ayana melewati prahara rumah tangganya? Atau dia dihadapkan pada pilihan sulit nantinya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Septi.sari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 23
Ayana tersenyum getir mendengar jawaban suaminya.
Rama yang merasa tidak terima, sontak saja bangkit lagi. Ia berjalan mendekat ke arah Istrinya, dan menampakan wajah protes.
"Dokter siapa yang sudah memberi mainan Zeva? Kenapa Zeva sampai ingin memiliki Ayah seperti Dokter itu? Punya hubungan special apa, kamu sama Dokter itu?"
Ayana semakin terdesak, hingga betis kakinya membentur kursi. Rama saat ini menatapnya dengan tatapan intimidasi, dan semakin terus mendekatkan tubuhnya.
"Apa sekarang kamu sudah pintar merayu para lelaki di luaran sana? Demi berobat, atau demi kepentingan pribadi kamu? Aku yakin, kamu sudah menukar semua itu dengan harga dirimu. Benar 'kan?"
Ayana sampai terjatuh diatas kursi, saat sapuan nafas Rama berhasil berhembus pada wajahnya. Aya menajamkan matanya, lalu...
PLAK!
Tamparan itu berhasil mendarat di pipi Rama, dan Aya langsung mendorong tubuh suaminya kebelakang.
"Jaga ya mulut kamu, Mas!" Aya menatapnya begitu bengis.
Rama hanya memalingkan wajah sekilas, terdiam sesaat merasakan kebas, dan panas dalam wajahnya. "Kamu merasa dengan ucapan saya?"
"Jikapun saya harus menukar itu dengan uang... Mas Rama nggak punya hak untuk menentang. Ingat ya, Mas... Mas Rama tidak pernah memberikan saya nafkah sepeserpun! Dan hanya Tuan Ibrahim yang sampai sekrang baik pada saya dan Zeva. Mungkin jika bukan karena kemurahannya, saya sudah pergi jauh-jauh dari hidup Mas Rama!"
Wajah Rama semakin memerah. Rama menarik lengan Ayana untuk diajaknya keluar. Bukan di teras atau di halaman. Rama menarik lengan istrinya, dan berhenti di samping Paviliun, tepatnya di taman samping.
"Lepas!" Ayana menghempaskan tangan Rama.
"Saya tidak suka kamu dekat dengan pria manapun, Ayana! Status kamu masih istri saya! Dan jika kamu mengungkit masalah nafkah, maka mulai sekarang saya akan memberikan kamu nafkah setiap harinya? Berapa yang kamu inginkan, ayo... Cepat katakan?!" tekannya bergetar.
Ayana memalingkan wajah. Dadanya terasa sesak, dan perih sekali.
Akan tetapi, Ayana tidak ingin menukar itu dengan kesedihan. Akalnya harus bekerja mengalahkan perasaanya sendiri. Ia harus memanfaatkan semuanya, sebelum ia keluar dari rumah itu.
"1 bulan, 500 juta! Apa Mas Rama sanggup?" tantang Ayana.
"Begitu? Kamu lebih mementingkan uang dari pada cinta?!" Rama rupanya tidak menyangka akan nafkah yang di ajukan Istrinya itu.
Ayana berdecih, "Cinta? Aku sudah tidak butuh lagi cinta, Mas! Yang ku butuhkan saat ini adalah uang, supaya aku dapat menjamin masa depan Zeva nantinya. Dan jika kamu merasa keberatan dengan nafkah yang aku ajukan... Maka jangan salahkan aku, jika mendapatkan semuanya secara instan. Termasuk UANG!" Tekan Ayana.
Setelah itu Aya akan berbalik untuk pergi. Namun belum sempat, lenganya kembali di tarik oleh Rama. Pria itu menghempaskan tubuh Ayana dengan pelan pada sudut tembok.
Hingga...
Hempt!
Rama mengunci pergerakan tubuh Istrinya, dan langsung melumat bibir chery itu.
Ayana menegang di tempat. Darahnya terasa mendidih, namun hatinya terasa lebih hangat. Kedua tanganya terangkat, terkunci oleh kedua tangan Rama. Pria itu menautkan jemarinya pada jemari sang Istri, dan semakin memperdalam ciumannya.
Rama begitu menikmati setiap ritme yang tercipta. Ia menatap wajah cantik Istrinya, bahkan kedua matanya sulit sekali untuk terpejam.
