Ancient Slayer

Ancient Slayer

Bab 1 Turun Gunung

(Sedikit Illustrasi.)

Di tengah hamparan pegunungan yang menjulang tinggi, pepohonan rimbun berdiri kokoh, menciptakan sebuah tempat yang jauh dari hiruk-pikuk peradaban. Daun-daun saling berbisik ditiup angin, sementara gemericik air sungai yang mengalir dari puncak menambah kesan damai.

Di antara keheningan itu, seorang pria melangkah perlahan. Pakaiannya kusut, penuh noda tanah dan bekas jahitan yang kasar. Rambutnya panjang, tergerai berantakan hingga ke bahu, sementara wajahnya dipenuhi janggut yang tak terawat. Mata sayunya tampak kosong, seperti memendam sesuatu yang dalam.

Tak jauh dari tempatnya berdiri, sebuah tenda tua berdiri sendirian. Warna aslinya hampir tak terlihat lagi, tertutup debu dan lumut yang merayap di sepanjang kainnya. Tali-tali penyangganya kendur, menandakan bahwa waktu telah lama berlalu sejak seseorang terakhir kali merapikannya.

Pria itu mendekat, tangannya menggenggam beberapa buah liar dan seekor ikan yang masih sedikit basah. Butiran air masih menetes dari sisiknya yang keperakan. Mungkin hasil tangkapannya di sungai tadi.

Sesampainya di tenda, ia mulai melakukan rutinitasnya. Dengan gerakan mekanis, ia membersihkan ikan, menyalakan api kecil, dan memanggangnya di atas bara yang nyaris padam. Asap tipis mengepul, menguar di udara segar dalam semilir angin gunung.

Namun, pikirannya melayang entah ke mana. Ia menatap langit yang kini membentang luas, biru dan tanpa cela, dihiasi gumpalan awan putih yang mengalir pelan, bebas, tanpa beban.

Sementara itu, dirinya masih di sini. Diam. Sendiri. Terperangkap di antara masa lalu dan keputusan yang tak kunjung diambil.

Sebuah gumaman lemah akhirnya keluar dari bibirnya.

"Apa aku harus turun sekarang?"

Suaranya bergema, merobek kesunyian yang telah lama bertahan. Ia terdiam sejenak, menyadari bahwa ia baru saja berbicara sendiri. Siapa sebenarnya pria ini? Untuk menemukan jawabannya, kita harus melihat ke masa lalunya.

Namanya Iramura Tenzo. Bukan sekadar pengembara biasa, tetapi seorang pendekar yang berasal dari dunia lain—terhempas dari dunianya oleh nasib yang kejam.

Dunianya adalah negeri para pendekar samurai. Sebuah tempat di mana pedang menentukan kehidupan dan kematian, di mana kehormatan lebih berharga dari segalanya. Dalam usia yang masih muda, ia telah menjadi jenderal—seorang pemimpin perang yang disegani, baik oleh sekutu maupun musuh.

Namun, segalanya berubah dalam satu malam.

Sebuah kesalahan dalam informasi membuat pasukannya masuk ke dalam perangkap. Ribuan musuh mengepung dari segala arah. Tidak ada tempat untuk lari, tidak ada harapan untuk bertahan. Perang yang seharusnya dimenangkannya berubah menjadi pembantaian.

Satu per satu, prajuritnya jatuh. Udara dipenuhi jeritan kesakitan, darah mengalir membasahi tanah. Tenzo, meski dianugerahi tubuh yang kuat dan bakat luar biasa, tak bisa menghindari nasib yang sama. Pedangnya menebas musuh demi musuh, namun jumlah mereka tak berkurang sedikit pun.

Luka menutupi tubuhnya, darah mengalir dari banyak sayatan. Napasnya berat, tapi tangannya masih erat menggenggam pedangnya. Dia tahu, ini adalah akhir.

Namun, kematian baginya bukanlah sesuatu yang harus ditakuti. Seorang samurai sejati mati dengan pedang di tangannya. Ia bersiap menerima nasibnya.

Lalu, sesuatu yang tak terduga terjadi.

Tepat saat pedang musuh hampir menembus dadanya, cahaya keemasan menyelubungi tubuhnya. Dalam sekejap, dunia di sekelilingnya lenyap. Ia tidak lagi berada di medan perang.

Ketika matanya terbuka, ia mendapati dirinya berdiri di dalam sebuah aula megah. Pilar-pilar menjulang tinggi, dan di hadapannya, berdiri sosok-sosok berpenampilan asing, menatapnya dengan mata penuh harapan.