Ayana tak tahan lagi, sebab oksigen dalam mulutnya terkuras. Tanganya berontak, hingga Rama melepaskan ciumannya.
Nafas Aya tersengal, dan tiba-tiba...
PLAK!
"Cara Mas Rama begitu menjijikan! Setelah Mbak Mawar pulang, bibir itu pasti sering sekali Mas Rama gunakan untuk menyentuh bibir Mbak Mawar juga. Dan saya tidak terima suami saya membaginya dengan wanita lain!" pekik Ayana.
Rama hanya mampu tersenyum tipis. Sangat tipis sekali, hingga nyaris tak terlihat. Wajah Rama terlihat sangat merah, mendapat 2 kali tamparan dari istrinya.
Setelah itu Ayana melenggang pergi dari hadapan Rama begitu saja.
Padahal nyatanya, Rama sama sekali tidak pernah menyentuh Mawar.
****
Di malam yang sama,
Brak!
Segepok uang di dalam amplop bewarna coklat, kini menghentakan meja kaca mengkilap.
Seorang pria berusia 28 tahun berpawakan tampan, dengan senyum liciknya, kini mengangkat satu alis menatap si wanita didepannya.
"Brandon, itu semuanya udah aku kasih sama kamu. Sekarang jangan ganggu aku lagi, ataupun datang menghantui hidupku!" Pekik si wanita.
Pria bernama Brandon itu bangkit. Ia menarik pinggang si wanita, hingga membuat si wanita tersentak.
"Tidak semudah itu, Milya!" bisiknya.
Dan ternyata, gadis muda itu adalah Milya.
Gadis muda berusia 18 tahun itu rupanya terjebak cinta oleh permainan sosok Brandon, pria yang lebih tua diatasnya.
"Sekarang, kamu ikut aku!"
Milya sudah dalam keadaan ketakutan. Ia berusaha berontak, namun cengkraman jemari Brandon lebih tajam menusuk lengannya.
Brandon membawa Milya keluar dari cafe, dan di masukan dalam mobilnya.
"Kamu mau bawa aku kemana, Brandon? Aku mau pulang!" sentak Milya.
Brandon sudah duduk tenang di balik kemudi. Ia menutup mulut Milya dengan jari telunjuknya.
Shuttt!
"Diam saja, Sayang! Malam ini kita akan melakukannya lagi. Aku tidak dapat menahan lebih lama, untuk bersenang-senang denganmu."
Kedua mata Milya terbuka lebar. Jantungnya terpompa lebih cepat, hingga membuat keringat dingin keluar lebih cepat.
"Nggak! Kamu sudah bilang, jika aku meberimu uang, maka diantara kita sudah tidak ada hubungan lagi. Kamu pembohong, Brandon!" Teriak Milya penuh kebencian.
Hahaha...
Brandon hanya tertawa puas. Ia menoleh Milya sekilas, lalu berkata, "Kau pikir dengan uang segitu, kamu dapat bebas dengan mudah, Milya? Oh... Tentu tidak! Kamu harus bersedia menjadi budak ranjangku, hingga aku bosan dengan sendirinya."
Milya yang sudah geram, hanya dapat melampiaskan emosinya dengan tangisan. Ia sangka, pria dewasa itu akan dapat menjadi sosok pelindung untuknya. Namun, Milya salah. Brandon tidak lebih dari mafia kelas kakap.
"Aku tidak menyangka, rupanya ini yang kamu cari dariku?! Aku kira kamu tulus cinta sama aku. Tapi... Aku salah, Brandon! Kamu penjahat! Aku benci sama kamu!" Teriak Milya kembali di sela isakan tangisnya.
Brandon tak mengindahkan, ia hanya mampu tersenyum remeh, dan semakin kencang menambah kecepatan mobilnya.
*
*
Pukul 21.00 wib, mobil yang di bawa Brandon sudah memasuki kawasan apartement elit miliknya.
Brandon turun terlebih dulu, ia tampak membuka jog pintu belakang, terlihat mengambil sesuatu dalam bagasi itu.
Dan tak lama itu, ia masuk kembali. Namun, tiba-tiba...
"Happy aniversary, Sayang! Prank...." pekik Brandon sambil menyerahkan buket bunga mawar serta sebuah cake blackforest kepada Milya.