Tenzo telah berpindah dunia.

Dunia yang kini ditempati Tenzo disebut Inavosta, sebuah kerajaan megah yang berdiri di tengah tanah yang subur. Namun, bukan hanya dia yang dipanggil ke dunia ini. Ada lima orang lainnya—semuanya berasal dari dunia yang berbeda. Mereka disebut sebagai ‘Pahlawan’ yang ditakdirkan untuk melawan Raja Iblis dan menyelamatkan dunia ini dari kehancuran.

Namun, bagi Tenzo, semua ini terdengar tidak masuk akal.

Dunia barunya dipenuhi hal-hal yang tidak pernah bisa ia bayangkan sebelumnya. Ada kekuatan aneh yang disebut sihir—sesuatu yang bisa mengubah realitas tanpa pedang atau tenaga fisik. Tanpa alat bantu, manusia bisa menciptakan api, membekukan air, atau bahkan menyembuhkan luka hanya dengan mantra. Semua ini bertentangan dengan segala hal yang ia yakini.

Setelah menerima penjelasan dari orang-orang yang telah memanggil mereka, Tenzo dan keenam "pahlawan" lainnya diarahkan ke sebuah ruangan luas yang dikelilingi oleh kristal bercahaya. Tujuan mereka? Menguji kekuatan masing-masing.

Hasilnya mengejutkan. Keempat orang lainnya menunjukkan kekuatan yang luar biasa—salah satunya mampu mengendalikan api hingga membentuk naga raksasa, sementara yang lain bisa menciptakan pusaran air yang menghancurkan dinding batu. Bahkan sang raja pun bertepuk tangan, matanya berbinar kagum melihat kehebatan mereka.

Lalu, giliran Tenzo.Ia melangkah ke tengah ruangan, menarik napas dalam-dalam, lalu menghunus Katana-nya. Ia hanya memiliki satu kemampuan sihir—elemen angin dengan tingkat yang tidak terlalu tinggi. Tidak ada semburan api, tidak ada pusaran air. Hanya sebuah getaran udara yang mengalir lembut saat ia mengayunkan pedangnya.

Keheningan menyelimuti ruangan. Sang raja, yang tadinya penuh semangat, kini hanya menghela napas dan mengangguk singkat. Ekspresi antusiasnya meredup, seakan ekspektasinya terhadap Tenzo runtuh begitu saja.

Namun, meski tanpa kekuatan unik, Tenzo tetap diterima. Mungkin hanya sebagai pahlawan cadangan.

Selama lebih dari tiga tahun Tenzo berada dinaungan kerajaan dan ikut bersama dengan party pahlawan guna memberantas para Demon dan mencari Artefak peninggalan kuno yang terdapat di dalam. Dungeon.

Selama itu juga, Tenzo tidak hanya berlatih. Ia telah berkembang. Ia telah menemukan cara untuk menyesuaikan ilmu pedangnya dengan dunia baru ini. Ia menciptakan teknik baru yang tidak hanya mengandalkan kekuatan tubuh, tetapi juga memanfaatkan angin dengan cara yang belum pernah ada sebelumnya.

Namun tiba-tiba pada hari itu, mereka terkena sebuah insiden yang menyebabkan salah seorang dari party pahlawan gugur. Itu ialah Tenzo. Karena suatu penyebab dia dinyatakan gugur oleh pihak kerajaan. Tetapi tidak ada yang tahu kalau dia ternyata masih hidup dan telah mengalami perubahan yang drastis.

**

Lima tahun telah berlalu.

Tenzo kini berada di Gunung Seldat—tempat sunyi yang jauh dari wilayah kerajaannya dulu. Tenzo menatap langit biru yang terbentang luas di atasnya.

Angin berembus lembut, membawa aroma dedaunan dan tanah basah. Dengan tenang, ia menyuapkan potongan ikan panggang ke mulutnya, membiarkan rasanya mengisi keheningan di sekelilingnya.

Lalu, ia bergumam, suaranya pelan namun penuh tekad. "Baiklah, aku akan turun. Mungkin saja mereka sudah melupakan keberadaanku."

Tenzo akhirnya telah memutuskan untuk turun dari gunung ini.

Dari perkataannya, mungkin saja ada suatu hal yang terjadi antara dia dan 'mereka' yang masih tidak diketahui sehingga mengharuskannya tinggal di gunung yang jauh dari penduduk. Dirasa jika sudah cukup aman, dia pun memutuskan untuk mulai bergerak.

Langit mulai membara saat matahari merangkak ke puncaknya. Tenzo yang telah siap, mengencangkan ikatan tasnya, memastikan segala perlengkapan sudah terbungkus rapi di dalamnya. Pedang Katana di pinggangnya bergoyang ringan setiap kali ia melangkah. Sebelum turun, ia menyempatkan diri mencuci wajah di sungai, membiarkan air dingin menyapu sisa kelelahan di wajahnya.

**

Dua hari perjalanan berlalu tanpa gangguan. Tidak ada tanda kehidupan yang terlintas di hutan yang ia lewati. Ia tidak merasa aman justru itulah yang membuatnya waspada. Ada sesuatu yang telah menguasai hutan ini.

"Hening sekali..."

Tidak ada suara burung, tidak ada jejak hewan liar. Rasanya seperti alam pun menahan napas. Baru kali ini ia merasa lebih hidup di gunung daripada di jalur menuju tempat pemukiman. Dan ketika ia akhirnya melihat sebuah desa ....

Ia berhenti.

"Tidak mungkin..."

(Sedikit Illustrasi.)

Bangunan-bangunan kayu pemukiman penduduk kini rata dengan tanah. Asap tipis masih mengepul dari puing-puing hangus. Tanah menghitam, bau darah samar-samar masih tertinggal di udara. Tak ada mayat. Hanya kehancuran.

Desa tersebut telah rata dengan tanah. Padahal ini adalah desa pertama yang ia jumpai selama dua hari perjalanan ini.

Tenzo melangkah ke dalam desa yang sunyi itu, membiarkan matanya menelusuri sisa-sisa kehidupan yang pernah ada. Sepuluh menit berlalu. Ia berlutut dan meraba tanah yang berserakan abu. Jarinya meremas serpihan kayu yang hangus.

"Kayaknya kejadian ini sudah terjadi sekitar dua sampai tiga hari terakhir..." ucapnya yang memperkirakan kejadian.

"Ini bukan ulah bandit. Mereka tidak akan menghancurkan desa segininya hanya untuk menjarah."

Lalu, firasat buruknya menjadi kenyataan. Sebuah aura muncul dari atas. Cepat. Gelap. Tenzo langsung mendongak. Sosok bersayap hitam mengepak di langit, matanya bersinar merah seperti bara api.

"Demon."

Makhluk itu mendarat di sebuah reruntuhan, menatapnya dengan penuh kejengkelan.

"Hah!? Masih ada manusia di sini?" ia mendengus, ekspresinya kesal. "Apa mereka benar-benar bekerja dengan baik atau tidak?! Tch. Untung saja aku memeriksa tempat ini."

Tatapannya beralih pada Tenzo, matanya menyipit.

"Oi, manusia. Kau tahu, kami sudah membantai seluruh penduduk di sini. Aku akan mengirimmu menyusul mereka. Jadi, pasrah saja."

Ia menarik pedangnya dari sarungnya.

Tenzo hanya diam. Tak ada respons. Tak ada ketakutan. Hanya tatapan datar yang menembus jiwa iblis itu.

"Heh, diam? Bagus. Itu pilihan yang tepat." Demon itu menyiapkan posisinya. "Aku akan membunuhmu tanpa rasa sakit!"

Lalu, ia melesat.

Secepat kilat.

Pedangnya siap menebas kepala Tenzo—

—namun sebelum ia bisa menyentuhnya, sesuatu yang tak terlihat langsung menyerang dirinya.

"SLASHHH!!"

Tubuhnya terbang tak terkendali seakan tidak sadarkan diri. Ia melayang beberapa meter sebelum jatuh menghantam tanah, tubuhnya terseret, menabrak reruntuhan. Debu mengepul di udara.

Keheningan.

Beberapa detik kemudian, Demon itu bangkit dengan wajah pucat pasi. Tangannya gemetar saat meraba tubuhnya. Ada sesuatu yang hilang, tapi ia tak tahu apa.

"E-eh...? Apa yang terjadi...!?"

Terpopuler

Comments

F~~

F~~

Pembawaan yang secara tiba-tiba, apakah ini alurnya langsung melompat Thor?

2025-03-19

9

Kyurles Suga

Kyurles Suga

menikmati

2025-03-27

0

Cumi

Cumi

turu gunung

2025-03-21

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!