Jujur saya, Milya tampak shock berat. Ia mengusap air matanya, sedikit memicing, lalu mendongak. "Apa maksud semua ini?"
Brandon meletakan cake tadi di jog belakang. Ia menghapus air mata Milya, mengecup singkat bibir ramun itu, lalu berlirih, "Aku tadi hanya prank kamu, Sayang! Maaf ya. Kamu nggak perlu takut lagi, karena aku nggak akan pernah ninggalin kamu dalam keadaan apapun."
Milya menatap agak ragu. Ia lalu tersenyum simpul, dan langsung memeluk tubuh kekasihnya dengan hangat.
"Jahat banget nggak sih! Aku kira kamu bakalan jahat sama aku," lirih Milya yang masih memeluk kekasihnya.
Dibelakang tubuh Milya, Brandon menarik sudut bibirnya keatas sekilas. "Dasar bocah labil! Di kasih kejutan kecil aja udah klepek-klepek lagi. Heh!"
Milya terisak penuh haru.
"Ya udah, kita masuk yuk! Aku ingin bernostalgia sama kamu, Sayang! Aku udah siapin dinner romantis di apartement." Ucap Brandon.
Milya mengangguk. Keduanya pun turun tanpa paksaan lagi.
*
*
Di rumah utama, waktu sudah.
Rama baru saja masuk, setelah tadi merenung duduk di teras Paviliun sendiri.
"Mamah, kok belum tidur? Kenapa?"
Bu Anita berdiri cemas di ruang tamu, sambil menggenggam gawai ditanganya.
"Rama... Udah mau tengah malam, kok adikmu belum juga pulang ya? Mamah telfonin juga nggak aktif nomornya," lirihnya menahan gelisah.
Rama memicingkan mata.
"Emangnya tadi pergi kemana sih, Mah? Milya bener-bener keterlaluan!" geramnya.
Bu Anita sudah di kalang kabut, "Rama... Cepat kamu cari Milya! Mamah takut kalau dia kenapa-napa!"
"Mau cari kemana, Mah? Coba aja Mamah tanya sama temen-temennya. Kan tadi bilangnya mau belajar kelompok?!"
Bu Anita mendesah lemah. Ia menjatuhkan tubuhnya diatas sofa, sebab pikirnya terasa lelah. "Semua temanya nggak ada yang tahu, Rama. Mama bingung, kemana perginya adimu."
"Ya udah, Mamah tenang dulu!" Setelah menenangkan Ibunya, Rama kembali berjalan keluar dengan pelan sambil menghubungi seseorang.
Namun belum sampai panggilan itu terjawab, tiba-tiba terdengar suara gerbang terbuka.
Rama mengerutkan dahi, berjalan keluar untuk melihat siapa.
"Milya? Kamu darimana saja sampai tengah malam begini?"
Mendapat tatapan intimidasi itu, Milya tundukan kepalanya.
"Emt... I-itu, Mas... Tadi, mo-mobilnya Clara bocor bannya. Jadi... Terlambat deh pulangnya," balas Milya terbata-bata.
Rama masih menatap sengit.
"Ya udah, aku masuk dulu ya, Mas!" dengan cepat, Milya segera menghilang dari hadapan sang Kakak.
Dari pada sang Kakak-Arsyad, Mika lebih takut jika Rama-lah yang marah. Sebab, Arsyad selalu memanjakan adiknya itu.
****
Pagi harinya.
Ayana sudah bersiap-siap, mulai dari mebangunkan Zeva hingga memandikan putranya itu. Dan tak hanya itu saja, Aya juga membantu Ibunya mandi terlebih dulu, dan menyiapkan keduanya sarapan.
Barulah, Ayana bekerja ke rumah utama untuk membersihkan kamar Suami, serta Mertuanya.
Pagi itu pukul 07.10 wib.
Baru saja Ayana hendak naik ketangga, tiba-tiba langkahnya di hadang oleh Milya.
"Ada apa?" tanya Ayana dingin.
"Kamu mau ke kamar Mas Rama, kan? Oh ya... Tadi di suruh ke kamar Mamah terlebih dulu, sebelum Mamah selesai olahraganya," celetuk Milya menatap remeh.
Ayana hanya memutar jengah bola matanya. Tak menjawab iya, ia langsung melanjutkan jalannya naik ke atas.
Pintu kamar Bu Anita tidak terkunci.